Ayah

235 31 16
                                    

Keesokan paginya, Aji terbangun dengan keadaan tubuh yang lelah dan telanjang bulat, di bawah selimut Lingga yang tebal dan berwarna abu-abu gelap. Mendapati ruang kosong persis di sebelah tubuhnya yang baru saja terbangun, dan mendengar sebuah suara berisik dari dalam dapur yang berada pada lantai bawah.

Ia mengusak rambutnya yang berantakan, menyapu permukaan wajahnya yang masih mengantuk, sambil meraih jam tangan-nya yang terletak malas di atas nakas, berdampingan dengan ponselnya, dan mendapati hari masih sangat pagi.
Aji mulai menghitung mundur keberangkatan jadwal terbangnya yang akan dimulai pada pukul 16.00 WIB nanti.

Tiba-tiba hatinya begitu berat.

Harus kembali meninggalkan Lingga setelah keintiman mereka tadi malam, terasa begitu pahit untuk ditelannya bulat-bulat.

Aji memutuskan turun dari atas tempat tidur. Merasakan hawa dingin lantai marmer di bawah telapak kakinya sedikit membuatnya lebih tersadar dari kantuknya yang berlebihan. Kedua ekor matanya kemudian melihat sebuah handuk bersih terlipat di atas meja rias, juga pakaiannya yang sudah tergantung sangat rapih tidak jauh dari pintu walk in closet.

Hatinya begitu hangat...

Lingga kembali memperlakukan dirinya dengan baik adalah mukjizat terbesarnya walau memang segalanya tentu saja salah.


***


Sedangkan Lingga yang sudah terbangun lebih dulu bahkan sudah sangat sibuk mulai sebelum Shubuh.

Pagi-pagi sekali ia sudah menyiapkan beberapa hal penting yang harus ia bawa hari ini untuk bertemu client termasuk Draping Dress yang baru setengah jadi.
Sempat memberi kabar kepada Indra agar menjemputnya agak siang, semenjak pertemuan mereka dengan client akan berlangsung setelah makan siang. Di samping itu karena tentu saja ia tidak ingin kedapatan telah tidur bersama dengan Aji oleh Indra, walau tentu suatu saat nanti laki-laki itu juga pasti akan tahu perihal di atas.

Lingga menghisap ibu jarinya yang terkena lelehan selai kacang sambil terus menyiapkan sarapan untuknya dan Aji.

Kalau ia tak salah ingat, Aji menyukai kopi hitam hangat dengan satu sendok teh creamer dan juga gula.
Setangkub roti panggang dengan selai kacang, dan segelas penuh air mineral.

Segalanya yang ia lakukan pagi ini berjalan begitu alami.

Ia tidak perlu banyak berpikir.

Tak merasa harus kembali bertanya.

Padahal mungkin saja selera Aji sudah berubah, namun tidak begitu ia pedulikan.

Beberapa saat kemudian, kedua telinganya mendengar suara langkah kaki menuruni tangga dan mengarah kepadanya, tepat ketika ia membalikkan tubuhnya dan langsung menghidangkan hidangan tadi di atas meja bar. Ia mendapati Aji sudah kembali pada tampilan asalnya.

Kedua mata mereka sempat saling bertemu.

Lagi-lagi meninggalkan begitu banyak perasaan yang tak mampu mereka jelaskan.

Keduanya masih terdiam, sambil mulai menyantap sarapan.

Tidak ada yang bersuara...

Hingga satu suara dering telepon memecah suasana di sekeliling mereka.

Lintang?

"Ya?"

'Lo di mana, Mas?? Jadi berangkat hari ini?'

Aji berdeham satu kali. Melapangkan kerongkongannya demi menyembunyikan sebuah rasa gugup karena ia benar-benar harus berbohong lagi kali ini agar tidak perlu menimbulkan sebuah masalah baru.

Glimpse of Heaven : Fate - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang