11. Forgotten

11 0 0
                                    

Sudah pukul dua siang, Sea masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Selama lebih dari satu bulan lamanya ia menjalani rutinitas seperti ini. Sangat monoton, sampai dirinya sendiri juga merasa muak. Namun mau bagaimana lagi, untuk saat ini memang tidak ada hal yang bisa ia lakukan. Bahkan agensinya sendiripun masih belum memberi kabar kapan ia harus kembali, sepertinya akan membutuhkan waktu cukup lama hingga skandalnya mereda.

Sea berpindah tempat, duduk diujung kasur sembari menatap lantai dengan tatapan kosong. Ingatannya membawa dirinya kembali ke kejadian semalam, ketika Ethan menciumnya. Astaga, bisa ia rasakan pipinya kini memerah. Sekarang bagaimana Sea harus menghadapi Ethan jika bertemu nantinya? Haruskah ia pura-pura lupa? 

Suara dering telpon membuyarkan lamunan panjang Sea, ia menatap nama yang tertera disana dan mengangkat panggilan itu dengan malas.

"Kak, aku kirim alamat studio barusan, Ethan lagi pemotretan, rencananya minggu depan aku mau launching produk jadi harus buru-buru selesai nih." Suara yang sangat familiar itu terdengar dari seberang.

"Terus?" Ucap Sea acuh, mood-nya masih belum stabil sekarang.

"Kamu mungkin bisa nyusul kesini nanti sore, lagian gaada kerjaan juga kan? Pasti bosen kan di apart terus? Dateng ya, aku juga mau traktir kalian makan nanti kalau pemotretan udah selesai. Aku ga menerima penolakan."

Tut

Sambungan telepon diputus sepihak, Sea merasa sedikit kesal. Ia bahkan tidak punya kesempatan untuk menolak. Apa tidak usah datang saja? Batinnya bergejolak, akan terlalu canggung bagi dirinya jika bertemu Ethan hari ini, bukan? Tapi biar bagaimanapun, Nam Jin juga sudah seperti adiknya sendiri.

Gadis itu mengacak rambutnya frustasi. Ia kembali merebahkan tubuh ke kasur. Memang benar jika ia merasa bosan, ini sudah memasuki bulan kedua di era pengangguran Sea. Gadis itu kini hanya berguling guling tidak jelas sambil memejamkan matanya, hingga suara bel pintu apartemen mengalihkan fokus gadis itu. Dengan langkah malas, ia berjalan dan membuka pintu.

Seorang pria sudah berdiri di depan sana, mengenakan coat hitam panjang dengan penampilan sangat rapi. Oh, tentu Sea sudah tau, ia sudah melihatnya melalui bel interkom, siluet yang sangat familier.

"Masuklah." Sea bersuara, membiarkan pria itu masuk ke apartemennya.

"Kamu belum siap-siap?" Suara berat yang tidak asing menyapa gendang telinga Sea.

"Apa Jin ngundang kamu juga?"

"Iya, makanya aku kesini sekalian jemput kamu."

"Tapi acaranya sore? Ini masih jam segini loh, dan aku belum ngapa-ngapain."

"Gapapa, aku kangen aja, dan aku bisa nunggu kamu kok buat siap-siap."

Gadis itu terdiam sesaat dan tampak berpikir. Perasaannya kali ini beda, ia tak lagi berdebar ketika kalimat itu bahkan dengan lantang keluar dari mulut pria dihadapannya, Sean Allegra. Mungkin saja jika Sean mengucapkan ini satu tahun lalu, Sea akan segera berlari menghambur ke pelukan pria itu. Tapi kenapa sekarang rasanya biasa saja?

"Aku siap-siap dulu, mungkin butuh waktu lama jadi kalau kamu bosen, nonton tv aja."

Siluet gadis itu perlahan menghilang dibalik pintu. Sementara Sea sibuk mempersiapkan diri, Sean Allegra yang sedari tadi terlihat duduk santai kini menghela napasnya dalam. Pasti ia juga merasa canggung, dirinya bukan tipe pria yang suka blak-blakan mengungkapkan isi kepala, apalagi semenjak Sea menjadi aktris, keberadaan dirinya untuk Sea juga mulai ia batasi, takut jika gadis itu mungkin akan terkena skandal. Bukankah ini sudah cukup lama bagi mereka berdua menjadi asing?

[ON GOING] ButterflyWhere stories live. Discover now