Soyara bergetar hebat. Wajahnya pucat pasi. Insiden masa lampau seolah hadir di depan matanya. Orang-orang kehilangan akal sehat mereka.
Di sini seharusnya anak-anak masih menghabiskan waktu bersama orang tua dan teman-teman mereka. Seharusnya taman ini dipenuhi canda tawa. Seharusnya semua orang tengah tersenyum saat ini.
Namun, hal itu hanya angan belaka. Nyatanya kini orang-orang berhamburan seperti laron berburu cahaya. Darah ada di mana mana. Senyum telah berganti menjadi teriakan dan tangisan penuh ketakutan.
Soya terjatuh duduk di atas rerumputan, tak mampu menahan beban tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang. Air matanya mengalir tanpa henti. Dia meremas rumput dengan kedua tangannya. Dia kesulitan bernapas.
"Lily, kok kamu sendiri?" Anjani langsung berdiri menghampiri Lily. "Papa dan Mama di mana?"
Lily tak menjawab.
"Lily! Jawab Kakak!" katanya lagi.
Lily masih terpaku dengan tatapan kosong.
"Kalau Lily tak mau jawab, aku cari sendiri!" Anjani berbalik akan membuka pintu kamar mandi, namun suara datar Lily menahannya.
"Mereka meninggal," ucap Lily.
"JANGAN SEMBARANG BICARA!" Kini Soyara sang kakak sulung yang menghampirinya dengan sorot marah. Dia mencengkram kuat bahu Lily. "Di mana Papa Mama?! Jawab jujur!"
"K-kak, s-sudah! Lily kesakitan!" ucap Ella dengan suara bergetar. Anak itu menangis sambil memegangi lengan Soyara. Ini pertama kalinya mereka melihat sang kakak sulung semarah ini sampai membentak Lily dan mencengkram kuat bahunya.
"Lily tak mungkin bohong, Kak," ujar Anjani masih di sisi pintu dengan kepala tertunduk.
"Tidak! Jangan sembarang! Jang-an s-sembarang...."
.
.
.
BUGH!
Seorang cowok memukul makhluk yang baru saja akan menerjang Soyara dengan tongkat bisbol miliknya. Cowok yang terlihat lebih muda dari Soya itu menghampirinya dengan wajah cemas. "Astaga! Kak Soya?!"
Soyara tak mampu menjawab. Cewek itu memegangi dadanya sambil berusaha tetap memasok udara meski teramat sulit.
Cowok berbadan tinggi di depannya ternyata cukup peka. Dia lekas membuka tas milik Soya, mengeluarkan inhaler lalu memasangkan benda itu ke mulut Soyara. Melihat makin banyak makhluk yang mendekat, dia menggendong Soyara di punggungnya dan berlari menjauhi area taman. Menghindari makhluk-makhluk yang berusaha menerjang mereka. Tujuannya kini hanya satu, menemukan tempat aman untuk dirinya dan calon kakak iparnya itu.
"·♪·„
"AAAAKH!!"
Anjani menjerit kaget ketika darah seorang makhluk memuncrat ke baju dan wajah cantiknya. Makhluk itu terbunuh tepat di atas tubuh Anjani. Kepalanya tertusuk gunting oleh seorang cowok dengan penampilan bak seorang model.
Cowok tersebut menyingkirkan makhluk itu dari Anjani dan membantunya berdiri. Jelas terlihat bahwa Anjani masih shock setengah mati.
"Nih, trofi lo." Cowok itu memberikan trofi milik Anjani. Anjani menerimanya tanpa mengucap sepatah kata. Dia menurut saja ketika cowok itu menggandengnya untuk bersembunyi di balik kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Death Comes Twice
AdventureKekacauan terjadi di mana-mana. Darah dan tubuh yang sudah tak lagi utuh seolah menjadi hiasan di sepanjang jalan. Jangankan tertawa, bernapas dengan normal saja sulit kami lakukan. Aku, Kak Ella, Kak Jani, dan Kak Soya pernah mengalami insiden sepe...