-Part 23

160 25 6
                                    

Kepalanya terasa pusing. Yoongi segera bangkit dari kasurnya. Sorot matanya berusaha untuk melihat jarum jam dinding. Tengah malam. Ugh, kenapa tiba-tiba kepalanya seperti ini? Apa karena akhir-akhir ini ia banyak pikiran?

Sambil tertatih, Yoongi menurunkan kedua kakinya, memakai celana dengan cepat kemudian berjalan menuju dapur. Terlihat gelap, sebagian besar ruangan memang sengaja di gelapkan oleh Jennie. Di rasa posisinya sudah tepat, tangan Yoongi segera meraba dinding.

Beberapa detik kemudian lampu di ruangan itu pun menyala. Awalnya sangat menyilaukan mata, namun ia tidak memperdulikan itu, ia membuka pintu kulkas, mencari minuman segar yang dapat memuaskan kerongkongannya. Ia menduga kepalanya pusing di karenakan pikiran, jadi mungkin dengan ia meminum air segar itu bisa meredakannya. Ternyata memang benar, kepalanya sedikit membaik.

Yoongi menghela napas sendu. Ia berbalik, membiarkan tubuhnya merosot ke bawah bersandaran dengan pintu kulkas. Walau dingin, rasanya agak nyaman di posisinya saat ini untuk waktu singkat. Ia menunduk, rasa kantuk terasa menerpa wajahnya lagi.

"Yoon.. Kau sedang apa berjongkok di situ?"

Yoongi mendongak. Matanya membulat kaget saat melihat sosok wanita itu. Jennie dengan kesadaran minimnya berjalan sembari mengucek sebelah mata, bajunya yang di pakai saat ini merupakan baju yang tadi Yoongi pakai sebelum mereka tidur bersama dan dia hanya menggunakan baju itu tanpa bawahan yang terlihat. Walau baju itu kebesaran hingga menyentuh pertengahan pahanya, tetap saja Yoongi tidak bisa mencegah pipinya memerah.

"Kau lapar, hm? Mau aku masakkan sesuatu?" Jennie semakin mendekat, bermaksud memperhatikan Yoongi lebih jelas lagi.

Tapi Yoongi mencegahnya, dia beranjak menghampiri Jennie setelah menaruh botol minuman tadi di samping kulkas. "Aku tadi hanya haus. Astaga, kenapa kau ikut terbangun." Gerutu Yoongi saat tangannya berhasil meraih lengan Jennie.

Dia menggiring paksa Jennie untuk masuk kembali ke dalam kamar. Diam-diam tangannya yang lain mematikan kembali lampu di dapur itu lalu dengan lembut dia menuntun Jennie berjalan. "Bisa-bisanya dia langsung bangun dengan kesadaran seperti ini." Ujung bibirnya menarik senyuman lucu kala matanya menatap lekat wajah Jennie.

"Aku tadi berbalik, saat aku raba-raba ternyata kau tidak ada, jadi aku.. hoamm." Jennie menguap lebar dengan wajah bantalnya.

"Aku tidak kemana-mana. Lagipula ini sudah malam memangnya aku bisa ke mana."

Setelah sampai di kasur. Yoongi menidurkan Jennie, menutup kembali pintu kamar sebelum tidur di samping wanita yang diam-diam masih memperhatikannya itu. Tangannya meraih ujung selimut untuk menutupi tubuh Jennie dan tubuhnya. "Tidurlah lagi sebelum aku kehilangan kendali dan membuatmu tidak bisa bekerja." Gurau Yoongi seraya mengecup pipi Jennie.

Di kegelapan malam dan keindahan bulan, Yoongi masih dapat melihat pipi Jennie memerah dengan cepat. Dia menarik punggung belakang Jennie, membawanya ke dalam pelukan hangat dan mendapatkan sambutan yang hangat juga. Detak jantung keduanya memecahkan keheningan di malam itu sampai perlahan keduanya tertidur pulas.


"Hoamm.." Lalisa menguap sembari melakukan perenggangan singkat di tempat duduknya.

Dia terlihat kelelahan, bawah matanya juga sedikit menghitam, Jennie menyadarinya dalam sekali lihat. "Kau begadang semalam?" tanya Jennie melepas tatapannya sejenak dari layar komputer.

"Kelihatan sekali, ya?" Dia tersenyum kaku karena baru menyadari Jennie sedang memperhatikannya.

"Bawah matamu agak menghitam." Balas Jennie, jari telunjuknya mengarah ragu ke bawah mata Lalisa.

Married With A Porcelain DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang