7. Maaf

7 4 0
                                    

Vennelica dan Bella mencoba menenangkan Nathalie yang masih terkejut dengan kejadian di kantin tadi. Dia masih sedikit sesengukan, beberapa teman kelas juga datang menenangkan, membuat Nathalie berangsur-angsur merasa lebih rileks.

"Udah nggak-papa Nath, dia emang gitu." Gianita gadis sekelas ikut menenangkan Nathalie.

"Bell tapi lo keren tau tadi, kenapa kalian nggak sekalian gampar aja tuh si Karin!" Ririn memanas-manasi.

"Pengennya gitu, tapi nanti deh."

Teman sekelas mereka tahu apa yang terjadi antara Karin, Bella dan cowok bernama Erik, si kakak kelas juga tim club basket yang pernah dekat dengan Bella namun pada akhirnya memilih Karin dibanding dirinya.

Walau kabarnya Karin sudah mengusaikan hubungan mereka, namun tetap saja kepahitan di hati Bella masih membekas.

"Heh, nggak boleh dengan kekerasan." Vennelica menasehati "kalo lo kena SP gimana?"

"Iya Bel, aku nggakpapa kok, cuman agak shock dikit."

Vennelica kembali teringat pada wajah murung Nathalie ketika pertama kali datang, dia juga pernah di posisi mengalami kejadian seperti ini. Dijatuhkan, dibentak dan dianggap rendah, perbuatan angkuh yang berasal dari gadis sebaya, menganggap lebih signifikan dari orang lain sebenarnya membuat Vennelica muak juga.

"Tapi ini udah termasuk perundungan nggak sih? Apa kita laporin aja?" Dia memberi saran. Tak berselang lama, gadis-gadis yang tengah mengerumuni Nathalie dikejutkan dengan suara cewek yang tidak mereka sadari ada di sana sebelumnya.

Shalom?

"Moshi-mosh..."
sapanya dengan mata melengkung ramah.

***

Merasa lebih baik, Gavin kini sudah mulai nyaman untuk sekolah. Walaupun hawa dingin tampak jelas di matanya

Cowok itu berdiri di depan loker menaruh tas. Begitu membuka loker seperti yang sudah-sudah, setumpuk coklat, bunga dan beberapa surat juga bingkisan menjadi sebuah gundukan di sana.

Entah kenapa melihat semua benda itu justru membuatnya muak. Rahagnya mengeras jengkel melihat lokernya dipenuhi barang-barang yang merusak pemandangan. Loker yang sudah sempurna ia rapikan, kini harus diatur kembali dari semula.

Sebagai seorang perfeksionis, dia tipikal yang bisa stress melihat sesuatu yang tidak enak dipandang. Berubah cemas ketika semua tidak tertata.

Pemandangan rutinitas pagi saat Gavin membuang semua cokelat, surat dan bunga sudah tidak asing lagi bagi penghuni kelas mereka. Walaupun sudah disingkirkan entah itu di tempat sampah atau di atas loker, Elang dan Yoman akan menyolongnya tanpa permisi untuk mereka nikmati, kadang kalau Gavin mendapat kiriman lebih, suka dua cowok itu bagi-bagikan ke seisi kelas, serasa yang punya barang.

"Oy lang, itu kan cokelat buat Gavin, kenapa lo yang masukin mulut." Dinda si gadis paling lantang di kelas mereka kembali menegur Elang karena sikap bobroknya.

"Cerewet banget lo tante din! Gavin nya risih dikasih gini-ginian, gue ngebantuin dia singkiran ini semua sebagai sahabat." Elang nyengir lebar.

Cowok itu memiringkan kepala, dia kembali berceletuk. "Ini namanya simbiosis mutualan."

"MUTUALISME." Seisi kelas dengan ketus mengkoreksi ucapan Elang.

"Berisik lo pada!" Serunya tak mau kalah.

"Itu ... Namanya nggak tahu diri!" Dinda mengeplak kepala Elang dengan casing handphone. Membuat Elang mengaduh. "Siapa yang lo panggil tante hah!?"

STAR AROUND SCARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang