05. Rencana

59 16 10
                                    

Matahari masih sangat terik meski situasi telah berbeda. Namun, bukan lagi itu yang patut dikhawatirkan. Bahkan peluh yang kian menetes di dahi mereka bagaikan angin lewat-tak dihiraukan akibat pikiran yang terus bertanya-tanya; apakah ini nyata?

Usai menutup pintu pos keamanan bercat putih ini, Jeff Arkana-lelaki muda yang menyelamatkan Soyara-perlahan menurunkan gadis berusia lebih tua 5 tahun itu dari punggungnya.

"Terima kasih, Jeff," ucap Soya.

Mereka duduk bersandar pada dinding. Bila maju atau berdiri sedikit saja, besar kemungkinan para kanibal itu bisa melihat mereka melalui jendela besar tak bergorden di atas mereka.

Soya yang tengah merasakan sakit kepala berusaha memejamkan matanya supaya sakitnya mereda. Tubuhnya pun masih lemas akibat asma yang kambuh beberapa menit lalu.

"Kak."

Soya membuka mata, sebuah gelas kaca berisi air disodorkan Jeff untuknya. Soya tersenyum, menerima gelas itu dan meneguk sedikit air di dalamnya. "Dapat dari mana?" tanyanya, meletakkan gelas itu di lantai.

Jeff yang baru meneguk habis isi gelas di tangannya pun melakukan hal yang sama-meletakkan gelas itu di lantai. "Itu." Dia menunjuk sebuah dispenser air di atas meja kecil dengan dagunya.

"Makasih sekali lagi." Soya mengulas senyum. Detik-detik berikutnya dia membuka resleting sling bag di sampingnya, mengeluarkan sebuah benda pipih berlogo apel miliknya. Usai menekan tombol on, raut cemas terpatri di wajahnya. "Ehm, Jeff. Bawa handphone?"

Jeff merogoh saku celana olahraganya. "Bawa. Mau telepon Ella, ya?"

"Iya. Ini handphone ku lowbat. Tolong ya."

"Santai, Kak. Toh, gue juga mau kabari dia."

Panggilan tak terjawab

"Nomornya nggak aktif," ucap Jeff dengan alis berkerut. Dia beralih mengetikkan sebuah pesan pada Ella. "Centang satu, Kak."

"Punya nomor Lily, nggak?"

"Ada-ada." Jeff lekas mengetik nama Lily di kolom pencarian dan menekan ikon telepon. Usai kata 'memanggil' berubah menjadi 'berdering', Jeff menyerahkan ponselnya pada Soyara. Soya mengaktifkan loud-speaker agar Jeff juga bisa mendengarnya.

"Jeff! Kamu belum berangkat, kan? Jangan ke sini, please! Tetap di rumah aja!"

Teriakan seorang perempuan di seberang sana membuat Soya dan Jeff melotot kaget. Mereka tentu mengenalinya. Suara itu milik Ella, adik Soya sekaligus kekasih Jeff. Namun, bukan itu yang menjadi masalahnya. Melainkan....

Grrrrrr!

Ya, teriakan Ella mengundang perhatian sesosok mayat hidup yang berada di depan pos keamanan ini. Jeff lekas menurunkan volume handphone nya. Beruntung yang mendengar hanya satu zombie di balik dinding yang kini tengah menatap ke berbagai arah mencari sumber suara. Masih cukup aman.

"Itu- Astaga, Jeff! Jangan bilang kamu udah otewe ke sini?!" Ella memelankan suaranya tapi tetap ngegas. Jeff apalagi Soya sih tidak heran lagi dengan kebiasaan Ella yang satu itu.

Jeff menatap manik cokelat milik Soya, berisyarat agar Soya yang berbicara. Kalau Jeff yang bicara, besar kemungkinan pacarnya itu akan ngegas lagi.

"Dek."

"Kak Soya?!" Kali ini ada dua suara di seberang. Ella dan Lily.

"Iya, ini Kakak."

"Ya ampun, Kak. Kakak di mana sekarang? Aman, kan? Terus, kok bisa pakai handphone Jeff?"

"Di pos security, Dek. Jeff yang bawa Kakak ke sini."

When Death Comes TwiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang