AKU YANG SALAH

13 1 1
                                    

Kabar buruk seraya menghampiri ketika aku sedang bersenda gurau dengan beberapa siswi lain. Waktu itu, tepat sebelum aku dan Ragil menuntaskan studi di bangku SMA, pacar pertamaku yang juga merupakan teman Ragil di sebuah anggota band terlihat melintas bersama siswi lain. Kami memang berbeda kelas. Selama tiga bulan kami menjalin hubungan berpacaran sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh remaja seusia kami. Tetapi, aku tidak pernah menyangka kalau murid SMA seperti kami juga sudah mengenal perselingkuhan. Detik itu, tungkai yang kugunakan untuk berpijak menjadi lemas dengan seribu alasan. Hanya saja, Ragil mengoceh dan memberiku ceramah; seperti petang tadi ketika dia berkunjung ke rumah. Dia membuatku tersadar bahwa bukan seribu alasan melainkan hanya ada satu alasan, yang dapat membuat seseorang tampak begitu kecewa. Yakni, sebuah cinta untuk sosok yang salah.

"Jatuh hati itu mudah, Delina. Tapi, tidak semudah itu kau akan mengatasi rasa sakit usai patah hati."

Kalimat itu masih terukir jelas dalam memori kepala. Mungkin begitu pula alasan Ragil selalu bertindak seolah ia tahu pemuda mana yang baik atau tidak untukku. Satu alasan yang dia pegang hingga sekarang. Tak lain karena dia enggan melihat sahabatnya yang bernama Delina ini merasakan jatuh hati kemudian patah lagi.

"Jadi, berhentilah mengungkit perkara Arfad, Del. Seharusnya, kau juga sudah belajar dari pengalaman ketika berhubungan dengan mantan pacarmu sewaktu SMA," Ragil menegaskan kalimat itu lagi. Dia mengulangi kalimat itu seolah sedang berdiri dan berorasi.

"Tapi, ini semua takkan kuungkit kalau kau tidak menyangkut pautkan Ben ke dalam daftar pemuda-pemuda itu. Kau tahu sendiri, bukan? Ben berbeda dengan mereka. Ben tidak akan menyakitiku dengan berselingkuh atau bermain-main menggunakan taruhan seperti yang pernah Arfad lakukan," Ternyata, bibir ini masih bersikeras untuk melawan ucapan Ragil. Entah mengapa aku selalu tidak ingin kalah dalam berdebat dengan dia apa lagi persoalan cinta. Padahal, aku tahu pasti kalau sahabat lelaki satu-satunya yang kupunya itu akan mundur dan mengizinkan aku untuk menang di setiap perdebatan. Ini semua mengenai keras kepala yang tak terhindarkan. Aku benar-benar bengal.

***

Menatap piranti dengar milik Ben yang sudah diletakkan oleh Ragil. Lalu, menyaksikan dia meninggalkan rumah kedua orang tuaku tanpa sepatah kata, hembusan napas menjadi saksi akan kepergiannya baru saja. Yang kutahu pasti, Ragil tidak akan pulang ke rumah setelah melintasi pintu pagar. Dia akan berkendara menggunakan motor miliknya untuk menuju studio band. Bertemu dengan teman-teman satu grup musik adalah cara terbaik bagi Ragil untuk menghilangkan penat ketika aku tak bisa diajak berbicara.

Benda berbentuk kecil dengan inisial BJ segera kuamankan tanpa memikirkan kegiatan sahabatku itu lagi. Langkah kaki yang semula sedang berpijak di area teras telah berpindah menuju sisi dalam hunian. Kututup pintu rumah dengan rapat karena tak ada tanda-tanda tamu akan datang. Kamar berukuran sedang menjadi lokasiku berada sekarang.

Masih dengan gerak tangan memutar-mutar benda kecil itu, aku menenggelamkan pikiran. Alasan menjatuhkan pilihan untuk mengagumi seorang Benjamin yakni karena dia memiliki kepribadian berbeda. Menurut pengamatan yang sudah kulakukan selama beberapa waktu, Ben bukan tipe pemuda yang suka menjalin hubungan lebih dari pertemanan, dia lebih suka dengan kesendirian. Satu prinsip itu menandakan bahwa Ben adalah tipe lelaki setia karena tidak suka tebar pesona dan mencari perhatian. Walau pun pada kenyataannya, dia cukup menjadi pusat perhatian banyak mahasiswi di kampus kami. Seketika aku membayangkan motif di balik Ragil menghalangi perjalanan cintaku yang kali ini. Mungkinkah itu karena dia sudah menebak bahwa aku akan ditolak secara mentah-mentah? Jatuh hati lalu patah entah untuk yang ke berapa, begitukah?

Belum lama dari waktu yang kugunakan untuk menerka-nerka, suara pria dewasa satu-satunya di rumah kami terdengar. Beliau menyapa, "Delina?"

"Ada apa, Pa?" Aku menyahut setelah mempersilahkan beliau untuk membuka daun pintu kamar.

Jatuh Hati Patah Lagi [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang