-Part 18

200 45 10
                                    

Pizza, burger, dan soda. Semua makanan yang dibawa Seung In secara perlahan masuk ke dalam lambung Jennie. Rasanya sangat nikmat. Seolah tidak menganggap Seung In ada, Jennie terus melahap dengan tujuan mata yang mengarah ke layar televisi. Suara yang di keluarkan dari televisi memecah keheningan.

Sementara Seung In sendiri sendari tadi memperhatikan Jennie, semua tidak ada yang berubah dari diri wanita itu, kecuali statusnya. Mendengar Jennie sudah menikah tentu saja rasa kecewa dan menyesal bersarang di hatinya. Bagaimanapun, dia dulu pernah mencintai wanita itu.  "Di mana suamimu itu?" tanya Seung In memulai percakapan lagi setelah pertanyaan sebelumnya hanya di jawab hambar.

"Di kamarku." balas Jennie tidak menoleh, sengaja memberi jawaban yang pasti. Lampu di ruangan itu tidak menyala, sekeliling terlihat gelap dan hanya beberapa sudut yang terlihat di sinari cahaya rembulan. Jennie menjilat ujung jarinya, memastikan tangannya agar tetap bersih. Beberapa menit sudah di laluinya bersama Seung In tanpa sadar, jelas ia harus menyuruh pria itu untuk pergi. "Ini sudah semakin malam, kupikir lebih baik kalau kau segera pulang." Jennie menoleh, baru menyadari kalau pria di sampingnya sedang memperhatikan dengan lekat. Itu membuatnya bergidik.

"Ya, kau benar." Seung In menunduk sedikit kecewa, waktunya sangat singkat. Dia perlahan bangun dari sofa panjang, diikuti dengan Jennie. Langkah kakinya semakin mendekat ke arah pintu keluar.

"Terima kasih untuk makanannya, aku sangat menik-" perkataan Jennie terhenti saat tiba-tiba Seung In berbalik badan dan mengecup lembut bibirnya. Sontak ia mendorong dada pria itu. Jantungnya berdebar tidak karuan.

Jennie mematung sejenak, mencerna apa yang terjadi barusan. "Kau-" sorot matanya yang menjadi tajam bertemu dengan tatapan lembut Seung In. Pria di depannya seolah tidak merasa bersalah, senyuman kecil tersungging di bibir.

"Untuk yang terakhir kalinya. Terima kasih sudah mengizinkan aku bertamu, sampai jumpa di lain waktu."Benar-benar tanpa dosa pria itu pergi dari hadapan Jennie. Jennie tahu arti kalimat awal pria itu.

Suara mobil terdengar, lalu perlahan menghilang, menandakan pria itu sudah benar-benar pergi. Jennie memegang bibirnya, tepat di mana saat ia merasakan ciuman itu kembali. Ia sendiri bingung harus bereaksi apa, dalam lubuk hatinya ciuman yang tadi sangat ia harapkan dari dulu. Namun sudah cukup, itu adalah yang terakhir

Langkah seseorang dari arah tangga terdengar. Jennie segera menyadarkan dirinya, itu pasti Yoongi. Lantas ia segera berjalan menuju suara tadi, namun saat baru saja berbalik sosok Yoongi justru sudah terlihat.

Pria itu bersedekap dada, menyender ke samping dengan senyuman kecil yang sedikit seram untuk di lihat. Jennie menelan ludahnya sendiri, sorot mata pria itu membuat nyalinya ketakutan seakan ingin melahapnya detik itu juga. Apa Yoongi tau Seung In tadi datang?

"Sepertinya kau habis bersenang-senang?" Yoongi berdiri tegak, mengubah posisinya, sepersekian detik kemudian dia sudah berdiri di depan Jennie. "Siapa tadi?" wajahnya menurun, mensejajarkan sorot pandangnya dengan Jennie.

Dia dapat melihat jelas ekspresi kaku yang muncul.

Jennie segera membuang muka, membuat Yoongi menegakkan tubuhnya kembali.

"Kau darimana saja?" lirih wanita di hadapannya itu tanpa berani menoleh. Tanpa menjawab Yoongi berjalan kembali menuju ruangan yang tadi penuh dengan bekas makanan dan minuman.

Untung saja pria yang bertamu tadi sudah pergi, jika tidak, Yoongi bisa saja mematahkan tulang-tulangnya dalam beberapa kali pukulan. Kesal? tentu saja, siapa yang tidak akan kesal. Dia pikir Yoongi tidak akan tahu, padahal sendari tadi Yoongi berada di samping vas dalam bentuk boneka, memperhatikan gerak gerik yang terjadi di dalam rumah itu.

Married With A Porcelain DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang