Their Plans

473 57 1
                                    

Draco menghembuskan napasnya kasar, mau tidak mau tertawa saat melihat Heather yang wajahnya kini memerah, terlihat paling jelas di sekitar bawah mata sampai ke telinga. Perkataannya sudah melantur entah kemana selagi dia menyandar pada Draco dengan manja. Lelaki itu dengan cepat menahan tangan Heather yang hendak meraih gelas winenya lagi.

"Aku haus," rengek Heather, memanyunkan bibirnya dan memukul-mukul pelan lengan Draco.

"Kau sudah terlalu banyak minum," kata Draco sabar. Dia tidak sepenuhnya benar. Heather hanya minum tiga gelas dan langsung mabuk. Gadis itu tidak tahan alkohol walaupun hanya wine.

"Sebaiknya kau membawanya pulang," kata Daphne, menahan tawa saat mendengar Heather mulai bersenandung asal.

"Yeah, itu yang kupikirkan sejak tadi." Draco merekatkan blazernya yang tersampir di bahu Heather. "Maaf agak mengacaukan acara kalian."

"Kami justru berterimakasih kalian bisa datang walaupun, yeah..." kata Theo, meneguk winenya dengan canggung.

"Astoria benar-benar pembawa masalah," jelas Daphne membantu. Dia menyibak rambut pirang panjangnya pelan dan bersandar dengan nyaman di pundak tunangannya. "Aku masih tidak mengerti apa yang sebenarnya dia pikirkan. Dia anak baik selama di rumah. Jauh lebih baik sebelum masuk Hogwarts. Kurasa dia seharusnya memang tidak bertemu Malfoy."

"Dia licik dengan cara tertolol yang pernah aku lihat," kata Pansy. "Lebih tolol dari Goyle."

"Hei!" Goyle yang tidak terima melempar gumpalan tissue pada Pansy dan mengundang gelak tawa orang-orang di ruangan itu.

Mereka masih berada di mansion keluarga Nott yang sekarang resmi menjadi milik Theo, menjadikan mereka bisa dengan bebas menggunakannya tanpa peduli ada orang tua yang mencela tentang bagaimana anak muda dan seorang bangsawan seharusnya bersikap. Mereka duduk di sofa-sofa di ruang tamu yang ruangannya terpisah sementara para peri rumah membersihkan dan merapikan kembali aula yang tadi dipakai sebagai puncak acara.

"Well, kupikir salahku juga," aku Draco, mengelus rambut Heather yang sudah membenamkan wajah di dadanya. "Aku agak bersikap gegabah saat pesta dansa."

"Memangnya apa yang membuatmu sampai mengajaknya ke pasta dansa?" tanya Tracey, tampaknya mulai terbiasa dengan Adrian yang sedang menciumi lehernya. "Tidak mungkin hanya karena dia adik Daphne, kan?"

"Aku hanya ingat bahwa dia mudah diajak karena tidak perlu membujuk dengan cara-cara yang mempersulit hidup. Bahkan aku tidak pernah benar-benar mengajaknya secara langsung. Aku cuma menitip pesan pada Daphne," jelas Draco.

"Ah, iya. Aku ingat." Daphne mengangguk paham. "Malfoy juga bilang padaku alasannya hanya karena Astoria punya rambut hitam."

"Maksudnya?" Goyle mengeryit bingung.

"Karena Heather jelas berambut hitam," kata Blaise.

"Kenapa tidak dengan Pansy? Rambutnya, kan, hitam juga."

"Kau mau kupukul?" kata Blaise tidak santai sambil mengepalkan tinjunya ke arah Goyle.

Mereka terkekeh pelan. "Sebaiknya tidak ambil resiko babak belur sebelum pesta, kan?" kata Draco santai. "Well, kami akan pulang duluan." Draco mendorong Heather pelan yang mulai mendusel-dusel lehernya. "Dia agak tidak terkontrol. Terimakasih atas undangan, makanan, dan segala macamnya."

"Kami juga berterimakasih karena kalian sudah datang," kata Theo.

Draco telah berdiri dari sofa dan sedang bersusah payah membujuk Heather untuk pulang. "Ayolah," katanya gemas, menarik tubuh Heather agar mau berdiri. Draco memeluk pinggang Heather agar tetap tegak sementara tangannya yang lain dengan cepat mengambil blazernya dan mengikatnya di bagian bawah tubuh Heather, menutupi kakinya karena gaun yang dipakainya hanya sebatas lutut. Lelaki itu mengangkat Heather dan menggendongnya dengan mudah karena sudah berkali-kali dilakukan dan berat badan gadis itu tidak pernah bertambah. "Well, sampai jumpa," kata Draco untuk terakhir kali sebelum melangkah keluar dari ruangan itu sambil terkekeh karena Heather mulai merengek-rengek.

The Memories Untold (After The Battle of Hogwarts) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang