KARY⸺31

40 9 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Ujian Akhir Semester. Usai sudah drama-drama hidup sementara para mahasiswa yang riuh pada semester ganjil ini. Riuh dari semua aspek pokoknya.

Ah, iya. Aku hampir lupa, semester depan masih ada, menunggu dengan cerita misteri lainnya, astaga. Katanya, jika SKS⸺Satuan Kredit Semester sudah mencapai jumlah yang ditentukan. Para mahasiswa bisa mengajukan KKN⸺Kuliah Kerja Nyata dan Magang. Wah, aku tidak sabar untuk itu. Lebih cepat lebih baik, kan? Aku ingin cepat lulus. Ingin lepas dari semua ini.

Dunia kerja katanya lebih kejam, tapi aku menantikannya.

"Sepertinya, aku berubah pikiran." Dasya berucap sambil mengunyah gorengan yang kami pesan di kantin jurusan.

"Ikut?" Ayubia menyahut, fokus pada senyum gadis itu yang matanya sudah hilang ditelan pipinya yang tembam.

Gerald, Reyno, dan aku hanya memperhatikan.

"Ikut. Villa bagus dan aestetik di Bali mana mungkin aku lewatkan. Dan aku juga baru dapat sumbangsi besar dari seorang sultan yang selama ini terlihat miskin di hadapan kita semua. Padahal kita belum tahu saja, silsilah keluarga dan cerita hidupnya."

"Huh? Siapa?"

Kami kompak bertanya dengan seru keingintahuan.

"Aku tidak akan memberitahu, waktu saja yang akan menjawab semua tanya kalian hahaha."

"Ingin mencekik Dasya, tapi takut masuk penjara." Reyno mendengkus kesal kemudian bangkit berdiri. "Aku pulang duluan ya?"

"Cepat sekali, istirahatkan dulu kepalamu, kita baru saja dihajar soal-soal yang mematikan."

Reyno hanya menggeleng sambil terkekeh kecil. Mau heran tapi temannya itu Gerald.

"Nanti saja bantu ayahmu itu. Lagian, karyawan di mebel itu sudah banyak. Ayahmu bosnya, kan?" Gerald berucap dengan seenaknya.

"Justru itu, Ananda Gerald, aku ingin membantu ayahku supaya bagianku kelar, juga dapat bonus itung-itung tambahan buat uang jajan di sana."

Reyno pergi dengan terburu. Kemudian disusul Dasya yang juga sama ingin bantu orang tuanya terlebih dahulu. "Akhir-akhir ini pelanggan di ruko banyak sekali, padahal lebaran masih lama."

"Puji Tuhan kalau begitu, 'kan?" Aku berujar.

"Iya."

"Berarti di tempatmu menjual tepung-tepungan?" Gerald bertanya seperti orang bodoh.

"Jelas saja, orang tuaku mengelola bisnis sembako ya pasti ada tepung-tepungan. Kau ini kenapa sih?"

Kami tertawa dan Gerald menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kemudian, Dasya pergi.

"Mereka berdua enak yah, dekat dengan orang tua, tegur sapa gampang, mengetahui kabar mudah, kena omel pun secara langsung. Aku rindu dengan Abah dan Ambu." Ayubia memajukan bibirnya. Suara bergetar menahan rindu.

"Ya pulang saja sana, toh dekatkan?" Lagi, Gerald menyahut seenaknya.

"Abah bilang, 'kalau belum jadi orang tidak usah pulang' begitu katanya. Padahal aku rindu sekali. Ingin mati rasanya."

Kini Gerald terdiam, pabicaranya lumpuh. Aku bangkit berdiri kemudian membayar makanan yang kumakan. Lalu tersenyum ke arah dua teman konyolku di sana.

"Ke timezone mau?"

Ayubia dan Gerald menoleh. Kemudian, lelaki yang terkenal tidak bisa memfilter kata itu berseru dengan suara mantap. "Oke, aku yang traktir."

🦋

Ayubia dan Gerald

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayubia dan Gerald

Inka sang photographer

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Inka sang photographer

ilustrasi : source pict by Pinterest




Inka, bersama Ayubia dan Gerald di Timezone🍊

UJIAN HIDUP, 14 Januari 2022
Revisi Hidup, 22 April 2024

HENTI? : DIARY INKA  ||  ༺On Going༻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang