Giri Satya - Igi ; No Reasons

17 2 0
                                    


Kalau ditanya, gue tipikal yang gak butuh alasan kuat buat melakukan sesuatu. Gue cuma melakukan apa yang gue suka dan menurut gue itu baik. Selama gak ganggu orang lain, ya gue gas aja. Nyatanya, kelakuan gue itu jadi multitafsir ke orang sekitar gue.


Gue udah sampai stasiun sekitar lima menit lalu dalam misi jemput Kirana balik kerja. Iya, lu pada boleh bilang ini masa pendekatan gue ke dia. Soalnya memang akhir-akhir ini gue lagi cukup dekat sama Kirana. Cukup dekat untuk bisa antar jemput ke kantor atau stasiun. Atau sekedar nemenin dia jajan di minimart depan komplek.

Dari jauh gue lihat dia keluar dari stasiun. Dia melambaikan tangannya ke arah gue yang gue sahut balik. Gak butuh waktu lama sampai akhirnya dia berdiri di samping gue, tepat saat handphone gue berdering. Telpon dari Salayna.

"Udah ketemu Kirana belum?" Tanya Lay begitu telpon gue angkat.

"Baru aja." Gue ngejawab sambil nyerahin helm yang langsung diambil Kirana.

"Anak-anak pada mau beli nasi goreng. Elu sama Kirana mau gak?"

"Ini nitip gue atau gimana?"

"Tukang nasi gorengnya ada di poncer."

Gue nanya ke Kirana yang lagi sibuk pakai helm. "Mau nasi goreng gak?"

Dia menggeleng pelan. "Udah makan."


Gue balik lagi ke Lay yang masih di sambungan telpon. "Satu deh, Lay. Kirana udah makan."

"Okay."

"Lay, elu jangan pesan yang pedas. Ingat asam lambung."

"Gue gak pesan. Udah makan juga."

"Jangan kopi juga kalau gitu."

"Gue bilang mending lu buruan ke sini aja sih, Kak. Jangan bawel."

Gue ketawa. Salayna itu kalau jutek malah lucu. Kata gue sih. "Iya, tungguin."


Begitu telpon terputus, gue masukin handphone ke dalam kantong. Bersiap menyalakan mesin motor pas sadar Kirana masih belum naik ke motor. Dia masih berdiri di samping gue, padahal udah pake helm.

"Kenapa gak naik?" Tanya gue.

Perempuan itu senyum kecil. "Kamu dekat banget sama Salayna, ya?"

Gue ngangkat alis. Agak bingung dengan pertanyaan Kirana ini. "Ya dekat. Sama kayak ke anak komplek lain. Sama kayak ke kamu."

"Berarti aku sebatas teman komplek ya?"

Oh, ini pertanyaan menjebak ternyata. "Rajin banget ya aku mau jemputin teman komplek gini."

"Iya kamu rajin. Salayna juga selalu kamu jemput kan?"

"Kamu cemburu sama Lay?"

"Cuma mau mastiin aja, Gi. Perlakuan kamu ke aku ini, apa emang khusus buat aku atau berlaku ke semua teman kamu. Biar aku gak salah paham."


Gue gak bisa jawab. Kalau Kirana gak bilang gitu, gue mungkin juga gak akan sadar kalau perlakuan gue ke dia —yang notabene gue naksir dia, sama perlakuan gue ke Salayna itu sama. Karena gak ada alasan buat gue untuk berbuat beda di antara keduanya. Kan gue sama Kirana juga belum jadian. Dan juga, jauh sebelum gue naksir Kirana, sikap gue ke Salayna selalu begitu dan gue merasa ini gak ada masalah. Sampai Kirana bilang gitu.

"Kamu tuh care banget Gi sama sekitar kamu. Itu baik kok, aku gak bilang itu buruk, tapi kadang orang bisa salah ngartiin. Kayak aku yang mikir kamu naksir aku saking baiknya sama aku."

Ya emang gue naksir elu, Kirana. Tadinya gue mau bilang gitu ke dia, tapi urung. Sekarang gue jadi mikir lagi, kalau gue begini karena naksir Kirana, apa gue juga naksir Salayna? Karena dari dulu pun, gue selalu begini ke dia. Sama kayak apa yang gue lakuin ke Kirana. Siapa yang gue taksir sebenarnya?

Obrolan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang