(Ceritanya time skip)
Tidak terasa sudah 3 tahun lamanya waktu berlalu. Wonyoung menatap sekeliling kamarnya untuk yang kesekian kalinya. Kamarnya terlihat sepi karena sebagian besar barang-barangnya disimpan di gudang dan sebagian lagi tersusun rapi di dalam kardus, menyisakan sedikit pernak-pernik kamar yang sudah dihuni olehnya dari zaman taman bermain.
Untuk kesebelas kalinya anak bungsu Sana ini mengembuskan nafas yang berat. Perasaan baru kemarin ia melompat-lompat kegirangan karena mendapat kamar sendiri, bermain lego atau merangkai layangan bersama akangnya, menjadi babu pesta minum teh kakak dan teman-teman perempuannya, dikurung di kamar oleh papinya karena kabur dari sekolah minggu dan malah ke warnet, dan diamuk maminya karena ketahuan adu pukul sama temen SD. Semua terasa baru beberapa hari yang lalu.
Dan sekarang ia tiba-tiba sudah dewasa, plus harus hidup sendirian di negeri orang demi menuntut ilmu. Ya, Wonyoung diterima di salah satu perguruan tinggi di Belgia. Sulit dipercaya memang, tapi entah keajaiban dari mana ia terpilih mendapatkan beasiswa untuk belajar di sana. Mengingat Wonyoung dalam hal akademik kalah dari kakak-kakaknya. Hyewon yang saat ini menempuh S2 di Inggris atau Minju yang diterima menjadi mahasiswi hukum universitas top seantero negeri.
"Udah kelar belum ucapan perpisahannya sama kamar lo? Akang lo sudah misuh-misuh tuh, takut ketinggalan pesawat." Wonyoung terbangun dari lamunannya dan menoleh, menemukan Minju di ambang pintu selagi melihat kukunya yang baru saja dipedicure.
"Oh ya. Udah kok. Bantuin bawa ke bawah ya? Hehehe banyak bawaan soalnya." Si kakak hanya memutarkan bola matanya dan menarik kedua koper Wonyoung dengan setengah hati. Menyisakan si bungsu dengan dua kardus dan satu tas ransel.
"Yahhh...malah milih yang gampang."
"Cerewet. Udah baik-baik dibantuin juga."
Keduanya pun berjalan menuruni tangga tanpa bertukar kata. Namun keheningan terhenti saat Minju teringat sesuatu. Ia melirik adiknya sekilas, mencoba memperhatikan mimik wajahnya.
"Lo yakin nggak mau pamit sama Om dan Tante Hirai? Kemarin mau diajak akang, malah keluyuran sama Yujin."
"Nggak. Lagian gue juga sudah titip salam ke akang." Minju hanya terdiam mendengar respon datar Wonyoung.
"........kalian belum baikan?"
"It's over, sist. Gue sama dia udah deal, sebatas kenalan aja. Bukan temen dan bukan....ya bukan siapa-siapa. Cuma kenal doang."
"Sebenarnya dia iparnya akang lo sendiri. Jadi masih related."
"Itukan hubungan dia sama akang. Bukan sama gue kan? Udahlah nggak usah dibahas. Kakak sendiri juga gak jelas kayak gimana sama Mas Chaewon. Di-ghosting sama tunangan sendiri."
"......oke. kita nggak usah bahas hal ini."
"Fine. Yang ngungkit anda sendiri."
"Tapi lo bener nggak mau ngasih kabar sama sekali? Seenggaknya ngasih tau kek lo kuliah dimana."
"No thanks. Kemarin dia keterima di Jepang dia nggak ngabari."
Sesampainya di bawah, mereka disambut balita berusia dua tahun. Anak kecil tersebut berlari menuju mereka sambil tertawa-tawa, menampilkan gigi susunya.
"Minju! Wony!"
"Haloo Hana~ Hana mau kemana? Kok pake baju bagus?" Minju tersenyum cerah melihat keponakannya menghampiri mereka.
"Hana mau naik pesawat! Nanti terbang sama burung!" Dengan antusias Hana menjawab pertanyaannya.
"Wah sama dong. Kak Wony juga mau terbang." Wonyoung berjalan melewati keduanya, menuju depan rumah dimana semuanya menunggu.
"Yey! Yey! Nanti kita terbang bareng wushhh." Hana menepuk tangannya kesenangan. Minju hanya bisa tersenyum melihat kelucuan keponakannya sendiri.
"Ayo kedepan, Hana. Papa mu nanti mengaum lagi kalo ada yang lelet."
"Hihihi ayoo."
"Wony, duluan ya."
"Jaga diri ya, Wony. Jangan sampai lupa makan, kesehatan dijaga, usahakan jangan kebut semalam kalau nugas, kuliah yang serius, kalau sudah sampai asrama langsung vidcall mami, wajib kabari mami keseharian kamu, wajib telepon mami minimal 3x seminggu, wajib-" Langsung saat Wonyoung pamitan, Sana berceramah panjang lebar yang membuat ketiga anaknya langsung menutup mata mereka. Yang untungnya dipotong oleh Tzuyu.
"Gak boleh dugem sebelum semester tua, kalau mau minum boleh, tapi pakai uang sendiri, cari temen yang baik-baik, dan baru boleh bobo bareng kalau sudah semester tua dan harus pakai pengaman, papi gak mau kamu pulang bukannya bawa gelar tapi malah bawa cucu." Hyewon hanya memasang muka batu, merasa sangat sangat tersindir. Sedangkan Sakura yang dari tadi menyimak, tersenyum masam, sudah introspeksi sepertinya Tzuyu setelah kecolongan besar oleh anak sulungnya.
"Papi! Mami belum selesai ngomong!"
"Kelamaan kamu sayang. Wony sudah besar, bukan bocah sd lagi yang harus diingetin buat makan."
"Hmph! Wony tetap bocahnya mami." Sana cemberut, namun Tzuyu mengabaikannya.
"Kalau ada apa-apa, kabari mami papi. Tapi jangan minta uang! Uang saku kamu sudah diatur, kalau kurang ya cari kerja sana. Belajar mandiri." Muka Wonyoung yang tadinya berseri-seri, langsung suram.
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Wonyoung langsung ke departure area. Pesawatnya akan terbang dalam 30 menit, sedangkan akangnya masih 1 jam lagi. Saat memasuki pesawatnya, ia langsung mencari kursinya. Dan duduk selagi menunggu pesawat take-off. Tak lama kemudian, kursi sebelahnya terisi oleh penumpang lain.
"Permisi ya." Wonyoung menoleh dan tersenyum kepada penumpang di sebelahnya, mempersilahkan wanita muda yang sepertinya mau pergi liburan. Ia memperhatikan penampilan wanita itu. Tubuh mungil, mata lebar, pipi tembam, dan senyum yang manis, membuatnya mengingat adik ipar kakaknya yang entah saat ini kabarnya bagaimana. Paling sudah punya pacar baru yang jauh lebih baik darinya.
"Kakaknya mau liburan ya?"
"Oh iya. Saya mau liburan bareng temen-temen saya."
"Bukan asli sini ya? Kayak orang Jepang soalnya."
"Iya. Saya memang asli Jepang. Saya kesini cuma mampir ke rumah temen saya."
Wonyoung dan wanita itu larut dalam pembicaraan. Semakin Wonyoung mengenal wnaita itu, semakin ia teringat mantannya yang menggemaskan. Ingin sekali ia menghentikan pembicaraan karena takut rasa rindu kembali melandanya, tapi melihat bagaimana wanita yang sepertinya umurnya tidak jauh darinya ini sangat antusias berbicara dengannya membuatnya enggan berhenti.
"Oh kita belum kenalan! Saya Miku. Kamu?"
"Saya Wonyoung. Salam kenal."
"Sebentar ya, saya mau nyamperin temen saya di belakang."
"Oh silahkan, kak."
Miku pergi dan Wonyoung langsung melamun ke depan. Firasatnya tiba-tiba merasa kurang enak.
"Ihh, tadi gue beli es krim mochi ada di tas lo kan?"
"Iya ada. Mau lo ambil?"
"Iya nih, kursi lo di depan kan?"
"Tapi ambil sendiri ya, gue mau ke kamar kecil."
"Idih, kebiasaan deh kalo mau berangkat. Yaudah gue ambil sendiri."
Wonyoung dapat mendengar Miku berbicara dengan temannya. Yang suaranya sepertinya ia sangat sangat kenal dan familiar. Tenggorokannya tiba tiba merasa kering dan jantungnya berdegup kencang seiring dengan mendekatnya teman Miku tersebut ke kursinya diiringi dengan aroma parfum khas yang semakin menguat.
'Please, bukan dia kan?'
"Permisi saya mau ambil–Wonyoung?!"
Tolong, Wonyoung rasanya ingin lompat dari pesawat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEME BARU GEDE
AléatoireMeet Chou Wonyoung, si bungsu keluarga Chou yang nggak kalah keren sama akang dan kakaknya. Dan ini cerita Wonyoung mengenai masa pubertas dan cinta pertamanya pada Hirai Nako yang lebih tua darinya.