Warning! alur makin berantakan.
Kemungkinan karakter ooc.
.
.
.
.
Tsumugi saat ini berdiam diri di kamarnya, pikirannya melayang akan permohonan lirih yang terucap oleh Yura.
"Tolong jaga Hisake, Ia dalam bahaya."
Meski sempat menganggapnya angin lalu, namun rasa terhantui selalu mendominasi membuat penasaran membuncah tinggi.
"Ada apa, Tsumugi?" kalimat tanya itu keluar saat Otoharu melihat putrinya bimbang.
"Hm, aku hanya sedang memikirkan Hisake-san."
"Ada apa dengannya?"
Tsumugi menatap lekat wajah rupawan sang ayah; menimbang untuk menceritakan masalahnya atau tidak. Ia menghela napas, berharap ia mengambil langkah yang tepat untuk menceritakan hal ini.
"Bagaimana kalau kita mencari tahu latar belakang Hisake-kun," saran Otoharu.
"Aku rasa itu saran yang bagus."
"Kalau begitu Tou-san akan membantu semaksimal mungkin."
*
"Yura, apa kamu tidak bisa duduk tenang bersama yang lain?" tanya Mitsuki dengan perasaan kesal.
"Tidak. Aku kan ingin membantu."
Perkataan Yura membuat Mitsuki bertambah dongkol, jika ia benar membantu memasak pemuda bersurai jingga itu tidak akan melarangnya dan akan merasa senang namun kenyataannya, sejak tadi Yura hanya mencecokki Mitsuki dalam memasak.
"Yura, bagaimana dengan Tora-nii dan yang lainnya?"
Pertanyaan itu mengambil seluruh atensi Yura, Ia meninggalkan dapur untuk duduk di dekat Riku, membuat Mitsuki bersyukur dan mengucap terima kasih pada Riku.
"Hum, mereka baik dan terlalu sibuk bekerja," ujarnya diakhiri dengan nada kesal.
"Mau bagaimana lagi mereka harus bekerja dengan profesial,"timbal Riku.
"Perkataanmu terdengar mirip dengan seseorang berambut pink pucat," celetuk Mitsuki yang baru saja bergabung sambil membawa masakan yang dimasaknya.
Mata Yura berbinar melihat makanan yang tersaji, "Ini terlihat sangat enak," ucapny dengan mata yang tak pernah lepas dari makanan di depannya.
"Bukan hanya tampilannya yang enak Yucchi, tapi rasa masakan Mikki juga sangat lezat," Tamaki menimpali.
"Hisake-nii, bagaimana menurutmu?"
Hisake tersentak dengan pertanyaan yang tiba-tiba Yura tujukan padanya, "Ah, iya masakan Mitsuki enak," jawab Hisake seadanya.
Riku mengkerutkan dahinya melihat interaksi dengan Hisake dan Yura, dalam benaknya Ia bertanya, bukankah ia tidak menyukai Hisake saat bertemu.
"Riku-nii tenang saja, aku punya alasan dengan semua yang aku lakukan," bisik Yura pada Riku.
~Ding Dong~
Suara bel mengintrupsi percakapan mereka.
"Biar aku saja yang buka," Riku menawarkan diri.
Pemuda dengan surai pink pucat itu adalah hal pertama yang Riku lihat saat pintu teleh sepenuhnya terbuka.
"Tenn-nii!" ingin rasanya ia berlari dan memeluk erat sang kakak saat ini, perasaan rindu yang menyiksa ini ingin segera ia lenyapkan.
"Riku, kamu berada di sini?" panggilan Tenn menyadarkan Riku dari lamunannya.
"Ah, silakan masuk Tenn-nii. Nanti aku jelaskan di dalam."
Tatapan mata Tenn menajam saat melihat Hisake yang duduk berhadapan dengannya, "Kenapa harus aku yang di sini?"
"Kenapa malaikat modern harus datang kemari?"
"Heh, kamu sekarang membela anak ini, ya. Padahal hari itu kamu begitu tidak menyukainya."
"Apa kalian tidak bosan berdebat?" ujar Sougo dengan aura yang menghitam di belakangnya tidak lupa senyum yang menambah kesan mengerikan pada pemuda berambut ungu itu.
"Mina, sebaiknya kita segera menyelesaikan makan kita sebelum Sou-chan mengamuk," celetuk Tamaki.
Mereka melanjutkan acara makan mereka, kali ini tidak ada obrolan hanya bunyi antara leper dan piring yang saling beradu.
"Sekarang bisa kamu jelaskan, Riku?"
Di lain tempat Otoharu menemukan sebuah fakta yang tidak pernah ia dengar dari Riku maupun Hisake tentang masa kecil mereka.
"Aich Suice, nama dokter yang selalu menangani Riku sewaktu kecil," pria itu menghela napas, "Apa saja yang tidak kuketahui tentang idol-ku sendiri," gumannya. Matanya tidak lepas dari biodata dokter yang ada di layar laptopnya.
"Tousan, ada apa?" Tsumugi menghampiri ayahnya.
"Ah, Tsumugi, Tousan menemukann orang yang menarik dari masa lalu Riku-kun,"Otoharu menunjukkan data yang didapatnya pada Tsumugi.
"Tousan, rasanya aku mengambil langkah yang tepat untuk mengetahui masa lalu mereka," ujar Tsumugi.
"Tousan juga berpikir seperti itu," Otoharu memandang teduh wajah putrinya, "Tousan, merasa putri kecilku sekarang sudah dewasa," ia mengusap penuh sayang pucuk kepala Tsumugi.
Tenn saat ini bersama dengan Riku di kamarnya.
"Tenn-nii, apa tidak apa kamu bermalam di sini?" Riku membuka suara.
"Tidak," jawab Tenn singkat.
Sunyi kembali menghampiri kala kedua orang itu enggan untuk menyuarakan suaranya, Tenn masih menatap Riku dengan penuh makna.
"Apa kamu tidak mengingat apapun tentangku?" gumannya yang masih jelas terdengar di telinga Riku.
"Mengingat apa?" Riku berusaha untuk bersikap normal menghadapi pertanyaan yang begitu dihindarinya.
"Bukan apa-apa, em, apa kamu tidak memiliki jadwal hari ini?"ujarnya mengalihkan pembicaraan.
"Aku rasa tidak ada untuk hari ini, Tora-nii mengatur jadwalku dengan sedikit kegiatan," Riku mengerucutkan bibirnya; kesal.
"Aku rasa ia melakukan itu untuk kebaikanmu," timbale Tenn.
"Hum, aku rasa seperti itu. Nee,Tenn-nii temani aku buat kue untuk member idolish7, ya?" pinta Riku.
"Kue? Untuk apa? Seingatku tidak ada yang ulang tahun hari ini?"
"Em, tak ada alasan khusus, aku hanya ingin membuatnya, yah, lagipula ini bisa dibilang sebagai ucapan terima kasih untuk mereka. Jika Tenn-nii keberatan biarkan aku melakukannya sendiri."
Tak tega rasanya Tenn membiarkan adiknya menampakkan raut wajah kecewa seperti sekarang, membuatnya tanpa sadar mengiyakan ajakan itu,"Lakukan saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade away 「Hiatus」
FanfictionPerlahan menghilang seperti api yang perlahan padam meninggalkan gelap menemani kesendirian