6

1K 219 13
                                    

Ates terperangah, ingin mengumpat tapi bibirnya seolah membeku terlalu syok. Berani juga cewek di hapadannya ini. Ates melirik ke sekitar menyadari semua mata tengah tertuju padanya.

"Ok, nyokap udah nggak sabar buat ketemu lo." Akhirnya Ates bisa membalas ucapan Cheri sembari melirik Nevan. Tidak lupa dia tersenyum asimetris sebelum meninggalkan kelas Cheri.

Cewek berambut pendek itu luruh menelungkupkan wajahnya ke meja. Kakinya mendadak lemas. Ates bukan lawan yang mudah, dia menyesal telah membangunkan singa tidur. Setelah ini pasti akan lebih sulit. Harusnya dia lebih sabar menghadapi anak manna dan mengarang cerita demi kelangsungan hidup.

"Cher...." Suara Nadia dan yang lainnya silih berganti memanggilnya.

"Jangan tanya apapun dulu. Rasanya gue mau mati," ucap Cheri masih membenamkan wajahnya.

Nevan berusaha membubarkan kerumuman siswa-siswi yang kepo pada Cheri.

"Lo nggak pa-pa?" Nevan duduk di samping Cheri setelah teman-teman sudah membubarkan diri.

Akhirnya Cheri mengangkat wajah meski malu tengah menyelimutinya. Dia tidak bisa mengabaikan Nevan yang bertanya padanya.

"Menurut lo gue terlihat baik-baik aja? Kacau, semuanya kacau."

"Kalau lo mau cerita, gue mau dengerin. Tapi kalau lo lebih nyaman nggak cerita, nggak masalah. Gimana kalau kita ke kantin aja?"

"Gue nggak nafsu makan kalau kayak gini." Cheri terkulai lemas di atas meja.

"Ya udah kalau mau lo di sini."

"Bentar lagi pasti akan ada gosip. Ah, menyebalkan!"

"Pastilah! Pacaran sama artis Star High School nggak mungkin nggak digosipin." Nevan mencoba mencari tahu status Cheri melalui ucapannya yang menggugah komentar.

"Gue nggak pacaran." Ucapan Cheri menggantung, dia mengurungkan untuk menjelaskan. Masih belum yakin dia sebaiknya berkata apa.

"Tapi?"

Cheri melihat sekeliling. "Kayaknya gue keluar dulu, deh! Ada urusan sebentar."

"Sama Ates?"

"Bisa jadi," balas Cheri langsung melesat keluar kelas.

Dia berusaha menghubungi Ates di balik pohon besar. Dia tidak mau ketahuan orang lain. Kakinya terus bergerak menanti sambungan teleponnya tersambung.

"Halo," sapa Cheri seraya menggigit kuku jempolnya saat suara Ates menyapanya.

"Apa?"

"Gue harus gimana ini?" Cheri masih panik dn kebingungan sendiri atas ulahnya.

"Gimana apanya?"

"Pasti bentar lagi banyak gosip."

"Itu urusan lo."

"Ini urusan kita. Gue nggak mau ketahuan tunangan bohongan sama lo."

"Kita tunangan asli. Resmi!"

"Ates, nggak lucu!"

"Gue nggak lagi ngelawak, kok."

"Tapi kita 'kan nggak saling suka. Terpaksa!"

Tak ada sahutan dari Ates sampai Cheri melihat ponselnya, mengecek apakah sambungan teleponnya putus. Tapi ternyata masih tersambung.

"Halo, Ates."

"Hm."

"Gue harus gimana, nih?"

"Ya udah akui aja kalau kita tunangan."

"Nggak mau!"

"Kenapa nggak mau? Malu lo punya tunangan super kece gini?"

"Ck, narsis!"

"Atau lo takut Nevan tahu?"

"Udah deh jangan bahas Nevan, dia cuma temen."

"Bagus, deh! Dia temen dan gue tunangan lo. Bukan masalah besar, 'kan?"

"Tapi 'kan lo sendiri yang bilang jangan sampai orang-orang tahu. Gimana, sih? Plin-plan."

Maunya apa sih? Cheri kesal menendang kerikil di depan kakinya.

"Tapi sekarang gue pengen semua orang tahu. Gimana dong?"

Helaan napas lolos dari bibir mungil Cheri. "Susah ngomong sama lo. Ngeselin."

"Semakin lo nolak gue, semakin gue tertarik."

"Lo kesambet apa, sih?" Nada suara Cheri langsung naik tidak bisa membendung kekesalannya.

"Gue cuma nggak suka sama cowok yang lo suka. Gue cemburu."

"Ih, geli. Lo ngomong apaan, sih?"

Cheri langsung memutuskan sambungan. Ates mulai gila! Membuatnya merinding seketika. Apa-apaan cowok itu? Mau main-main? Ates sungguh berlebihan menanggapi candaannya yang berujung petaka.

***

Ates tertawa sendiri menatap layar yang sudah menggelap. Dia terperanjat saat wajah Daren tepat di samping wajahnya. Sontak dia mendorong Daren menjauh.

"Ngapain lo deket-deket?"

"Pengen tahu siapa sih yang bisa bikin seorang Ates ketawa."

"Kepo lo!"

"Cheri?"

Ates melirik Daren dengan ekspresi tidak suka dengan keingintahuan cowok bermata sipit itu. "Bisa jauh-jauh nggak lo?"

"Gue tahu caranya bikin cewek tergila-gila sama lo."

Ates hanya melihat Daren dari atas ke bawah lalu ke atas lagi. Sungguh tidak meyakinkan. Daren yang dia tahu bahkan belum pernah punya pacar. Cowok bertubuh tinggi itu hanya sibuk belajar dan basket. Ah, tentu ditambah mengekor padanya setiap saat ada kesempatan.

"Lo aja jomlo mau ngajarin gue."

"Jomlo bukan menjamin gue minim ilmu soal percintaan."

"Gue nggak butuh diajarin soal teori. Level gue udah jauh di atas lo. Cheri itu tunangan gue."

Mulut Daren menganga lebar. Wajah tampannya terlihat seperti orang bodoh seketika.

"Harusnya lo ngaca kalau lagi gini." Ates menahan tawanya lalu menepuk bahu Daren.

"Eh, tunggu. Jadi Cheri tunangan lo?" Daren yang udah tersadar dari keterkagetannya langsung menyusul Ates yang keluar kelas.

"Nggak usah keras-keras."

Daren langsung menutup mulut. "Jadi ini masih rahasia? Gue doang yang tahu? Gue terharu lo sepercaya itu sama gue. Akhirnya lo ngakuin gue jadi temen."

"Jangan kepedean."

"Tapi kenapa Cheri? Bukannya dia cewek biasa?"

"Maksud gue, dia bukan anak orang kaya, bukan anak genius juga, cantik juga standar. Apa bokapnya punya utang sama keluarga lo?" Ralat Daren yang mendapat tatapan tajam. Tapi ucapannya yang diralat justru semakin membuat ekspresi Ates semakin gelap.

Daren kembali membungkam mulutnya.

"Kalau lo mau jadi temen gue, berhenti ngejelekin cewek gue. Dia berharga buat gue."

"Sori. Gue cuma nggak nyangka aja."

Ates sebenarnya juga tidak menyangka dengan apa yang keluar dari bibirnya. Bagaimana bisa dia bicara soal Cheri yang menyandang tunangannya semudah itu pada Daren. Ah, menambah masalah saja.

****

Happy Satnight
Makin gemes nggak sama Ates? Atau Daren lebih gemes? 😆😆

Raja BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang