05 . Hiasan rambut.

264 36 2
                                    

Di atas peraduan yang nyaman. Tampak seorang wanita dan pria yang saling mendekap, berbagi kehangatan. Cahaya mentari yang mengintip dari celah-celah fentalasi tampak tak mampu mengusik sang wanita yang masih terlelap. Sang pria mendaratkan kecupan-kecupan singkat di kening wanitanya.

Wanita itu menggeliat dalam tidurnya. Tak lama manik yang ditunggu kehadirannya muncul diiringi desahan kecil.

Manik biru itu mengerjap beberapa kali. Matanya yang bulat mengedip-ngedip layaknya anak kucing yang kebingungan di padang gurun.

"Selamat pagi," sapa Luis, kembali mendaratkan kecupan dalam di kening sang istri. "Bagaimana tidurmu?"

Illona menampilkan ekspresi tak mengerti. Wanita itu mengamati wajah pria di atasnya. Illona terdiam sebelum memekik keras.

Raja Samer itu tersentak kaget. Tubuhnya langsung bergerak untuk bangkit duduk. Kini dirinya yang menampilkan ekspresi tak mengerti.

Illona meraba tubuhnya dari balik selimut. Matanya tak lepas dari pria yang dengan kurang ajar mencium keningnya.

Luis yang melihat tingkah sang istri meledakan tawa. Alisnya terangkat mengejek. "Apa kau berpikir aku sudah melakukan sesuatu pada tubuhmu?" tanyanya di sela-sela tawa.

Illona mendengus. Wanita itu bangkit duduk, menatap menyelidik pria di hadapannya.

Luis berdeham. Kepalanya tertoleh kesatu sisi, menatap geli wanita yang sudah resmi dinikahinya. "Jangan menatapku seperti itu!" ucapnya keberatan. "Kau menatapku seolah aku pencuri yang patut diwaspadai."

Illona bersedekap dada. "Kau memang pencuri."

"Memangnya aku mencuri apa?" tanya Luis tak mengerti.

"Kau mencuri ciuman dariku di saat aku masih tertidur."

Luis melongo. Mulutnya membuka tak percaya.

Illona mengibaskan tangan. Wanita itu menyibak selimut yang menutupi kaki dan berjalan menuju lomari pakaian.

Diam-diam Luis mengulas senyum. Pria itu bangkit berdiri menghampiri jendela yang masih tertutup gorden. Tangannya menggeser gorden-gorden lalu membuka jendela. Membiarkan cahaya mentari dan udara pagi masuk kedalam kamar Illona yang tak terlalu besar.

Pria itu menghirup aroma bunga yang tumbuh di halaman pafiliun sang istri. Kupingnya menangkap suara Illona yang menggerutu. Luis membalikan tubuh. Di sana sang istri sedang berjalan menuju pintu yang terletak di sudut ruangan. Pria itu juga ingin mandi. Tetapi melihat sikap istri barunya, dia pikir Illona tak akan senang melihat kehadirannya di dalam kamar mandi yang sama. Luis mendengus. Kakinya berjalan mendekati kursi. "Menunggu Illona mandi tak ada salahknya, bukan?" gumam Luis, bertanya pada dirinya sendiri.

Beberapa menit berlalu. Tetapi belum ada tanda-tanda dari pintu kamar mandi yang akan dibuka. Luis memaki dirinya di dalam hati. Pilihan menunggu wanita selesai mandi, adalah pilihan yang salah. Illona adalah wanita seutuhnya. Wanita bangsawan kerajaan yang dituntut sesempurna mungkin. Bukan seperti dirinya atau kesatria yang hanya akan mandi lama jika memiliki agenda resmi.

Luis mengelus perutnya yang berbunyi. Sarapan pagi pria itu dilewatkan begitu saja. Melihat wajah Illona yang terlelap damai, membuat Luis enggan beranjak.

Suara derit pintu yang dibuka memutuskan lamunan sang Raja Samer. Ekor matanya menangkap tubuh Illona yang tampak segar. Bau harum madu menyeruak dari pintu kamar mandi yang terbuka.

"Apa sudah selesai?"

Illona melirik sekilas pria yang duduk di atas kursi. Tangannya menggenggam sebuah sisir dan memulai aktivitas wajibnya.

Perkataan Luis diabaikan begitu saja. Raja Samer itu tak mau ambil pusing. Dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi, menutup pintu kasar.

Illona mengabaikan suara keras dari belakangnya. Wanita itu mengulas senyum saat menatap hiasan rambut berbentuk kerang di tangan kanannya. Hiasan rambut itu pemberian dari Aiden tahun lalu saat perayaan bulan purnama.

Pagi ini putri bungsu Raja Damian memakainya. Wanita itu terlalu rindu dengan sang pangeran kedua dari kerajaan Holl Hingga rasanya ingin sekali memakai hiasan rambut itu.

***

"Pangeran Lion datang berkunjung!"

Suara lantang kasim menyentak Lorens. Menyadarkan wanita itu dari rencana yang sedang disusunnya.

Lorens menyeruput isi dari cangkir di tangan. Matanya memperhatikan pintu utama pafiliun yang terbuka. Senyumnya mengembang saat pangeran kedua berjalan semakin masuk kedalam kediamannya.

Anak ketiga Raja Damian itu mengangguk sopan sebelum menempati kursi yang berada tepat di depan sang kakak.

Putri Illona (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang