Sea membuka mata perlahan, menatap langit-langit ruangan yang terasa asing. Ia mengerjap beberapa kali, berusaha mengumpulkan kesadaran secara penuh.
Kepalanya pening dan terasa berat, tubuhnya juga lemas dan sulit digerakkan seolah ia telah berbaring disini selama berhari-hari. Melalui ekor matanya, gadis itu menangkap bayangan seseorang tengah duduk di sofa dekat jendela. Sesaat ia berpikir bahwa ini adalah mimpi.
Apa yang terjadi? Sebenarnya aku ada dimana?
"Kamu sadar? Aku akan segera panggil dokter."
Suara berat seorang pria memecah keheningan. Sea menoleh, mendapati Sean Allegra tengah berjalan kearahnya. Agak sedikit terkejut, Sea kembali memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.
Pria itu berjalan keluar kemudian, memanggil dokter untuk segera mengecek keadaan gadis yang terbaring lemah di ranjang. Lagi-lagi, Sea belum bisa membaca situasi. Jika Sean berkata akan memanggil dokter, itu berarti dirinya tengah berada di rumah sakit sekarang. Namun ia tak tau alasan mengapa dirinya tergeletak disana.
Seseorang dengan jas putih dan stetoskop yang menggantung di leher memasuki ruangan. Disusul oleh seorang wanita berseragam putih juga dibelakangnya.
"Saya akan memeriksa keadaan anda."
Dokter itu memeriksa Sea, sambil sesekali menganggukkan kepala. Entah mengapa suasana ini membuat Sea sedikit tegang. Matanya terpejam, ia berusaha mengingat dan mencari jawaban dari serpihan ingatannya yang terputus-putus, namun nihil. Apa yang terjadi?
Ia tak mengerti mengapa rasanya semua orang yang ada di ruangan itu tiba-tiba mengembuskan napas lega ketika sang dokter berkata, "Syukurlah keadaannya sudah membaik, Nona Sea hanya perlu beristirahat."
Hanya tersisa Sea dan Sean di dalam ruangan setelah dokter dan perawat tadi keluar. Keheningan menjalari keduanya, yang terdengar hanya suara jam dinding berdetak. Sea beranjak dari tempat tidur, pandangannya menyapu ruangan.
"Kamu harus istirahat, jangan banyak gerak dulu." Sean berkata sembari menghampiri Sea, menyaksikan gadis itu tengah kebingungan mencari sesuatu.
"Ketemu." Tangan Sea segera meraih ponsel miliknya yang tergeletak di laci nakas. Mata gadis itu seketika membulat dan tangan kirinya membekap mulutnya sendiri, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Rasa nyeri perlahan menghampiri kepalanya. Nyaris saja gadis itu rubuh jika Sean terlambat satu detik untuk menyangga tubuh mungil Sea.
"Tanggal 27 Maret?" Sea bermonolog.
Gadis itu sangat mengingat tanggal dimana ia pergi bersama Jin ke Alienus Lab, 2 Maret. Hari dimana tangan misterius itu menyentuhnya selama beberapa menit, hari yang sama juga dimana ia mencari jalan keluar dari gedung terbengkalai itu karena ketakutan. Harusnya waktu yang ia habiskan kurang dari 3 jam disana. Apa artinya kesadarannya hilang setelah berhasil keluar?
"Sudah 25 hari aku koma disini?" Jika perhitungannya tidak salah, maka ia koma setelah keluar dari Alienus Lab hingga hari ini.
Sean bergeming beberapa saat, kemudian pria itu mengarahkan Sea untuk kembali tidur di ranjangnya. Dengan pelan, Sean membelai surai kecoklatan Sea. Gadis itu berusaha menyembunyikan semburat merah merona di pipinya. Ada yang aneh dari sikap teman prianya, ia tak biasanya sehangat ini. Seperti kembali melihat sosok Sean yang dulu.
Ah sial, bahkan disaat seperti ini gadis itu masih sempat tersipu.
"Aku seneng kamu udah sadar." Pria itu tersenyum manis.
Sea yang merasa janggal dengan segala situasi yang terjadi, memberanikan diri bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa aku mengidap penyakit mematikan dan akan meninggal sebentar lagi?"
YOU ARE READING
[ON GOING] Butterfly
Fanfiction"Kau tau kan jika kupu-kupu itu rapuh saat kau sentuh." Gadis itu memandang ke langit luas, menatap bintang yang bertaburan bebas. Ia menyunggingkan sebuah senyuman penuh arti, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Kau tau bagaimana caranya agar kupu-ku...