15. Putri kerajaan.

110 18 0
                                    

Lorens yang menyaksikan semuanya dari balik pilar, mengetatkan rahang. Keberadaan wanita itu tersamarkan dengan ramainya pelayan yang berdesak-desakan menatap kepergian sang adik. Sesekali dia akan berjinjit atau melompat, sekedar memastikan wajah-wajah keluarganya. Senyum miris Lorens tak dapat ditutupi. Keluarganya begitu hangat pada Illona, seolah tak ada lagi putri di kerajaan ini. Lorens langsung menunduk saat tak sengaja maniknya bertabrakan dengan manik biru putra mahkota. Dia menggigit bibir bawah, cemas.

Setelah terdiam cukup lama, takut-takut Lorens menegakan tubuh. Tetapi keberadaan Harrison tak dapat ditemukan. Lorens menekuk alis dalam, otaknya sedang berkerja keras. Dia sempat melihat putra mahkota yang memicing kearahnya, seperti orang yang sedang meyakini sesuatu. Lorens mengangkat pundak. Keberadaannya seperti tak pernah dianggap. Mungkin, bagi mereka Lorens tak lebih dari putri asing. Jadi, mengapa dia harus takut jika keberadaannya diketahui? Lorens mengedarkan pandangan. "Dicari tak terlihat, dibiarkan muncul sendiri," gumamnya saat menangkap keberadaan Harrison. Pria itu berada di dekat barisan kesatria yang bersiap menaiki kuda. Kedua adiknya yang lain juga terlihat sedang berbincang.

Damian merangkul sang istri yang tampak rapuh. "Doakan yang terbaik untuknya."

Airin mengangguk samar. Sebagai seorang ibu sekaligus permaisuri kerajaan Demoones, berat rasanya memutuskan menikahi sang putri dengan pembunuh anaknya yang lain. Tetapi ternyata Dewa memiliki rencana untuk Illona. Airin menghela nafas. Nasib rakyat Demoones sedang dipertaruhkan. Dia meremas tangan sang suami, meminta kekuatan. Kalah atau menang tetap akan meninggalkan luka. Putri bungsunya telah memilih keputusan yang berat. Sebagai seorang ibu Airin hanya berharap Dewa memberikan kebahagiaan untuk keluarga baru sang putri.

Illona melambaikan tangan kearah kedua orang tuannya. Airin dan Damian membalas lambaian tangan itu, senyum keduanya mengiringi langkah kuda yang berjalan menjauh.

Rakyat yang berkumpul di luar kerajaan, meneriaki nama sang putri dan suami. Bunga mawar tampak berjatuhan dari tangan-tangan rakyat yang berbaris di garis terdepan.

Illona melemparkan senyum. Tangannya yang memegang tirai bergetar, mengeluarkan keringat. Dia merasa jantungnya sedang dibelah dan dipisahkan. Illona mencoba mengingat-ingat statusnya, sebagai seorang putri kerajaan. Tak adil? Sepertinya kata itu terlalu kasar untuk menggambarkan kehidupan sang putri yang beruntung.

Hidup di dalam kerajaan. Tidur di tempat nyaman, segala yang diinginkan selalu terpenuhi. Illona menutup tirai saat rakyatnya sudah tak terlihat.

Dia memang selalu mendapatkan semuanya. Kasih sayang, barang, kehorrmatan, dan segala yang diinginkan para wanita. Tetapi hanya satu yang tidak bisa! Kehidupan bebas. Ya, memang begitu hidup sebagai putri. Menikah, melahirkan penerus, dan menjaga suami.

Ketukan dari samping kiri membuat Illona reflek membuka tirai. Di sana Harrison sedang mengendalikan kekang kudanya. Wajah sang putra mahkota berkilauan diterpa sinar mentari. Manik biru itu menatap Illona hangat, seolah dinginnya salju mampu membuat Illona membeku. Sedangkan kedua pangeran yang berkuda di belakang sang kakak, saling bersiul. Mereka mencuri-curi pandang kearah Illona yang muncul dari jendela kereta.

"Berhenti mencari perhatianku," ucapnya setengah berteriak.

"Apa kau baru bersuara Gion?" tanya Lion, bingung.

"Tidak," jawab Gion cepat. "Mungkin penunggu lembah."

Illona memajukan wajah. Bisingnya angin, membuat wanita itu tak bisa mendengar dengan jelas perkataan apa yang keluar dari mulut kakak-kakaknya.

"Duduk yang benar Illo," peringat harrison. "Jika seperti itu kau akan terjatuh."

Gion dan Lion kompak menoleh kearah jendela kereta. Wajah menggemaskan sang adik muncul, membuat mereka tak kuasa jika tak menggoda.

Kedua pangeran saling berpandangan. Mereka menarik kekang kuda lebih kencang agar bisa bersisian dengan putra mahkota.

"Hentikan pikiran bodoh kalian." Harrison memperingati kedua adiknya.

"Apa?" tanya Gion polos.

Putri Illona (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang