9

1K 195 11
                                    

Meski tidak terbiasa tapi harus dibiasakan mulai sekarang. Cheri melihat Ates sudah berada di rumahnya sepagi ini. Bahkan dia belum menyelesaikan sarapannya. Dia menyesal membuat jiwa kompetisi Ates berkobar. Karena tidak mau kalah dari Nevan, cowok itu sudah siap menjemputnya ke sekolah.

"Makasih ya, Ates," ucap Danu.

"Tenang aja, Om. Aku siap antar jemput Cheri. Cheri mau ke mana juga aku temenin."

Cheri menahan diri untuk tidak muntah di tempat mendengar penuturan Ates yang sok manis di depan ayahnya. Cheri pun berpamitan. Dia masuk ke dalam mobil mewah yang menyeruakkan aroma kopi.

"Lo suka kopi?"

"Lo pikir Nevan doang yang suka kopi?" Ates masih mengingat jelas 2 cup kopi yang hanya menyisakan embun yang mengalir tempo hari.

Cheri meringis memahami arah pembicaraan Ates. "Sori, lain kali gue beliin."

"Oke. Berhubung gue orang yang baik hati jadi gue maafin. Tapi lo punya utang ngdate sama gue."

"Hei, gue bilang beliin kopi bukan ngdate."

"Sama aja."

"Beda."

"Sama."

"Ates, ih."

"Kenapa? Nggak mau kalau cuma ngdate sekali? Mau tiap Minggu? Ok, deal. Gue note."

Cheri yang mulai nggak sabar pun memukul lengan Ates. "Bukan gitu."

"Gitu juga nggak pa-pa. Gue selalu siap sedia kok buat tunangan gue."

"Serah lo, deh. Rasanya gue pengen ngilamg kayak ninja," gerutu Cheri yang sudah membuang muka.

Ates tersenyum tipis mengusap dagunya, melirik sekilas Cheri yang menggerutu.

"Kalau lagi gini lo jadi gemesin." Ates mengusap puncak kepala Cheri. "Sekarang gue tahu apa kelebihan lo."

Cheri tidak peduli. Dia masih memasang mode cemberut.

"Kelebihan lo adalah bisa bikin gue senyum. Gue suka lihat lo yang lagi ngambek."

Seketika Cheri menoleh ke arah Ates yang fokus menatap ke depan. "Gue nggak lagi ngambek, ya. Gue cuma kesel."

"Oh berarti gue suka kalau lihat tunangan gue lagi kesel."

Cheri menutup telinganya. Geli setiap mendengar Ates menyebutnya dengan tunangan. Kenapa jalan ceritanya nggak sesuai sekenario awal, sih?

Ates menutup bibirnya yang tersenyum tipis dengan jari. Cheri tidak pernah berubah. Dari awal mengenal waktu mereka berumur 8 tahun di pesta ulang tahunnya, tidak sedikit pun cewek itu tertarik padanya. Cukup melukai harga dirinya apalagi terang-terangan menolak pertunangan dengannya. Ah, gue akan bikin lo nggak lagi berpaling dari gue.

****

"Gue dulu yang turun baru lo nyusul," ucap Cheri yang tidak mau ketahuan berangkat bersama Ates.

"Mau lo turun duluan atau nggak, nggak akan ngaruh. Semua orang udah tahu mobil merah ini milik siapa. Sama kayak lo, semua harus tahu lo itu milik siapa."

"Gue bukan barang." Cheri mendorong kening Ates yang terlalu dekat dengan wajahnya yang mulai membara.

"Kalau gitu biar semua orang tahu gue milik lo."

Raja BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang