-Part 12

489 69 4
                                    

07:35 pagi

Jam alarm berdering dengan sangat nyaring, bahkan mengeluarkan suara khas yang sudah biasa Jennie dengar disetiap paginya. Pagi ini kacau, Jennie terlambat bangun. Menyadari bahwa jarum jam pendek akan hampir ke angka 8, ia cepat-cepat turun dari kasur lalu segera membersihkan diri bersama Yoongi.

Beberapa saat sudah berlalu. Jennie merapikan pakaian yang sedang dikenakannya. Hari ini ia ada janji dengan seseorang, orang penting dari salah satu perusahaan terkenal di kota, Jeon Jungkook. Setelah menaruh Yoongi di sofa ruang tamu, gerakannya langsung cepat. Ia menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri lalu bersih-bersih kecil sebelum akan pergi nanti.

"Aku ingin menemui seseorang hari ini, kau jaga apartemenku dengan baik, arraseo?" Jennie sempat menoleh saat tengah memakai coat berwarna cokelat di dekat ruang tamu. "Tenang saja, aku tidak lama-lama. Sampai jumpa lagi." Semuanya sudah lengkap, Jennie membuka pintu apartemen lalu menutupnya kembali. Semoga saja ia tidak telat.



"Jadi, kau yang bernama Kim Jennie?"

"Lebih tepatnya Ahn Jennie, karena saya sudah menikah."

Pria itu menaruh kembali daftar riwayat hidupnya dimeja. Rasanya sedikit mendebarkan ketika mendadak dipanggil oleh seseorang yang merupakan atasan dari kantor dimana ia mengajukan diri.

Memang Yoongi memberikan kartu kredit untuknya, tapi ia harus menggunakannya dengan tepat, jika hanya untuk kebutuhan sehari-hari ia masih bisa bekerja tanpa mengandalkan kartu itu. Lagipula, kenapa Yoongi bisa mempunyai kartu itu padahal dia tidak bekerja sama sekali? Sangat aneh.

"Siapa nama suamimu?" Kini, giliran pria itu memandangi penampilannya, dari bawah hingga atas. Wajahnya yang selalu datar membuat aura menakutkan bertebaran.

Jennie berusaha untuk bersikap normal dan sopan, juga profesional. Kabarnya, Jeon Jungkook itu terkenal tegas, serius, dan susah ditebak. Sebaiknya hindari kontak mata ketika sedang bersamanya. "Ahn Yoongi." Pikirannya mengingat kembali wajah Yoongi dalam sekejap.

"Apa alasanmu ingin bekerja di Sejin company?"

"Karena saya ingin menambah pengalaman. Selama ini saya hanya bekerja paruh waktu, saya ingin--"

"Cukup untuk hari ini, saya masih ada rapat. Mengenai keputusannya, nanti akan ada kabar dari pihak lain." Pungkas pria itu yang langsung memotong begitu saja. Jennie menarik kembali lanjutan kalimatnya. "Semoga kau beruntung." Kemudian pria itu melenggang pergi dari penglihatan.

Benar-benar menyebalkan, Jennie tersenyum kikuk sebagai tanda perpisahan. Untung saja pria itu adalah calon atasannya, kalau tidak, sudah ia remas ginjalnya.



Bukankah itu ayahnya? Astaga, sedang apa dia di sini? Buru-buru Jennie menghindar dari jalan, bersembunyi di salah satu tembok sembari terus memperhatikan pria berpakaian formal yang tidak lain adalah ayahnya itu. Seharusnya kan Ayahnya itu sedang pergi keluar? Apa dia sudah pulang?

Tanpa sepengetahuan Jennie, Se Hoon sudah berada di dekatnya dengan niat ingin mengagetkan seseorang. Jennie masih fokus memandangi Ayahnya, pria itu sedang mengobrol dengan seseorang di depan sana, kelihatannya serius. "Jennie eonnie! Aku menemukanmu!" sentak Se Hoon sedikit berteriak, Jennie reflek meloncat menjauhi Se Hoon karena kaget.

"Astaga! Se-sejak kapan kau ada di situ?"

Se Hoon tertawa kecil tidak bersalah, "sejak Eonnie sibuk memperhatikan Appa. Eonnie, ayo main ke apartemen Eonnie, aku bosan di rumah terus." Pintanya, ekpresi wajahnya berubah membujuk. "Tadi juga jalan-jalannya membosankan, tidak ada pantai, tidak ada taman bunga yang indah. Hanya kamar hotel dan kolam renang saja. Aku juga sudah menduganya dari awal, untung Eonnie tidak ikut."

Married With A Porcelain DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang