Something Amazing Called Love

558 58 7
                                    

"Draco, aku ingin bertanya sesuatu," kata Heather selagi Draco menuntunnya melangkah pelan-pelan.

Gadis itu belum bisa berjalan dengan benar dan masih mengandalkan bantuan orang lain untuk menjaga tubuhnya agar tetap seimbang. Sepertinya memang Heather jauh lebih lambat dalam hal ini dibanding yang lainnya. Draco sudah hapal, karena bahkan dalam keadaan normal pun, gadis itu sering tersandung kakinya sendiri. Narcissa dan Lucius mengatakan bahwa Heather juga jauh lebih cepat berbicara saat kecil daripada berjalan. Berbanding terbalik dengan Draco kecil yang sudah berlari sementara mulutnya belum bisa mengucapkan 'R' dengan benar.

"Apa yang kau mau tanyakan?" kata Draco, menangkap Heather dengan cepat saat gadis itu kehilangan keseimbangannya lagi setelah lima langkah bergetar menuju Draco.

"Ini namanya apa?" kata Heather, menunjuk benda yang melingkar di jari manisnya selagi Draco mengangkatnya ke atas tempat tidur. Gadis itu memandang Draco penasaran dari posisi duduknya sambil mengayunkan kakinya yang tergantung pelan.

"Itu cincin," kata Draco. Dia sendiri menunjukkan sebuah cincin perak berlambang ular di jari tengahnya. "Aku juga punya."

"Kenapa cincinmu dan punyaku berbeda?"

Draco mengangkat alisnya, bingung bagaimana cara menjelaskan yang satu itu. "Er—karena maknanya juga berbeda."

"Apa perbedaannya?"

Draco terkekeh pelan. "Penjelasannya akan membuatmu pusing."

"Ayo, jelaskan!" kata Heather gemas, menarik-narik ujung kemeja Draco sambil mengembungkan pipinya.

Lelaki itu menarik napas panjang, menahan agar tidak menerkam Heather saat itu juga saking gemasnya. "Oke, aku jelaskan," kata Draco pasrah. "Tapi aku tidak berharap kau langsung mengerti. Jangan menaruh ekspektasi tinggi."

"Oke," kata Heather semangat, membenarkan posisi duduknya dan memandang Draco lekat-lekat.

Draco menyeringai, menunjuk cincinnya lagi. "Milikku, cincin ini hanyalah sebuah hiasan—er—perhiasan yang dipakai di tubuh seseorang untuk memperindah penampilan," jelas Draco. Dia mengambil tangan Heather dan menunjuk cincin gadis itu. "Sementara milikmu..."

"Cantik," kata Heather sambil mengangguk, menyetujui perkataannya sendiri kalau cincin miliknya memang jauh lebih cantik dari milik Draco.

Lelaki itu itu terkekeh dan kembali melanjutkan. "Itu adalah sebuah tanda bahwa aku pernah melamarmu."

"Draco pernah melamarku?" tanya Heather bersemangat, seakan dia tahu apa artinya itu, sebelum dia bertanya lagi dan memasang wajah bingung. "Melamar? Apa itu?"

Draco harus sabar sekali untuk menjelaskan ini sementara wajahnya sudah merona sendiri. "Meminta seseorang orang untuk dijadikan istri atau menikah."

"Istri? Menikah?"

"Er—kamu lihat ibu dan ayahku? Bibi Narcissa dan Paman Lucius?" Rasanya lucu sekali menyebut orang tuanya sendiri dengan paman dan bibi.

Heather mengangguk dan memiringkan kepalanya penasaran. Wajahnya semakin dekat dengan Draco hingga lelaki itu harus menahannya untuk tetap di tempat, menghindari gadis itu meluncur jatuh dari tempat tidur.

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi mereka. Goly si peri rumah masuk ke dalam kamar rawat Heather setelah Draco menyahut. "Maaf mengganggu, tuan, nona," kata Goly membungkuk rendah. "Ada tamu yang ingin menjenguk Nona Heather di luar."

"Siapa?" tanya Draco agak kesal karena waktunya dengan Heather diganggu.

"Tuan muda Berkshire."

"Berkshire?" kata Draco jengkel. "Mau apa dia ke sini?" Lelaki itu menghembuskan napasnya kasar, beralih pada Heather dan membenarkan letak duduk gadisnya di tempat tidur.

The Memories Untold (After The Battle of Hogwarts) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang