25. Tirai.

89 17 0
                                    



"Pelayan!" seru Luis pada seorang wanita yang sedang membongkar isi kereta.

Wanita yang merasa dipanggil berbalik dan membungkuk sopan."Saya tuan."

Illona melepaskan tangan Luis yang melingkar di pinggangnya. Ini terlalu intens dan dia belum terbiasa. Illona merasakan hawa panas menyelubungi tubuh saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan tatapan para kesatria. Sebenarnya tak ada yang salah, bukan? Luis suaminya.

Raja Samer menggenggam tangan kanan sang istri, menghentikan gerakan kecil Illona yang memberontak. "Persiapkan keperluan kami!" katanya memerintah dan berlalu pergi dengan Illona di sampingnya.

"Bisa lepaskan aku?" bisik Illona.

Luis bergeming. Langkah pria itu begitu ringan dan pasti.

Illona mendengus. Hubungan di antara mereka tidak seperti ini! Sepertinya dia harus menyadarkan Raja Samer. "Lepas!" perintahnya ketus, tak mau dibantah. "Jangan mengharapkan sesuatu dariku."

Luis menghentikan langkah. Di hadapan pria itu terjejer rapih gentong-gentong besar berisi air. "Mandilah! Aku tidak akan mengganggumu." Luis melepaskan tangannya. Dia berjalan memasuki tirai yang dipersiapkan khusus untuk bangsawan kerajaan.

Pelayan yang berjalan di belakang, menunduk menghadap sang tuan. "Maaf Putri. Ini keperluan Raja Luis." Dia menyodorkan barang yang dibawanya.

Illona melirik sekilas keranjang yang berisi beberapa helai pakaian dan peralatan mandi. Menarik nafas, dia melambaikan tangan kearah pria yang berdiri tak jauh. Illona tak mengetahui nama pria itu, dia tak mengenalnya. Tetapi tmelihat dari pakaian yang dikenakan, sepertinya pria itu memiliki kedudukan yang penting.

Jendral Zo mengerutkan alis. Matanya menyapu sekeliling, memastikan lambaian tangan itu memang ditujukan untuknya. "Saya Putri?"

Illona mengangguk. Jendral Zo melangkah mendekat, membungkuk, dan memberi salam.

Illona tersenyum. "Bisa bantu aku?"

Jendral Zo mengangguk.

"Tolong berikan ini pada Luis." Illona meraih keranjang yang dibawa pelayan dan memberikannya. "Luis ada di sana!" Tunjuknya pada kain bermotif burung finix.

Jendral Zo mengangkat wajah, menatap bingung istri sang raja. "Memangnya kenapa tidak putri sendiri yang memberikannya?" tanyanya sedikit keberatan.

Illona mengangkat alis, memastikan. "apa kau baru saja bertanya?" tanyanya sedikit tersinggung.

Jendral Zo tersenyum. "Maaf. Apa sebaiknya putri sendiri yang memberikannya?"

"Tidak ada waktu." Illona melangkah pergi. Dia sedikit tak menyukai keberanian pria itu yang Terlalu banyak bertanya dan begitu lancang.

Jendral Zo menatap kepergian wanita di hadapannya dengan tatapan yang tak terbaca. Dia menghela nafas dan berjalan mendekati keberadaan sang raja.

"Kau bisa persiapkan keperluanku!" ucap Illona pada pelayan yang berjalan di belakang. Dia terus melangkah, tampak enggan menatap lawan bicaranya.

"Saya akan mempersiapkannya."

Illona mengibaskan tangan, mempersilahkan pelayan itu untuk pergi. Dia memasuki tirai yang tak jauh berbeda dengan sang suami. Manik birunya menyapu sekeliling, memperhatikan tempat yang akan dijadikannya kamar mandi.

Tempat itu bisa dibilang tak layak. Tetapi dia bukan sedang berada di dalam kerajaan! Dia sedang berada di alam bebas. Dataran yang hanya di kelilingi kain sebagai penutup, sudah menjadi tempat yang biasa ditemukan saat di medan perang. Illona mendengak, mengitari ujung-ujung kain. Begitu rapat dan lumayan tinggi. Dia menjijit, mencoba menggapai tetapi tak sampai.

Illona mendesah lega. Tak akan ada yang mengintipnya, kan? Jika pun ada sepertinya orang itu sudah bosan hidup. Mengintip keluarga bangsawan adalah kesalahan yang tak terampuni. Rasanya royalitas antar kesatria juga tak dapat dikhawatirkan.

"Putri!" Suara wanita terdengar dari luar.

Illona menyibak kain di hadapannya hingga setengah. Keranjang berisi pakaian dan alat mandi menyapa maniknya.

Putri Illona (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang