Part 2

280 42 2
                                    

Warning! Part ini ber-rating 21+. 

Harap reader-nim yang masih dibawah umur dapat memilih cerita dengan bijak. 

***

Kondisi Siwon justru semakin memburuk. Siwon selalu murung, bahkan jarang berada di rumah. Padahal orangtua mereka sedang pergi untuk bulan madu yang ke dua dan Yoona sendirian di rumah. Siwon belum pernah mengabaikan Yoona seperti itu, namun sekali lagi, Yoona mencoba memahaminya.

Siwon sedang mengalami masa sulit.

"Tidak apa-apa, Sunny. Aku bisa mengatasinya. Kita sedang membicarakan Im Siwon di sini. Ia adalah kakakku. Pria terbaik ke dua setelah ayahku. Semua akan baik-baik saja." ucap Yoona pada ponselnya yang tersambung dengan sahabatnya.

Di seberang telepon, Sunny menghela napas.

"Aku tahu. Namun kau tidak harus sendirian di dalam rumah besarmu itu. Kau bisa menginap di rumahku." sahut Sunny. Sekali lagi, berusaha membujuk agar Yoona mengungsi sementara ke rumahnya. Toh, jarak antara rumah mereka hanya beberapa blok. 

Yoona menggeleng sebelum sadar bahwa sahabatnya tidak bisa melihatnya. 

"Aku baik-baik saja, Sunny. Lagi pula aku harus menunggu Siwon. Tadi siang Carvert Rawlins datang dan mencarinya. Aku tahu mereka memiliki proyek penting untuk perlombaan film indie itu. Aku tidak bisa membiarkan Siwon merusak impiannya." balas Yoona.

"Baiklah. Bagaimana persiapanmu untuk kuliah? Ibuku begitu sibuk menyuruhku membeli koleksi baju baru. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya. Demi Tuhan, kita ini kuliah di jurusan Teknik Sipil. Apa gunanya memiliki baju bagus dan menarik? Aku yakin kita akan lebih nyaman mengenakan kaus dan jeans. Apalagi Korea adalah negara yang cukup konvensional. Oh ya, aku begitu iri denganmu yang memiliki darah Korea asli. Aku yakin kau akan nampak cantik sedangkan aku terlihat aneh di sana."

Yoona tertawa dan hingga satu jam kemudian, mereka tetap membicarakan topik seputar kuliah. Mereka begitu antusias, karena takdir seakan mendukung persahabatan mereka; mereka diterima di universitas dan jurusan yang sama. Semuanya akan berjalan dengan menyenangkan. Yoona sudah tidak sabar untuk kembali ke negara yang menjadi kampung halamannya itu.

Entah mengapa, di saat teman-temannya berlomba untuk masuk ke universitas ternama dunia, Yoona justru sangat ingin kembali ke Korea. Yoona memang tumbuh besar di New York, namun Yoona tetap ingin mengenal negara tempat ayah kandungnya berasal. Yoona berpikir dengan begitu, ia bisa mengenal ayahnya yang meninggal kala ia masih dalam kandungan. Ibunya tak pernah membicarakan ayahnya, hanya memberi sebuah album foto yang penuh berisi perjalanan cinta mereka.

Ditengah obrolan, Yoona mendengar suara pintu dibuka. Pintu yang berada tepat di depan pintu kamarnya. Pintu kamar Siwon. 

"Sepertinya Siwon pulang. Aku akan menghubungimu lagi besok. Selamat malam, Sunny." ucap Yoona lalu memutuskan sambungan.

Yoona merangkak turun dari tempat tidurnya, kemudian berjalan menuju kamar Siwon di seberang kamarnya. Kamar itu gelap, namun pintunya terbuka. Perlahan Yoona melangkah masuk, menemukan Siwon duduk menyandar pada ranjangnya dengan kepala menunduk.

"Siwon, ada apa?" tanya Yoona seraya berlutut di hadapan Siwon.

Ketika mencium bau yang aneh, Yoona kembali bertanya, "Apa kau mabuk?"

Siwon tetap tidak menjawab. Ia justru mengulurkan kedua tangannya dan memeluk Yoona erat. Napasnya semakin berat dan Siwon bergumam.

"Mengapa kau melakukan itu padaku, Tiffany? Aku mencintaimu. Tidak bisakah kau melihatnya? Aku mencintaimu."

"Siwon, lepaskan aku." pinta Yoona seraya menarik mundur tubuhnya.

Namun Siwon yang telah berada di bawah kontrol alkohol tidak bisa memahaminya. Ia terus memeluk Yoona dan menganggapnya sebagai Tiffany. Yoona berusaha melepaskan diri dengan seluruh tenaganya, namun apalah dayanya melawan Siwon yang memiliki tubuh dua kali lebih besar darinya.

Yoona menjerit ketika Siwon menariknya ke tempat tidur, lalu menindihnya.

"Kau adalah milikku, Tiffany. Kau tidak akan bisa pergi dariku. Aku mencintaimu." ucap Siwon.

***

Jeritan Yoona bertambah keras, berharap salah satu pembantunya mendengar. Namun rumahnya begitu besar, hingga hampir mustahil suaranya mampu mencapai bagian belakang lantai dasar rumahnya. Yoona terus meronta, menendang, juga memukul. Sementara Siwon merobek pakaian tidurnya hingga menampilkan kulit Yoona, lalu meredam jeritan Yoona dengan mulutnya. Melalui ciuman yang kasar.

Air mata Yoona mengalir tak tertahankan. Semua ini tidak mungkin terjadi. Namun rasa panik yang menyeruak di dadanya begitu nyata. Semua ini bukanlah mimpi. Kegelapan di sekitarnya menelan Yoona, membungkusnya dalam teror sempurna sementara tubuhnya tak berdaya. Rasa jijik Yoona bertambah semakin besar, namun rasa sakitnya mengalahkan semuanya.
Yoona berteriak putus asa, meski sia-sia. Bagian sensitifnya diterjang begitu keras hingga melumpuhkan sarafnya, tenggelam dalam perihnya.

Yoona merasa semua itu berjalan begitu lama. Amat lama. Rasa sakit semakin tak tertanggungkan. Yoona merasa lebih baik mati saat itu juga. Namun rasa perih akibat gerakan kasar di bawah sana tetap menjaga Yoona dalam kesadarannya. Ketika Yoona merasa semuanya tidak akan bertambah buruk, cairan hangat menyembur di dalam tubuhnya. Menambah rasa sakit abadi dalam hatinya.

Yoona menangis dengan tubuh membeku, berharap kegelapan akan menenggelamkannya seutuhnya. Agar ia, Im Yoona, tak harus melihat mentari lagi.

***

Song for Unbroken Soul - Taehyung Yoona VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang