[PENDING]
[Sequel/kelanjutan dari Born To Be Ready. Disarankan membaca Born To Be Ready lebih dulu agar dapat mengerti alurnya]
Pertempuran berakhir, bukan berarti perjuangan hidup juga berakhir.
Ketakutan, kepedihan, rasa sakit, duka, dan keputusas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Disarankan membaca sambil mendengarkan playlistku di Spotify agar lebih terbawa suasana. Aku nulis sambil dengerin playlist itu juga. Selamat membaca!
***
Draco sudah kembali ke rumah sakit ke kamar rawat Heather. Dia jarang sekali pulang ke rumah setelah pertengkaran dengan ibunya. Jika pulang pun, dia hanya akan berdiam diri di kamar, lalu beberapa jam kemudian pergi lagi ke rumah sakit.
Lelaki itu duduk di kursinya yang biasa sambil menunggu jam tengah malam. Beberapa waktu yang lalu, seorang Harry Potter telah memberinya sebuah Pembalik Waktu dan jubah gaib. Draco telah memeriksa kedua benda itu, dan dugaannya bahwa Harry menjebaknya ternyata salah. Tidak ada sihir hitam atau barang tipuan apapun pada benda-benda itu. Lelaki itu menghela napasnya, sudah memutuskan untuk mencoba keduanya malam ini.
Dentingan jam terdengar pelan dan tenang, menandakan tengah malam tiba. Draco keluar dari kamar rawat Heather dan menyelubungi dirinya dengan jubah gaib. Jam pasirnya telah ia kalungkan, dan sekarang ia sedang memutarnya sampai waktu yang diinginkan. Draco merasa dia sedang terbang mundur, cepat sekali. Bayangan samar warna dan bentuk-bentuk melesat melewatinya, telinganya berdentum-dentum.
Dan kemudian dia merasakan lantai keras di bawah kakinya, dan segalanya terlihat jelas lagi...
Interior koridor rumah sakit itu masih sama seperti sebelumnya. Suasananya juga masih sama. Namun dia mendengar suara gemuruh dan berisik dari lantai bawah. Draco langsung berjalan cepat turun ke lantai tiga dimana keributan itu berasal.
Lantai tiga tidak sesepi lantai empat. Para penyembuh sedang mondar-mandir dengan tergesa bergantian keluar dan menuju satu ruangan VIP di sana. Di luar ruangan itu, beberapa orang dewasa tampak sedang menunggu sesuatu dengan wajah cemas. Draco melihat sosok tinggi berjanggut perak berdiri sambil mengintip pada jendela kaca. Kacamata bulan separuhnya yang miring baru saja ia benarkan. Ia merasa dirinya agak bergidik memandang pria itu.
Draco mendekati pintu ruangan di depan mereka dengan berjalan sambil merapat ke dinding. Seorang perawat baru saja keluar dan menghampiri orang-orang yang menunggu pasien. "Bayinya sudah lahir dan jenis kelaminnya perempuan. Baik ibu dan bayinya selamat," katanya senang walaupun keringat telah mengucur di pelipisnya. Orang-orang itu menghembuskan napas lega hampir bersamaan.
Draco mencari kedua orang tuanya, berpikir bahwa mereka tidak mungkin melewatkan kesempatan untuk melihat ini. Namun jelas mereka tidak ada di sana karena Draco juga baru lahir lima belas hari sebelumnya. "Mr Dumbledore, sepertinya Mrs Alley ingin berbicara dengan Anda."
Dumbledore mengangguk dan masuk ke dalam. Draco mengikuti dari belakang.
Beberapa penyembuh yang berada di dalam kamar segera keluar begitu mereka masuk, menyisakan seorang wanita yang berbaring lemas di tempat tidur sedang memeluk bayinya dan seorang pria berbadan tegap dengan rambut cokelat yang berdiri di sebelah ranjang. Bayi itu sedang tertidur pulas. Rambut tipisnya berwarna hitam legam dan kulitnya bersinar seperti rembulan.
"Selamat karena kalian telah menjadi ibu dan ayah, Albert, Victoria," kata Dumbledore tenang.
"Terimakasih, profesor," kata Albert sopan, sementara istrinya hanya mengangguk lemas.
"Kalian akan memberikan nama apa untuk anak cantik ini?"
Albert tersenyum dan mengelus kepala anaknya dengan lembut. "Saya rasa menggunakan nama ibunya sebagai nama tengah akan baik. Suatu hari dia akan menjadi seorang perempuan yang tangguh seperti ibunya." Dumbledore mengangguk pelan dengan senyuman. "Heather Victoria Alley."
"Heather, ya? Nama yang indah. Apa alasanmu memilih nama itu?"
"Heather adalah nama sebuah bunga yang indah yang hidup di semak belukar. Saya ingin dia tetap menjadi indah dan akan selalu indah dalam keadaan sulit sekalipun."
Dumbledore mengangguk lagi, mendekati Heather di pelukan Victoria dan menyentuhkan jari-jarinya yang panjang dan keriput pada dahi Heather kecil. "Semoga kau diberkati."
Beberapa waktu setelah mereka berbincang sebentar, Albert meninggalkan istri dan anaknya dengan Dumbledore.
"Ada yang mau kau sampaikan padaku, Victoria?"
"Saya baru saja mendapat penglihatan, sir," jawab wanita itu serak. Dahinya penuh peluh dan matanya sayu, tapi ada sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai dari senyumannya. "Saya mau hanya Anda yang tahu dan mengingatnya."
"Penglihatan? Bukankah kekuatanmu sudah hilang? Apakah ini yang terakhir?"
"Saya pikir begitu, sir. Terlintas di kepala saya begitu Heather menangis."
Dumbledore tersenyum lembut, mengelus pipi Victoria. "Bolehkan jika anakmu dan mungkin seseorang yang terpilih akan tahu ini di hari kemudian?" Draco mengerjap terkejut di balik jubah gaib. Apakah Dumbledore tahu akan ada orang lain yang mendengarnya seperti dirinya sekarang?
"Yeah, tentu."
"Kalau begitu, sampaikan padaku."
"Ada dua. Sementara yang satu diketahui, yang kedua tersimpan dengan baik. Yang kedua lahir dengan rasi bintang kembar, dikaruniai keluarga murah hati. Pangeran Kegelapan tidak akan menyadarinya. Seorang lawan yang seimbang dan akan membalaskan dendam semua orang terhadap kegelapan. Dia akan mengalahkannya bersama yang pertama, yang lahir saat bulan ketujuh mati."
Bukan hanya Dumbledore yang terkejut, tapi Draco juga. Dia justru malah mengira Dumbledore pasti sudah tahu hal ini. Kalau Harry Potter punya ramalan yang dia sebutkan sendiri pada duelnya dengan Voldemort, apakah yang ini ramalan untuk Heather? Maka dari itu dia bisa mengalahkan Voldemort juga, karena sudah di ramalkan?
Draco kembali ke waktunya yang semula tepat saat dia keluar dari ruangan itu. Jantungnya berdegup cepat. Mulanya dia hanya ingin melihat bagaimana Heather lahir, tapi dia malah mendapatkan suatu informasi mengejutkan.