MWD-part 3

129K 8.2K 47
                                    


Happy Readyng!



Dua minggu berlalu, hari ini adalah hari terakhir Arumi menjadi seorang lajang, hari ini ia akan melepas gelar lajang di ganti menjadi gelar istri. Sekarang dirinya sedang di rias oleh MUA di temani Demia dan Icha—sepupunya.

Di luar banyak orang berlalu lalang, sebentar lagi akad akan dilaksanakan. Agak gugup emang, meskipun bukan dirinya yang mengucapkan, tapi tetap saja rasanya gugup.

“Sudah beres, Mbak,” ucap petugas MUA yanh mendandaninya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Arumi sekarang  berkali-kali lebih cantik, ia memakai kebaya modern berwarna putih dengan hijab berwarna senada dan make up tipis untuk akad. Perayaan akan di laksanakan pada saat malam hari.

Sedangkan di bawah sana, Sadewa dengan Penghulu sedang berhadapan dengan berjabat tangan. Papa Aslan menyerahkan kepada Pak Penghulu untuk menikahkan anaknya dengan Sadewa.

“Bismilahirrahmanirrahim, Saya nikahkan dan kawinkan Arumi Hania binti Aslan Junaidurahman dengan ananda Sadewa Nugraha dengan mas kawin tersebut di bayar tunai.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Arumi Hania binti Aslan Junaidurahman dengan mas kawin tersebut di bayar tunai.”

“Bagaimana para saksi?”

“Sah!”

“Alhamdulillah.”

Di lantai atas, Arumi meneteskan air matanya. Ia 'tak menyangka sudah menjadi seorang istri, dan seorang ibu sambung bagi anaknya.

Cklek!

“Arumi, ayo ke bawah,” ajak Mama Runia dan Mama Yessy. Arumi mengangguk, lalu bangkit setelah mengelap air matanya. Arumi turun dengan lengan diapit oleh mertua dan Mamanya. Semua tamu mendongak melihat penampilan Arumi yang cantik. Setelah sampai di dekat penghulu, ia mencium tangan kanan suaminya yang di balas ciuman di keningnya. Selesai memasangkan cincin pasangan, mereka segera mentandatangi surat nikah dan sebagianya. Setelahnya mereka makan-makan, hanya ada saudara-saudara dan tetangga dekat saja yang hadir. Mereka akan beristirahat dulu di rumah ini menyiapkan tenaga untuk nanti malam.

Sekarang mereka sedang berada di perjalanan menuju Hotel, dimana acara resepsi di adakan. Dewa dan Arumu satu mobil, sedangkan para orang tua di mobil belakang.

Tak sampai setengah jam, akhirnya mobil yang di pakai pasangan suami-istri baru itu memasuki basement Hotel diikuti mobil para orang tua.

Sekarang mereka sedang berada di pelaminan. Menyalimi satu-persatu tamu yang datang. Arumi memakai gaun warna putih dengan ekor lumayan panjang, hijab berwarna senada dengan aksesoris mahkota kecil di kepalanya, dan make up lumayan tebal melekat di wajahnya. Sedangkan Dewa memakai tuxedo berwarna hitam, 'tak lupa peci songkok warna hitam di kepalanya.

“Arumi!” panggil seorang perempuan yang tidak lain adalah Demia. Arumi menoleh lalu tersenyum lebar pada sahabatnya, di peluknya erat sang sahabat yang di balas 'tak kalah erat oleh Demia.

“Selamat ya, Rum. Udah nikah aja ... padahal baru kemarin Lo minta traktir seblak Ceu Jenong,” ucap Demia yang di balas geplakan di tangan kanannya.

“Ini hadiah dari gue, jangan di buka sekarang, ntar aja kalau udah seminggu umur Lo nikah. Gue pamit dulu, mau makan dulu, mumpung ada kurupuk itu.” Demia langsung pergi begitu saja. Baru saja akan berbicara, ucapan Arumi terpotong saat Fothografer meminta dirinya untuk berfoto.

“Mas-nya lebih deketan, kalian saling berhadapan. Mbak simpen tangannya di bahu si Mas, nah, kalau Mas-nya simpen tangannya di pinggang Mbak,” jelas Fhotografer. Mereka menuruti ucapan fhotografer itu.

“Mas-nya lebih deket lagi dong, terus matanya saling tatap, gak papa, gak perlu malu-malu, orang udah sah juga.” Perkataan sang fhotografer membuat orang mendengarnya terkekeh. Selesai berfoto mereka memutuskan untuk duduk dulu, dan meminum yang sudah di sediak Yessy jika sewaktu-waktu haus.

Sekarang jam sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam, acara sudah hampir selesai. Arumi dan Dewa memutuskan untuk ke kamar terlebih dahulu. Merasa risih dengan pakaian yang di pakainya sekarang.

Setelah sampai di kamar, Arumi segera masuk ke dalam kamar mandi, 'tak lupa membawa baju ganti di lemari yang sudah di siapkan oleh para orang tua. Dewa memilih duduk di tepi ranjang menunggu istrinya yang sedang mandi sambil memainkan handphone. Banyak ucapan selamat dengan bentuk pesan, mungkin dari para kolega bisnisnya.

Cklek!

Arumi keluar dari kamar mandi dengan tangan menenteng gaun pernikahan tadi, sekarang dirinya memakai baju tidur satin dengan lengan panjang dan celana panjang, tanpa memakai hijab, membiarkan rambut panjang tergerai indah. Dewa yang melihatnya saja terpesona, sampai tidak menyadari Arumi sudah berada di depannya.

“Mas!” Arumi menepuk bahu Dewa yang masih memandangnya. Seketika Dewa tersadar, ia menatap kikuk ke arah Arumi yang memandangnya bingung.

“Mas, kenapa?” tanya Arumi.

“Ng--nggak, Kamu udah mandinya?” tanya Dewa mengalihkan pembicaraan. Arumi mengangguk. “Udah. Mas mau mandi? Biar Aku siapin bajunya.”

Dewa menggeleng. “Saya mau mandi, tapi nggak perlu siapin bajunya, biar Saya aja.”

“Ouh. Yaudah, kalau gitu Aku tidur duluan, boleh, nggak?” tanya Arumi memelas. Dewa mengangguk. “Silahkan.”

Dewa masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Arumi membaringkan tubuhnya di ranjang Hotel. Namun, 'tak lama kemudian suara dering ponsel mengganggu Arumi. Di ambilnya handphone miliknya, terlihat nama Mama mertuanya. Ada apa mertuanya menelpon malam-malam, pikir Arumi.

“Hallo, Ma?”

“Hallo, Arumi. Dewanya ada nggak?” tanya Mama Yessy seberang sana.

“Mas Dewa lagi mandi, Ma. Emang ada apa, Ma?” tanya Arumi penasaran.

“Ini ... Aksa nangis pengen sama Ayahnya, nggak bisa di bujuk. Tolong Kamu kasih tau sama Dewa,” ucap Mama Yessy di seberang.

“Iya, nanti Arumi sampein. Nanti kita kesana. Mama di kamar mana?”

“Mama di kamar nomot seratus sembilan puluh empat, Rum,” jawab Mama Yessy.

“Iya, Ma. Kalau gitu Arumi tutup dulu telponnya?”

“Iya. Jangan lupa kasih tau Dewa.”

“Iya. Assamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” jawab Mama Yessy.

Tut.

Arumi mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi, dimana Dewa yang berdiri dengan tangan menggosok-gosok rambutnya.

“Mas?” panggil Arumi, Dewa menoleh.

“Kenapa?”

“Tadi kata Mama, Aksa rewel, gak bisa di bujuk. Terus Mama bilang Mas segera ke kamar Mama.” Dewa mengangguk.

“Kamu mau ikut?” Yang di balas anggukkan oleh Arumi.

“Dimana kamar, Mamanya?” tanya Dewa saat ingat ia tidak tau kamar orang tuanya.

“Kata Mama nomor seratus sembilan puluh empat,” jawab Arumi.

“Ayo,” ajak Dewa pada istrinya. Mereka membuka pintu hotel menggunakan id card yang di sediakan Hotel. Mereka mencari-cari nomor kamar seratus sembilan puluh empat, untung saja kamar mereka yang di tempati nomor seratus delapan puluh tujuh, jadi lumayan tidak jauh.

“Nah, ini!” seru Arumi saat menemukan pintu dengan nomor seratus sembilan puluh empat.

“Ayo, masuk.”

[B E R S A M B U NG]

Jangan lupa Vote-nya, Kak.

Married With Duda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang