Gadis itu terpekur menatap ponselnya. Sebaris kalimat yang dikirim seseorang nun jauh di sana via pesan berhasil mengguncang dunianya sore itu.
Ia tak tahu harus bagaimana. Menangis menjadi hal paling percuma yang bisa ia lakukan. Ingin rasanya ia berteriak pada dunia. Menyalahkan takdir. Menyalahkan Semesta. Menyalahkan siapa saja yang berperan dalam tragis drama yang ia lakoni.
Pintu kamarnya berderit, menandakan seseorang baru saja membuka pintu kamarnya. Ia menoleh. Ibunya berdiri di ambang pintu dengan wajah bersimbah air mata.
"Sayang..."
Matanya menyusuri foto mereka berdua yang tergantung di dinding kamarnya. Mereka yang tersenyum. Mereka yang tertawa dengan es krim di hidung mereka. Mereka yang tengah berlari dikejar ombak. Mereka yang duduk berdampingan di sebuah bangku taman dengan Chaewon yang merengut di tengah mereka. Lalu foto mereka bersama Yuri dengan gelembung beterbangan di udara.
Tiba-tiba seseorang menyeruak masuk. Gadis itu mematung. Chaewon menariknya dalam pelukan.
"Jangan begini," gadis itu berbisik, "Jangan begini. Menangislah. Meraung. Lempar barang-barangmu. Pukul aku. Apapun. Asal jangan membisu begini."
Tiba-tiba saja tangisnya pecah. Kedua tangannya bergerak meremas ujung-ujung baju Chaewon. Dirasakannya gadis itu menepuk punggungnya pelan, pelukannya mengerat.
"Chaewon," gadis itu tersengal, "Kenapa jadi begini?"
Sebelah tangan Chaewon bergerak mengelus kepala gadis dalam pelukannya pelan, "Menangislah..."
"Kenapa kisah kami harus berakhir begini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya
FanfictionBagi Hitomi, Minju adalah belahan jiwa. Soulmate. Seseorang yang mengerti tanpa perlu ia bicara. Seseorang yang memahami tanpa perlu ia berkata. Dan Hitomi tak ingin melepas. Seandainya bisa, Hitomi tak ingin melepas. Bagi Minju, Hitomi adalah semua...