Disarankan membaca sambil mendengarkan playlistku di Spotify agar lebih terbawa suasana. Aku nulis sambil dengerin playlist itu juga. Selamat membaca!
***
Draco merasa dirinya kacau sekali. Dia terus duduk sambil menutup wajahnya dan menangis sejak kembali dari kediaman lama keluarga Alley. Sesekali dia menenggelamkan wajahnya di atas tempat tidur Heather dan meremas tangan gadis itu pelan, membuat keduanya menjadi basah karena air matanya.
Setelah setengah jam berlalu, tangisannya mulai reda, hanya tinggal menyisakan sesenggukan kecil. Ia tidak mau menangis lagi dan menghembuskan napas lega ketika ada seseorang yang mengetuk pintu dari luar. Goly si peri rumah bertopi merah dengan serbet cokelat, masuk ke dalam kamar rawat Heather setelah Draco menyahut.
"Tuan muda Malfoy, ada tamu untuk Anda dan Nona Heather," katanya sambil membungkuk hormat. Telinganya mengepak pelan ketika dia berdiri kembali.
"Siapa?"
"Tuan Harry Potter."
"Potter? Bersama siapa dia ke sini?"
"Sendirian, tuan," jawab Goly.
Draco mengangguk pelan, menyeka air matanya dengan cepat dan menoleh ke cermin sebentar, memastikan dia tidak terlalu terlihat seperti orang sinting di depan mantan musuh bebuyutannya. "Suruh dia masuk."
"Baik, tuan."
Beberapa saat kemudian, seorang laki-laki berkacamata masuk ke dalam kamar itu dengan sebuket bunga matahari. Rambutnya yang hitam terlihat selalu seperti tidak pernah disisir, terangkat di bagian depan dan memperlihatkan sebuah bekas luka berbentuk petirnya yang legendaris. Dia tersenyum agak canggung saat mata hijaunya bertemu dengan mata abu-abu Draco.
"Siang, Malfoy," sapanya berusaha seramah mungkin.
Draco tidak menjawab. Bahkan rasanya rahangnya terlalu kaku hanya untuk tersenyum. Dia cuma bisa menatap lelaki itu dengan dingin dan memalingkan pandangannya ke arah Heather lagi beberapa detik kemudian.
"Bagaimana keadaannya? Lebih baik?"
Draco hanya mengangguk menanggapi. Harry menghembuskan napas kasar dan menyeringai. Lelaki itu menyadari bahwa mata Draco sembab dan wajahnya memerah di beberapa bagian, dan dia mengira Draco pasti habis menangis lagi. Harry berjalan ke arah nakas di sisi lain tempat tidur Heather dan meletakan buket bunganya di sana.
Lelaki itu memandang wajah cantik Heather dan mengelus kepalanya pelan. Harry beralih lagi pada Draco yang masih memandang Heather lamat-lamat. Sebuah kalung emas berantai halus dengan jam pasir mungil menggantung di leher pucatnya.
"Kau sudah memakai Pembalik Waktunya, kan?" tanya Harry memulai. "Tidak, aku tidak ingin mengambilnya," tambahnya cepat-cepat saat Draco bergerak untuk melepaskan benda itu dari lehernya. Dia tersenyum ketika lelaki itu kembali memakainya. "Aku cuma ingin memastikan kau memakainya dengan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories Untold (After The Battle of Hogwarts)
Fanfic[PENDING] [Sequel/kelanjutan dari Born To Be Ready. Disarankan membaca Born To Be Ready lebih dulu agar dapat mengerti alurnya] Pertempuran berakhir, bukan berarti perjuangan hidup juga berakhir. Ketakutan, kepedihan, rasa sakit, duka, dan keputusas...