6). Ketakutan Renaya

69 42 70
                                    

Happy Reading

°

°

Sekarang Hiekal tengah berdiri di depan gerbang rumah Renaya, setelah pulang sekolah ia duluan untuk pulang kepada tiga temannya kerena ia sudah bilang akan mengunjungi rumah Renaya.

Rumah nya tidak terlalu besar, cukup sederhana dengan model rumah lama tapi cukup bagus, rapi dan terjaga. Di lingkungan sekitarnya juga tidak begitu ramai dengan kendaraan, hanya pohon rindang yang sejuk dengan beberapa rumah yang juga sama-sama sederhana. Jauh beda dengan tempat tinggal Hiekal yang mewah, rumah nya saja terbilang cukup mewah dan berada di lingkungan yang selalu ramai dengan orang-orang yang selalu berlalu lalang dengan pakaian jas nya.

Hiekal melihat Renaya sedang menyiram tanaman di halaman, ia terlihat cantik dengan rambut yang di ikat walau tidak semua rambutnya kebawa terikat karena ia memiliki rambut yang pendek.

"RENAYA!"panggil Hiekal masih di depan gerbang.

"RENAYA!!"Renaya masih belum mendengar panggilan dari Hiekal.

Kok gak kedengaran sih sama si Renaya, perasaan gue teriak nya udah gede dehhh....

Batin Hiekal.

"RENAYA..."panggil nya lagi.

Tiba-tiba mobil sedan berhenti tepat di depan Hiekal, keluar sosok laki-laki yang lebih tua dari Hiekal mungkin seumuran anak kuliahan, namun dia terlihat memakai jas hitam dengan sepatu kulit, ia juga sangat tampan dan tinggi. Ia melihat ke arah Hiekal dengan tatapan ramah.

"Siapa yah?"tanyanya.

"Ss-aaya, Hiekal."

"Temennya Renaya?"

"I-yya."

"Oh, bentar saya panggil dulu Renaya nya,"ucapnya lalu membuka gerbang.

Laki-laki itu adalah Kakak dari Renaya, kedua orang tuanya kini berada di Jakarta dengan kakak nya ini. Kak Evan namanya, Evan Fadhad. Ia sering mengunjungi sang adik ke Bandung saat ada waktu luang, karena maklum lah Evan sekarang tengah kuliah belum lagi ia juga sering bekerja untuk menambah pemasukan.

"Aya!"panggil Evan.

Renaya masih belum bisa mendengar.

Evan memegang pundak adiknya itu, lalu Renaya tersentak kaget ketika ia membalikkan badannya ternyata itu adalah kakak nya.

"Kakak?"ucap Renaya kebingungan bercampur senang.

"Kebiasaan deh kalo lagi di luar mending pake hearing aid nya, tuhh ada yang nyariin,"jelas Evan.

Tapi Renaya hanya mengerutkan alisnya tidak mengerti dengan apa yang di katakan Kakak nya.

Astaghfirullah Evan! Adik lo ini tuli bego!!

Batin Evan.

Evan menunjukan Hiekal kepada Renaya dengan jari telunjuknya, Hiekal pun mengayunkan tangannya ke arah Renaya.

Renaya melotot kaget, kenapa Hiekal ada di sana? Ngapain dia ke sini?

Renaya pun berlari ke dalam rumah berniat untuk mengambil hearing aid nya.

"BENTAR RENAYA NYA AMBIL DULU ALAT PENDENGARAN NYA,"ucap Evan lalu ia pun masuk ke dalam rumah. Evan tidak sadar dengan apa yang sudah ia ucapkan, ia benar-benar keceplosan.

Alat pendengaran? Renaya tuli? Kok?!bentar anjig ini apa sih?

Jangan-jangan waktu itu yang pake Renaya bukan headset melainkan alat pendengaran nya? Ah gak percaya gue...

Hiekal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang