DUA PULUH ENAM

12.1K 727 49
                                    

"Pagi, Bunda, Om, Abang, Clara."

Suara Nada yang terlihat segar dan riang saat menyapa keluarga Mahatma yang sedang sarapan di meja makan dengan tenang.

Papa Chadwick tersenyum. Sedangkan Clara sibuk ngunyah toast. Cakka? Sudah dipastikan laki-laki itu juga sibuk. Sibuk mendiamkan dirinya. Perihal kejadian semalam, Nada sangat-sangat merasa bodoh. Untungnya saja Cakka tidak marah.

Ya, semalam tidak terjadi apa-apa setelah Cakka menggoda dirinya. Nada kaget bukan main Cakka semalam begitu. Ia lebih baik melihat Cakka yang kasar padanya.

Gadis itu menarik kursi disebelah Cakka. Karena memang kosong di sebelah Cakka.

"Pagi, Sayang. Loh, kamu mau sekolah?? Kata Abang semalem kamu demam?" tanya Bunda. Beliau menyendokkan nasi goreng ke piring Nada. Gadis itu menerima dengan senang hati dan berterimakasih.

"Iya, Bunda. Nada gak bisa kalau gak masuk sekolah. Kayak ada yang kurang gitu," jawab Nada dengan kekehan kecil.

"Maaf, Bunda gak ngecek kamu ke kamar. Soalnya Bunda ketiduran semalem, Sayang. Tapi sekarang udah mendingan?"

Nada tersenyum lembut. "Gak apa-apa, Bunda. Nada juga gak mau buat Bunda khawatir. Bunda harus ngurus rumah, belum lagi butik."

Bunda Citra menatap Nada dengan sendu. "Nada anaknya baik sekali."

Ya Allah, kenapa engkau beri cobaan yang berat pada anak sebaik Nada. Di tinggalkan oleh Ibu kandungnya, lalu Ayahnya sendiri lebih mementingkan urusan lain.

Lalu, Bunda menggelengkan kepalanya saat berprasangka buruk. Semua pasti ada maksudnya.

"Kakak Nada emang baik, Bunda. Nanti pulang sekolah Clara mau ajak kakak Nada sama Abang buat nonton Masha and the Bear." Clara nyengir sampai menampakkan giginya yang mungil.

"Gak. Abang gak mau!" protes Cakka.

"Kakak Nada oke, sih," balas Nada.

"Ih. Abang harus mau. Masa kalah sama kakak Nada, sih," Clara merenggut kesal.

"Yaudah. Nonton aja sana sama KAKAK KANDUNGNYA CLARA." Cakka menekan dikalimat yang di capslock.

"AAA. BUNDA! ABANGNYA NGESELIN. CLARA GAK SUKA!" Clara berteriak karena akan menangis.

Karena Clara duduk disebelah Bunda. Maka, Bunda Citra memeluk Clara seraya mengusap-usap kepala bocah itu. "Ssh. Gak boleh teriak-teriak, ah. Kamu ini perempuan, Sayang."

"Abang ngeselin. Kan, kakak kandung Clara itu Abang. Bukan kakak Nada." adu Clara pada Bunda. Yang bahkan membuat keluarga Mahatma itu menahan tawanya.

"Iyaa. Abang Cakka itu kakaknya Clara. Udah ah, gak usah teriak-teriak gitu." kata Bunda sambil menggelengkan kepalanya.

Clara menoleh. Memperhatikan wajah Cakka seraya menatap sengit pemuda itu. Sedangkan, Cakka mengacak rambut Clara hingga membuat bocah itu kesal.

"Nada, kamu berangkat sama Cakka, ya," ujar Papa Chadwick pada Nada.

Awalnya, Nada ragu. Tapi setelah melihat wajah Cakka hanya datar dan diam saja membuat Nada mengangguk. "Oke, Om."

Papa Chadwick menyudahi sarapannya dan juga sudah menggandeng tangan Clara, karena bocah itu akan diantar oleh Papanya.

Begitupun dengan Cakka dan Nada yang sudah siap pergi, tapi di tahan oleh Bunda Citra.

"Wahai keluarga ku, jangan lupakan bekal kalian. Sesungguhnya, jika makan dikantin pun bisa bosan, kan?"

Perkataan Bunda Citra membuat keluarga Mahatma tertawa. Memang, Bundanya itu ada-ada saja manusianya.

Sedangkan, Nada. Gadis itu tersenyum melihat keharmonisan keluarga terasa sangat nyata disekitarnya. Dulu, ia berpikir bahwa ia tidak akan pernah merasakan hal seperti ini. Tapi ternyata salah. Di sini, di keluarga Mahatma, Nada bisa merasakan apa arti kasih sayang.

CAKKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang