DUA PULUH EMPAT

10.5K 735 33
                                    

Sedari tadi di atas motornya, Cakka tidak mendengar celotehan Nada. Yang biasanya gadis di jok belakangnya ini sangat berisik, menceritakan segala hal yang membuat dirinya kesal, dia merasa ini bukan Nada yang seperti biasanya.

Di sela membawa motornya, Cakka melirik wajah Nada lewat spion motornya.

Tatapan mata Nada yang kosong. Sedikit membuat Cakka merasa iba terhadapnya.

Cakka ingin berbicara, tetapi takut ada ucapannya yang salah. Meskipun biasanya ia bicara itu asal, tetapi untuk kali ini sedang tidak dalam kondisi yang baik. Jadi, ia lebih memilih untuk diam.

Terlebih lagi, kalau ia berbicara sedikit perih. Karena sisi-sisi wajahnya yang mendapatkan bogeman mentah dari mereka.

Berbicara perihal kejadian tadi, pak James diberi amanat oleh pihak sekolah untuk membubarkan atau memulangkan siswa maupun siswi SMA Tangkas. Takut-takut nanti mereka datang kembali.

Perihal meninggal nya tante Ramona, pak James ditugaskan menjadi perwakilan dari pihak sekolah. Dan beliau sedari tadi mengikuti motor Cakka.

Dan juga, REBELS menjaga sisi belakang motor Cakka dan motor pak James.

Beberapa barisan motor besar itu yang mengikuti langkah Cakka, seperti tengah akan konvoi. Karena memang ada sekitar 30-an anggota inti REBELS yang juga ikut ke rumah Nada.

Ini semua perintah Cakka.

Pemuda itu meminta sebagian anggota REBELS ikut andil dalam bagian pemakaman tante Ramona.

Untungnya saja, tangan sialannya ini yang suka menyakiti Nada sedang tidak bertingkah. Kadang, ia merasa ingin seperti sisi lainnya, yang tidak kasar. Tapi entah mengapa, melihat Nada yang terus-menerus merecoki hidupnya, membuatnya sangat risih.

Setelah beberapa saat, Cakka tiba didepan rumah Nada yang berseberangan dengan rumahnya.

Tanpa memikirkan apapun, Nada turun lebih dulu dan langsung berlari masuk ke dalam rumahnya.

"Nada," panggil Petra--Ayah Nada. Beliau mengenakan pakaian hitam, juga dengan kacamata nya.

Nada tersenyum menghampiri Petra. "Momii mana, Dad? Tadi katanya udah di Bandara. Berarti momi udah sampai kan, Dad?"

"Tadi juga katanya, Momi mau pulang sendiri. Gak mau dijemput Nada kayak biasanya."

"Oh iya, Momii katanya mau peluk Nada, Dad. Kangen katanya hehe ..."

Nada sedikit tertawa kecil. "Momi mana, Dad? Nada kangen mau peluk momii."

"NADA!!" sentak Petra pada Nada.

Nada mengerjapkan kedua matanya karena kaget. "Momii mana, Dad? Di kamar kan kayak biasanya?"

Petra memegang kedua pundak Nada. "Ramona, momii kamu. Udah nggak ada."

"Nggak!! Momi gak kemana-mana. Kenapa dad ngomong kayak gitu?!"

"Kamu liat ke arah sana. Itu Ramona, Nada. Istri saya udah nggak ada," lirih Petra. Ia berjalan menjauhi Nada, karena tak kuasa melihat wajah anaknya yang sangat rapuh itu.

Cakka yang sedari tadi melihat interaksi antara Nada dan om Petra hanya bisa diam.

Srek!

Pemuda itu menahan pinggang Nada yang akan limbung. Ia melihat wajah Nada yang pucat seraya menangis dalam diam. Bukannya melepaskan, Cakka malah makin mengeratkan pegangannya pada pinggang Nada. Memeluk gadis itu dengan sangat posesif.

Nada berbalik badan, menjadi memeluk badan Cakka.

"Momi udah nggak ada ya, Ka?" Cakka terdiam mendengar suara parau Nada.

CAKKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang