06. Kanibal Atau Zombie?

52 15 6
                                    

Empat ransel serta berbagai jenis barang tertumpuk di atas sofa berwarna kelabu
dengan desain minimalis itu. Di depannya ada Ella yang tengah mengayun-ayunkan
telunjuknya guna mengabsen dan Lily yang hanya diam menunggu keputusan sang
kakak.

"Makanan dan minuman siap. Pakaian juga siap. Obat-obatan sama beberapa barang
khusus ... juga siap." Ella menggaruk dagunya yang tak gatal. "Udah, kan, ya? Tapi kok ... rasanya ada yang kurang."

Lily mengedarkan pandangannya. Mungkin saja sesuatu di sekitarnya dapat
membantunya mengetahui benda apa yang tertinggal seperti; vas bunga sintetis di
pojok ruangan, lukisan abstrak di dinding, cardigan Rosella yang tergeletak di karpet,
keranjang buah dan sampah kulit apel serta ... tunggu-

"Pisau buah!"

"Pisau buah?" Ella lekas mengalihkan pandangannya ke benda yang disebut adiknya itu. Alisnya berkerut. "Oh! Senjata!"

Ella melangkah cepat disusul Lily. Usai menuruni tangga dan melewati kolam renang di halaman belakang, sebuah rumah kaca berbentuk bundar terpampang di depan mata. Ketika Ella merapatkan ibu jarinya pada suatu alat berbentuk persegi di atas kenop pintu, sepasang pintu itu pun berhasil terbuka. Pintu kembali tertutup otomatis setelah Ella dan Lily masuk ke dalam.

Meskipun kaca di atas mereka tak mampu menahan cahaya matahari yang masih
terik, tetapi udara di dalam rumah kaca ini terasa lebih sejuk. Segala rupa tanaman
berwarna-warni berjajar elok di sekeliling mereka. Kupu-kupu yang tengah sibuk
menyesap sari bunga pun tak kalah menawan. Makin melangkah ke dalam, makin pula hidung mereka dimanjakan dengan wewangian bunga.

Sampai di tengah rumah kaca, Ella dan Lily berhenti melangkah. Sesuatu yang tak
kalah indah terpancar di depan mereka. Sebuah kolam ikan koi berbentuk lingkaran
dengan teratai ungu di atasnya.

Berbeda dengan Lily yang menduduki bangku berbentuk batang kayu di pinggir
kolam, Ella membungkuk dan mendaratkan tangannya ke sebuah bunga teratai yang
berada paling dekat dengannya. Entah dengan alasan apa, ibu jarinya menekan
bagian tengah bunga berwarna ungu tersebut. Bagaikan keajaiban, jalan konblok di belakang mereka bergeser menampilkan tangga menuju ruang bawah tanah.

Mereka menuruni undakan dengan santai. Sampai pada beberapa anak tangga terakhir, berbagai senjata tajam maupun senjata api beserta magasinnya berjajar rapi di lemari besi setinggi satu setengah meter itu. Dengan piawai Ella dan Lily mengambil gun holster dan memasangnya di pinggang mereka. Ella mengambil belati dan pistol. Sementara Lily belati dan stun gun. Usai memasukkannya ke gun holster masing-masing, Lily mengambil tas berwarna hijau army yang tergantung di dinding. Ella memasukkan masing-masing dua buah stun gun, belati, hand granate, pistol dan magasinnya.

Bukan. Ini bukanlah kisah mafia yang menyamar menjadi bocah SMA. Karena sejatinya Lily dan Ella maupun kedua kakaknya hanyalah orang biasa yang ingin melindungi diri mereka. Terlebih lagi usai selamat dari tragedi desa berdarah yang membuat mereka kehilangan kedua orang tua sejak kanak-kanak.

Dan seperti anak muda lainnya yang setidaknya pernah sekali-duakali bahkan sering melanggar hukum, keempat putri Yudhistira menyembunyikan senjata-senjata ilegal di balik image baiknya.

"·♪·„

"Sisa beberapa ... zom-bie di arah jam sebelas. Sekitar lima meter dari sini," tutur Jeff usai mengintip lewat jendela. Rasanya agak aneh ketika mengucap kata 'zombie'.

When Death Comes TwiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang