5

1.2K 233 23
                                    

Cheri memasang mata waspada. Di sekolah yang seluas ini dia tidak pernah bertemu Ates sebelumnya, meski mereka satu jurusan. Tapi sekarang seolah ada magnet yang menarik mereka. Matanya mendeteksi sosok Ates yang berjalan menuju lift.

Cheri melambatkan langkah. Berharap Ates lebih dulu masuk ke dalam lift dan dia bisa leluasa naik lift di sisi kiri. Tapi nyatanya Ates justru balik badan dan mata mereka saling bertemu saat Nevan memanggilnya. Kakinya seketika beku, matanya melirik ke sana ke mari, memikirkan harus ke mana dia melangkah.

"Hei! Gue panggil juga."

Jantung Cheri nyaris lepas dari tempatnya saat Nevan tiba-tiba merangkul bahunya.

Cheri buru-buru menyingkirkan tangan Nevan di bahunya. Dia langsung menarik Nevan untuk masuk lift saat pintu lift ke jurusannya terbuka. Ya, di sekolahnya lift ada 4, 2 untuk jurusan IPA dan 2 untuk jurusan IPS.

Cewek berbandana biru itu kembali terperanjat saat melihat Ates ikut masuk ke dalam.

"Lo ngapain ikut masuk?" tanya Nevan yang tak punya takut pada Ates karena Nevan juga bukan anak biasa, dia anak pemilik Galaksi Tower -salah satu tower terbesar di Jakarta. Nevan tahu Ates ingin membuat gara-gara hanya dengan melihat tatapan Ates padanya.

Ates melihat sekeliling. "Nggak ada tulisan larangan gue naik lift ini. Lo lupa sekolah ini punya siapa? Gue juga anak IPA."

"Yang jelas bukan punya lo tapi bokap lo," jawab Nevan membuat suasana lift mencekam dan seisi lift menahan napas.

Ates mengeraskan rahang, melirik tangan Cheri yang masih mencengkeram lengan cardigan Nevan. Dia berdecak, tersenyum asimetris menatap Nevan yang tak lebih tinggi darinya. "Punya bokap gue itu artinya punya gue. Asal lo tahu aja, gue anak satu-satunya," ucapnya lalu keluar lift. Dia membalik badan menunjuk tangan Cheri. "Lo bukan mau nyebrang, lepas!" ucap Ates dan pergi tanpa menghiraukan Nevan.

Seketika Cheri melepas cengkraman di lengan Nevan dan melarang Nevan mengejar Ates.

"Udah, biarin aja."

"Dia kenapa, sih? Nyari masalah mulu dari kemarin." Nada suara Nevan naik beberapa oktaf.

Cheri mengangkat bahunya meski tahu alasannya. Dia tidak mau Nevan tahu masalahnya.

"Masih pagi jangan sampe dia bikin mood kita jelek. Ayo, masuk kelas aja." Cheri mengusap-usap lengan Nevan mencoba menenangkan temannya itu.

"Sori ya, gue jadi emosi. Habis tuh anak nyari masalah mulu sama gue."

"Iya, iya. Hayuk masuk kelas."

Cheri duduk dengan gelisah setiap mengingat Ates. Kalau cowok itu terus mencari gara-gara dengan Nevan, lama-lama status mereka bisa terbongkar. Nevan bukan cowok bego. Cheri melirik Nevan yang duduk tidak jauh dari mejanya. Helaan napas lolos dari bibir mungilnya.

Ates yang mengatakan bahwa jangan sok kenal sok dekat di sekolah, tapi cowok itu juga yang nyaris setiap saat terlihat di lingkungannya padahal mereka beda jurusan. Maunya apa, sih? Cheri menggebrak meja melampiasakan kekesalannya.

"Lo kenapa?" Nevan mendekati Cheri dengan wajah kaget dan khawatir.

"Hah?" Cheri melongo, tidak tahu harus bereaksi bagaiman.

"Lo kenapa mukul meja?" Ulang Nevan.

"Oh nggak apa-apa."

"Serius?"

"Cuma inget sesuatu. Ya, gue lupa belum kasih makan ikan di rumah."

Tawa Nevan keluar, dia menepuk bahu Cheri. "Gue kira lo ngamuk, kesambet penunggu sekolah."

Belum semua kekesalannya terlampiaskan, sebuah pesan masuk ke ponsel Cheri yang belum sempat dia matikan.

0822xxxxxx
Pulang sekolah disuruh nyokap ke rumah.
Gue tunggu lo di persimpangan jalan veteran.

Cheri meremas ponselnya. Ingin sekali membunuh Ates yang terus saja mengganggu ketenangannya.

Gue bisa pergi sendiri.

Mana sudi dia jalan kaki sejauh itu hanya untuk naik mobil, lebih baik dia naik ojek online sampai ke rumah cowok itu tanpa harus terlibat lebih lama. Semenit berhadapan dengan Ates rasanya seperti setahun. Sangat memuakkan.

Nggak bisa! Apa kata nyokap gue? Kita harus bareng pulangnya.

Cheri langsung mengganti mode airplane di ponselnya. Untuk apa berdebat dengan manusia yang tidak penting. Hanya menghabiskan tenaga.

Di ruang kelas lain Ates menanti balasan pesan dari Cheri dengan ekspresi dan aura gelap. Dia mengepalkan tangan karena sudah lebih dari 15 menit pesan itu terabaikan. Ates pun mengirimkan pesan lagi tapi hanya centang 1. Kemarahannya pun memuncak. Berani sekali Cheri mengabaikan oesannya bahkan mematikan ponsel. Sepertinya cewek itu butuh diberi pelajaran, biar tahu sedang berhadapan dengan siapa.

Ates menantikan istirahat pertama. Dia akan langsung melesat ke kelas tunangannya yang mulai berani padanya. Tanpa menunggu waktu yang lama, setelah bunyi bel istirahat, dia langsung melesat pergi bahkan sebelum gurunya keluar kelas.

Dengan langkah lebar dia menuju kelas Cheri yang ternyata baru saja selesai pelajaran jam pertama. Ates berdiri di depan pintu menatap Cheri yang sedang menata alat tulis. Anak-anak yang akan ke luar kelas berdiri di ambang pintu tak berani melewati Ates.

"Ates kayaknya nyariin lo," bisik Nadia yang duduk di dekat Cheri. Seketika Cheri menatap ke arah pintu.

Saat itu juga Cheri ingin memakan Ates hidup-hidup. Untuk apa cowok itu menampakkan diri terang-terangan di kelasnya?

"Lo ngapain ke kelas gue terus?" tanya Nevan yang sudah berduri di depan Ates.

"Yang jelas bukan buat nemuin lo," jawab Ates tanpa mengubah arah pandangnya pada Cheri.

"Ada urusan apa lo sama Cheri?" Nevan mulai penasaran.

"Bukan urusan lo."

Ates melewati Nevan begitu saja dan mendekati meja Cheri. Mengetuk meja cewek itu dengan jarinya.

"Lo pengen banget gue samperin?"

"Hah?"

"Nggak usah belagak bego. Gue tahu lo bukan cewek bego. Bales pesan gue!"

Cheri masih melongo tidak percaya Ates menemuinya di kelas. Bagaimana dengan rahasia mereka jika begini?

"Lo denger, 'kan, gue ngomong? Apa jangan-jangan lo terpesona sama gue?" Bibir Ates tersenyum smirk.

"Cih, iya gue bales. Udah sana pergi."

"Lo berani ngusir gue?" Gantian Ates yang terperangah tidak percaya dengan pendengarannya.

Cheri melirik ke sekeliling di mana dia sudah menjadi pusat perhatian. Dia yakin setelah ini hidupnya nggak akan nyaman. Pasti akan ada banyak pertanyaan. Bagaimana caranya dia menutupi jika Ates saja terus mencari gara-gara?

Cheri menutup matanya sekilas sebelum akhirnya dia berdiri menghadap Ates.

"Sori, tadi guru udah masuk. Jadi gue nggak sempet bales. Iya nanti gue ke rumah lo. Tapi gue nunggu di depan lobi aja ya. Malu kalau harus ke kelas lo."

Ates terlihat syok mendengar ucapan Cheri, sementara cewek itu tengah menahan tawanya. Siapa suruh banyak tingkah? Cheri nggak mau kesusahan sendiri untuk menutupi rahasia mereka. Meski sebenarnya dia sedih, masa depan untuk bersama Nevan pupus sudah. Terlihat dari ekspresi Nevan padanya saat ini.

***

Morning!
Semoga Ates bisa menemani pagi kalian yang menyenangkan.
Yang nunggu Ates bucin harap sabar menunggu ya. Ada saatnya kok 😆😆

Raja BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang