................

186 17 3
                                    

Di musim semi ini bunga sakura terlihat cantik. Namun keindahan itu tak membuat anak berambut crimson tersenyum.

"Aich-san, apa kehadiranku tidak diinginkan oleh mereka?" pertanyaan itu terlontar dari bibir manis anak lelaki di depannya.

"Kenapa kau berpikir seperti itu, hm?"

"Setiap Riku melakukan sesuatu, Okaa-san dan Otou-san, pasti menganggap itu salah, sedangkan ketika Hisa melakukan sesuatu bahkan hal yang salah mereka tetap memujinya. Tenn-nii juga sering bertengkar denvan mereka karena diriku. Rasanya kelahiranku sebuah kesalahan di dunia ini," raut wajah anak itu sendu, terlalu berat beban yang dipikulnya bahkan usianya masih terlalu dini.

"Riku, kelahiranmu adalah anugerah, Tenn tidak pernah mempersalahkan dirimu bukan? Jika orangtuamu tidak menghiraukanmu masih ada nii-sanmu yang akan selalu ada untukmu"pria berambut hitam berjas dokter--Aich--memberi saran.

"Tapi aku juga ingin merasakan bagaimana disayangi oleh orang tua seperti Hisa," lirihnya namun masih dapat ditangkap oleh Aich.

"Kalau Riku ingin merasakan kasih sayang seorang ayah, aku bisa memberikannya untukmu. Mungkin aku hanya seorang asing tapi aku menyayangimu sejak awal pertemuan kita di rumah sakit ini."

"Aku..."

"Apa yang kamu lakukan pada adikku hingga membuatnya sedih?" ucap Tenn menyela pembicaraan kedua orang tersebut.

"Tenn-nii!"

"Riku, katakan apa yang Papa katakan padamu itu bukan hal jahat, sehingga kakak brocon-mu ini tidak perlu menatap tajam Papa!" ucap pria berjas putih tersebut.

"Papa?"beo kedua anak tersebut sambil melihat Aich pergi meninggalkan mereka.

"Riku apa maksud orang tua itu mengatakan kata Papa?" ujar Tenn tanpa sadar menekan Riku.

"Maaf, aku mengatakan ingin merasakan figur orangtua pada Aich-san dan dia menawarkan menjadi figur ayah untukku." Riku berucap penuh sesal, seharusnya ia bisa menahan rasa haus kasih sayangnya.

"Apa kamu merasa nyaman dengannya? Apa kamu bahagia saat dia memanggil dirinya Ayah padamu?"

Wajah Riku yang awalnya menunduk langsung menatap mata sang kembaran.

Tenn menghela nafas, tanpa Riku menjawab pun Ia sudah tahu jawabannya--Riku terlalu mudah untuk dibaca.

"Aku tidak keberatan dia menjadi ayah ataupun papamu tapi aku tidak akan memaafkannya jika ia berani menyakiti dirimu, Riku." Ujar Tenn penuh keseriusan.

Sepasang saudara kembar itu tidak menyadari jika sedari tadi Aich terus memperhatikan mereka.

"Aku tidak akan menyakiti Riku, Tenn.  Dia calon anak, ah tidak sekarang dia anakku." Ucapnya tiba-tiba.

Tenn memutar bola matanya, bosan. "Aku belum memberimu izin, jika kamu lupa."

"Bukankah tadi kamu sudah memberiku lampu hijau. Ah, aku punya ide! Bagaimana jika kamu juga menjadi anak angkatku Tenn."

"Tcih, tidak terima kasih."

"Riku, sekarang aku adalah Papa-mu. Jangan sungkan untuk menceritakan apapun," ucapnya samvil mengusap sayang krpala Riku.

"Papa!" Riku berucap semangat, binar dimatanya menjadi lebih cerah dari biasanya. Ini kali pertama ia merasa sebagai seorang anak.

Melihat itu tanpa sadar membuat Tenn tersenyum.

"Tenn kamu juga jangan sungkan untuk menceritakan apapun dengan Papa." Usapan sayang juga Aich berikan kepada Tenn.

Meski malu Tenn tidak menolak bentuk usapan sayang itu. Ingatkan ia jika Ia hanya anak kecil yang masih membutuhkan perhatian.

"Aku akan mengurus pasien lain. Jadi kalian tolong tetap disini ya, kesayangan-kesayangan Papa." Ucapnya dengan lembut.

"Tenn-nii, apa kita bisa terus bersama?"

Tenn terdiam seribu bahasa atas pertanyaan mendadak yang Riku lontarkan.

"Aku tidak tahu" lirihnya

Semakin hari hubungan Sang kembar dan Aich sebagai Figur ayah semakin dekat, bahkan setelah keluar rumah sakit mereka lebih sering berada di rumah Aich, sang ayah angkat bahkan kini Tenn juga memanggilnya Papa.

"Papa!"

"Riku, jangan berlari!" ucapnya sambil menggendong Riku yang sudah berada di depannya.

"Sekarang katakan kenapa anak Papa berlari, hmm?"

"Tenn-nii bilang masakan Papa enak," ucap Riku dengan santai tanpa menghiraukan wajah sang kembaran yang memerah bak tomat.

"Aku tidak mengatakan itu! Papa kenapa lama pulangnya?" Ia mengelak sambil memberi pertanyaan untuk mengalihkan topik.

"Kalau begitu Papa akan memasakkan makanan enak setiap harinya untuk kalian dan Maaf, Papa pikir tadi pekerjaan Papa akan cepat selesai ternyata tidak bisa. Maafkan Papa anak-anak kesayangan Papa." ucapnya sambil berusaha memeluk keduanya.

Riku menyambut hangat pelukan tersebut sedangkan Tenn menghindar agar tak terjangkau tangan panjang Aich--Ia malu juga gengsi.

Hari-hari itu begitu menyenangkan hingga tiba dimana keadaan mengharuskan Aich berpisah dari mereka.

***

Pria iti tersenyum mengingat semua kenangan bersama anak-anak angkatnya. Ah, Ia tidak sabar melihat bagaimana mereka sekarang.

Ia mendorong kopernya melangkah menjauh dari bandara Narita. Perjalanan dari negaranya ke Jepang cukup melelahkan namun itu akan terbayar ketika bertemu kedua malaikatnya.

Ah, Aich rindu dengan wajah manis mereka. Lihatlah saking rindunya Ia selalu melihat layar ponselnya tanpa berkedip.

"Dasar anak nakal. Tunggu hukuman kalian dari Papa," ucapnya sambil tersenyum

Tbc

Ayo tinggalkan pesan kalian disini? 😺

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fade away 「Hiatus」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang