Setelah telepon itu terputus, Eli segera menghubungi semua temannya, termasuk Aran. Dengan suara yang bergertar Eli menceritakan pembicaraan singkat ia dengan Chika.
Sesampainya di rumah Chika, benar saja gadis itu sudah berada di balkon sambil menangis.
Rambutnya sangat berantakan tak beraturan, "Chika, turun Chika!" perintah Gito yang berada di halaman rumah Chika dengan wajah yang sangat amat panik.
"Chika, buka pintu kamar kamu yaa. Mami mau bicara sama kamu sayang." Teriak Aya yang sangat khawatir kepada anak tunggalnya.
Chika menggelengkan kepalanya, ia tak mau mendengarkan perintah siapapun. "Chika cape mii, mami kira Chika ga cape apa hidup 17 tahun diatur kaya gini ? mami gapernah rasain kan rasanya jadi Chika gimana ? Chika cape miii hikss."
Eli sudah kebingungan saat melihat sahabatnya hancur di balkon itu, "Ran bantuin Ran.." Pinta Eli.
Aran membasahi bibirnya, ia juga kebingungan harus melakukan tindakan apa, terlebih ada Aya sekarang.
"Rann, tolong bantuin Chika Rann!" Pinta Olla.
"Pliss lah Rann." Juga pinta Freya yang terus menarik tangan Aran.
Fiony, ia menepuk pundak Aran tatapannya sangat teduh untuk dilihat, "Kamu pasti bisa bantu dia Ran, jangan takut sama mami. Mami pasti ngerti."
Tatapan Aran sangat kebingungan, entah apa yang harus ia lakukan, disisi lain ia sangat kesal dengan Gito. Aran sangat ingin memukul Gito, seperti Gito yang memukulnya pada saat itu.
Aran meneguk ludahnya dan melangkahkan kakinya mendekat kepada Aya dan Gito. Ia menghela nafasnya panjang.
"Aran pasti kesel sama Gito." Ucap Zee tepat di telingga Olla.
"Ckk, so tau lo!"
"Liat matanya."
Olla mengalihkan pandangannya, ia melihat teman sekomunitasnya itu menatap Gito dengan perasaan yang sangat kesal.
"Ran, lupain dulu yang itu. Bantu Chika sekarang Rann!" Teriak Olla.
Aran terdiam, ia kembali menatap Chika yang terus saja menangis di atas balkon sana. Aya pun sedari tadi tak tinggal diam, ia terus meneriaki Chika dan meminta agar Chika membuka kunci pintu kamarnya.
"Tolong Chika, pintu kamarnya di buka." Ucap Aya sembari mengusap pipinya yang mengeluarkan air mata.
"Chikaa." Panggil Aran yang akhirnya membuka suara.
"Liat aku Chika, aku di bawah!"
Chika yang berada di balkon itu tetap tak mau menatap siapapun, ia tetap menatap kedepan.
"Haha, dikira dia mau luluh sama lo ?" Sindir Gito dengan melipat kedua tanganya di dada.
Aran sedikit melirik kepada Gito, "Gue bakalan buktiin kalau gue bisa!"
"Chika, it's me, Aran!" Ucap Aran dengan memberikan senyumannya.
"Kamu gamau ngobrol sama aku lagi ? Aku punya banyak cerita yang belum aku ceritain ke kamu. Kalau kamu ngelakuin hal konyol ini, siapa yang mau dengerin cerita aku nanti ?"
"Aku bakalan beliin kamu eskrim sama coklat sebanyak apapun yang kamu mau, tapi kamu harus dengerin aku."
"Aku juga masih mau dengerin cerita kamu Yessica, kamu mau buka pintu kamar buat aku ?"
"Aran aku cape." Teriak Chika dengan menarik rambutnya.
"Iya aku tau kamu cape sama semua yang kamu jalanin sekarang, tapi yang bakalan kamu lakuin sekarang gaakan nyelesaiin semua masalah yang ada. Liat mami kamu, dia sangat amat khawatir sama kamu Chika."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐔𝐌𝐁𝐑𝐄𝐋𝐋𝐀 [𝐂𝐇𝐈𝐊𝐀𝐑𝐀]
Teen Fiction𝑲𝒂𝒎𝒖 𝒊𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒅𝒊 𝒍𝒊𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒖𝒂 𝒂𝒊𝒓, 𝑨𝒊𝒓 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒂𝒊𝒓 𝒎𝒂𝒕𝒂. -𝑨𝒓𝒂𝒏 [SLOW UPDATE]