1-Pertemuan-

15 6 0
                                    

Vennelica memegang dadanya yang memburu. Sesaat rasa panik kembali menyerang . Tembok yang susah payah dia bangun beberapa tahun belakangan, runtuh sepersekian detik ketika melihat kembali wajah cowok yang menjadi salah satu pemain utama dalam mimpi buruknya.

Sosok itu kembali muncul setelah 3 tahun Vennelica coba tepis dari ingatanya.

Dia berlari tanpa tahu arah, tanpa sadar kedua kaki itu sudah memijaki area parkir sekolah. Matanya menyapu pandang, berusaha mencari tempat dimana pria bermata dingin itu tidak bisa menemukanya.

"Luka!"

Teriakan nyaring Gavin dari kejauhan bisa dia dengar, suara yang kembali membuat Vennelica mengingat sekelabat kejadian-kejadian buruk di masa lalunya. Dia semakin berkeringat ketakutan.

Kepalanya tiba-tiba berkunang efek dari rasa panik yang menyerang.

Gavin berdiri di ambang pintu keluar. Mencoba mendeteksi keberadaan gadis itu, dia memaklumi reaksi 'Luka' yang bergetar hebat ketika bertemu denganya. Tapi Gavin tidak boleh melewatkan kesempatan ini, hanya dengan ini Gavin bisa berhenti ditawan oleh mimpi buruk dan rasa bersalah yang menerornya setiap hari.

Tapi Gavin tidak tahu harus memulai dari mana.

"Nggak."

Vennelica mundur beberapa langkah ketika Gavin menemukanya dan mulai berlari ke arah tempat yang dipijak, dia berhenti, memasang wajah lega bisa melihat kembali wajah gadis itu setelah berpikir tidak akan ada lagi kesempatan kedua.

"Bisa kita bicara?"

"Nggak! Tolong pergi ..." Tolak Vennelica keras, disambung dengan nada memohon.

Mata Vennelica mulai berair dengan nafas yang tidak beraturan, sekarang tidak tahu harus bagaimana. Tanganya tremor.

Ekspresi itu kembali membuat Gavin teriris, rasa bersalah semakin pekat terasa di dadanya.

"Gue cuman mau minta maaf ..."

Suara cowok itu terdengar serak dan pilu. Air dari mata dan hidung mulai membasahi wajahnya, yang tampak kacau.

Entah apa yang harus dia lakukan, semuanya berlangsung dengan cepat. Dia belum siap memproses semuanya, takdir begitu cepat mempertemukan dirinya dengan sosok yang dia harap tidak pernah akan muncul dihadapanya lagi.

Apa mungkin? Ini waktu bagi Vennelica untuk menghadapi traumanya dan tidak terus lari dari masa lalu. Kesempatan yang mungkin Tuhan rencanakan untuk memulihkan dirinya dengan utuh.

Tapi Vennelica jelas belum siap.

Dia berharap hari ini tidak datang.

"Luka tunggu!"

Gadis itu kembali  berlari menghindar, tanpa sadar mobil zedan yang melintas.

"AWASS!

"KYAA!"

Bunyi nyaring klatson terdengar, beriringan dengan suara nyaring teriakan dan dentuman tabrakan.

Vennelica memejamkan mata dengan tubuh yang mendarat di tanah, dia perlahan membuka matanya ketika sadar baru saja terhempas oleh dorongan tangan seseorang.

Dihadapanya ...

Terlihat jelas tubuh pria terbujur lemas tak sadarkan diri dengan darah segar mengalir di pelipisnya.

                                                                                      ***



"Saudari Luka?"

Vennelica menoleh, dengan alis yang berkerut bingung, kenapa sekarang Suster juga ikut memangilnya dengan sebutan Luka? Hanya Gavin yang memangilnya dengan nama itu.

"Kamu keluarga Pasien atas nama saudara Gavin?" suster yang baru keluar dari UGD bertanya.

"Ehm bukan suster" Vennelica berdiri, "cuman kebetulan saya ada disana pas dia kecelakan."

"Oh ya, bisa tolong temani sebentar pasien dikamar? Dokter sementara mengambil hasil scanning, tapi dari tadi pasien ngigau panggil nama kamu. Saudara Gavin ada di bilik paling ujung."papar suster itu membuat wajah Vennelica semakin tidak tenang.

Tadi dia lari menjauhi Gavin, dan kini justru harus berhadapan muka dengan muka karena kecelakaan yang tidak diduga. Tapi rasa khawatirnya juga bergejolak karena yang seharusnya terbaring di ruangan itu adalah dirinya dan bukan Gavin.

Karna pada kenyataanya, Gavin ... Berkorban untuknya

Mau tidak mau, dia melangkahkan kaki dengan terpaksa ke dalam ruangan. Semerbak aroma steril ruangan menyengat hidung, bau obat yang juga mendominasi serta bunyi computer dan alat kesehatan lainya semakin membuat Vennelica merasa jantungnya berdegup tak karuan.

Kenapa sih hidup gue nggak pernah tenang! Kenapa drama banget pake ketemu Gavin lagi, terus urusanya sekarang Gavin kecelakaan, gimana kalo dia sekarat gara-gara lo caa!!

Dia membentak dalam batin.

Perlahan dengan tangan gemetar disingkapkan kain yang menutupi bilik milik Gavin.

Mata itu terpejam, tanganya dipasangkan gips, nafas cowok itu juga terdengar berat.

Hening

Satu kursi ditarik untuk dia duduki, menatap Gavin dengan tatapan datar dengan perasaan yang campur aduk. Kasihan, kesal, iba dan benci terkumpul bersamaan. 

Melihat kembali wajah yang dulu selalu mengukir senyuman licik namun kini tidak berdaya, Vennelica hanya bisa diam.

Beberapa menit berlalu dalam lilitan sunyi, Vennelica yang melihat ada yang aneh dengan seksama mulai memperhatikan wajah cowok itu, walau tidak terlalu jelas, tapi dia seperti melihat ada air yang jatuh menyusuri pipi Gavin.

Gavin, nangis?

Apalagi Nih! Dia kenapa lagi?

Ujarnya dalam hati dengan mimik yang mulai resah ketika melihat Gavin yang tidak sadar tapi air mata perlahan-lahan mengalir di wajahnya.

"Aduh, panggil suster kali yah?" gumam Vennelica.

"Luka."

kaki yang baru terangkat kini berdiam di tempat, Vennelica bergeming.

"Maaf"

Maaf?

Perlahan akalnya berjalan memproses semuanya, kembali berpikir apa yang merasuki Gavin sampai rela mengejar dirinya dan bahkan mengigaukan nama sebutan itu saat mereka masih SMP dulu.

Dan Gavin yang Vennelica ingat bukan Gavin yang mau meminta maaf, dia terlalu sangar dan sarkas. Tidak pernah peduli dengan sekitarnya, Gavin di mata vennelica adalah seorang penindas, dan anak yang membuat Vennelica tersiksa di masa lalunya.

Namun hati Vennelica sedikit tersentuh, kalau memang Gavin berniat untuk meminta maaf kepadanya sampai rela mengejarnya dan mengorbankan diri untuknya, mungkin cowok itu sungguh berniat meminta maaf, walaupun mungkin itu adalah maaf yang terlambat.

Dia menyentuh punggung tangan Gavin perlahan dengan sedikit tremor. Tuhan juga mengajarkan Vennelica untuk selalu memaafkan, jadi kenapa tidak dia menggunakan momen ini?

Mungkin saja mereka dipertemukan hanya untuk saling meminta maaf?

"Aku maafin kamu. Walaupun luka itu sampai sekarang masih ada, pahitnya masih kerasa, takut, trauma yang bahkan sampai sekarang juga aku masih coba belajar untuk kontrol. Dan walaupun kamu adalah salah satu orang yang sempat menjadi alasan kenapa aku ingin terjun bebas dari atas gedung. Tapi nggak papa, aku harap kamu berubah dan menebus kesalahan kamu dengan melakukan kebaikan untuk orang lain."

Vennelica menarik nafas panjang. "Mungkin udah jalanya aku ketemu kamu, , supaya aku bisa belajar mengikhlaskan masa lalu. Jadi Vennelica yang baru."

"Aku maafin kamu, jangan lupa jaga diri." Ucapan itu terdengar datar.

Dia berdiri, kedua kakinya terhenti sesaat dan membalikan badan untuk mengucapkan sepatah kata perpisahan.

"Aku harap ini pertemuan terakhir kita."

                                                                                      ***

STAR AROUND SCARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang