'Tinggal cintai saja dirimu sendiri, itu tidak sulit'
***
Aku menatap bayanganku di kaca. Sengaja mengamati lamat-lamat tiap lekuk tubuhku, sebelum menghela napas panjang tidak puas. Perkataan orang-orang tentangku beberapa hari yang lalu entah mengapa mulai merasuki pikiranku, membuatku yang awalnya tidak terlalu perduli tentang penampilan, kini beralih jijik pada diriku sendiri.
Aku biasa-biasa saja sebenarnya. Berat badanku masih masuk dalam kategori normal, dan wajahku juga tidak jelek jelek amat. Semuanya masih nyaman dipandang, setidaknya itu menurutku seminggu yang lalu, sebelum komentar orang-orang mulai membayangi kepalaku.
'Kamu nampak lebih berisi akhir-akhir ini, coba kuruskan sedikit pasti kamu cantik'
'Jerawatmu banyak sekali, coba pakai skincare, pasti lebih baik'
'Kamu nampak kusam'
Aku memejamkan mata, mulai mengelist pernyataan apa saja yang pernah dilontarkan mengenai diriku. Satu persatu, kucatat dalam kepala poin-poin apa saja dari tubuhku yang perlu ku perbaiki seutuhnya. Setelah semua terkumpul, aku mengambil jurnal, mulai menyusun daftar skincare yang aku butuh, dan berapa kalori yang akan ku potong untuk menguruskan tubuh.
Sesekali aku menghela napas, menghina mentalku sendiri yang melemah akibat komentar orang-orang, padahal aku sudah berjanji untuk tidak peduli pada opini tentang diriku.
Tapi ya bagaimana? Aku juga ingin cantik seperti wanita diluar sana.
"... haha.. pathetic"
*****
"Oy.. Makan!"
Aku menoleh kearah Katsuki yang tengah berdiri di belakang counter dapur. Tangannya memegang sepiring onigiri yang nampaknya baru matang. Apron berwarna biru masih terpasang di tubuhnya, melindungi tanktop hitamnya dari cipratan bahan makanan yang dimasaknya.
Aku menggigit bibir, sedikit panik karena lupa memberi tahu Katsuki tadi malam bahwa aku tidak bisa sarapan dengannya pagi ini. Netra Katsuki menatapku menyelidik, ia nampaknya mulai tidak sabar pada gerak-gerikku yang hanya diam saja.
"Ck... Cepat kemari, atau kamu perlu diajari untuk berjalan kesini?"
Aku menghela napas lirih. Perlahan aku melangkah ke arah meja, duduk di kursi dan membiarkan Katsuki menyajikan kerja kerasnya. Bau harum onigiri tercium, membuat perutku mulai bergejolak minta diisi.
Sejak sebulan yang lalu, lebih tepatnya setelah beberapa kali aku sakit, Katsuki menjadi orang yang lebih perhatian dari biasanya. Ia selalu menyiapkan sarapan untukku dan untuknya pagi-pagi sekali, menyiapkan berbagai vitamin untuk menambah kekebalan tubuhku plus menjadi lebih cerewet dari sebelum-sebelumnya. Kadang-kadang aku merasa dia memandangku sebagai seorang balita yang perlu dijaga segenap jiwa.
Ya walaupun kadang menyebalkan, namun aku sangat mengapresiasinya.
"Cepat makan. Kita ada latihan hari ini dan aku tidak mau menggendongmu kalau kamu pingsan di arena", gerutu Katsuki sembari mendorong susu rasa coklat ke arahku. Ia kemudian duduk di hadapanku, menata sarapannya sebelum menyesap pelan kopinya.
"Kenapa denganmu?"
Aku mengangkat kepala, bersitatap dengan iris ruby milik Katsuki yang menatapku penuh selidik. Ia nampak terganggu, namun ia masih menahan diri.
"Kalau memang tidak suka onigiri, bilang. Jangan diam saja!"
"..bukan begitu,"
"Lalu apa? Aku tidak bisa membaca isi kepalamu itu, kalau kamu tidak bilang!"
Aku menunduk, menatap onigiri di hadapanku yang baru ku gigit satu kali. Tenggorokan ku terasa tidak nyaman, sedang perutku serasa dipelintir. Aku menggigit bibir, berusaha untuk menahan air mata yang mendidih di kelopak mataku. Aku mengangkat onigiri ku lagi, menggigitnya sedikit, berusaha mengunyahnya susah payah sebelum bersuara.
"Katsu, kenapa kamu suka denganku?"
"Haah?"
Aku tanpa sadar menahan napas ku sendiri. Merasa menyesal bertanya tentang hal yang mungkin akan menyakiti hatiku. Onigiri yang ku kunyah mendadak terasa keras, seolah aku tengah memakan batu.
"Apa-apaan dengan pertanyaan mu itu?", Katsuki ganti bertanya, nada suaranya terdengar tidak percaya. Ia kemudian menyentil dahi ku keras sebelum menatapku kesal.
"Kamu pasti dengar omong kosong dari orang-orang lagi kan? Coba bilang, siapa yang bicara bulshit seperti itu padamu?"
Aku mengusap dahi ku yang terasa panas sambil menatapnya dalam diam. Air mata yang tadi berkumpul di mataku kembali mengering karena tingkahnya barusan. Bahkan perasaan sedihku berubah drastis menjadi rasa kesal. Ku tatap Katsuki tajam sembari mengumpat dalam hati.
Katsuki mengulas senyum menyebalkan, ia kemudian berancang-ancang ingin menyentil kepalaku lagi.
"Makan... atau aku perlu ku jejalkan makanan itu ke mulutmu?"
Aku merengut. Perlahan mengambil kembali onigiri di hadapanku dan mengunyahnya perlahan. Perasaanku lebih baik sekarang, mungkin dari pada mengurangi makan, aku akan menambah intensitas latihan untuk membakar lemak tubuhku nanti. Ku tatap Katsuki yang menatapku dengan ekspresi tak terbaca sebelum tersenyum padanya.
"Terimakasih Katsuki"
Katsuki tidak langsung menjawab. Ia menatapku lama, sebelum mengusap pucuk kepalaku kasar.
"Makan yang banyak.. dan kamu cantik, jadi tak perlu dengarkan kata orang"
Pipiku memanas mendengar ucapannya. Aku mengangguk, sembari memasang senyum lebar.
"Ung"
***
;) Hai orang-orang rupawan..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.