"Nako, kau yakin kau sedang menempuh pendidikan master dan bukannya siswa SMA?"
Nako mendesah dengan dramatis, "Bibi, harusnya Bibi juga menanyakan hal yang sama pada putrimu. Bukannya fisik kami sebelas dua belas?"
"Hei, aku tetap lebih tinggi darimu!"
"Oh diamlah. Kemari kau sepupu kecil."
"Siapa yang kau sebut kecil?" Namun Hitomi tetap melingkarkan kedua lengannya di pundak Nako, "Aku merindukanmu, Kecil."
"Dan kau tidak merindukanku? Dasar tukang pilih kasih."
Hitomi terkekeh, lalu merentangkan sebelah tangan, menarik Sakura ke dalam pelukan. Sakura membungkus kedua adik sepupunya itu dalam satu pelukan besar, menggoyangkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri, "Aku tidak akan berisik, aku janji. Bibi juga tak perlu khawatir, aku takkan membuat keributan. Entah kalau Nako."
Di depannya, Keiko tertawa, "Oh, Sakura, aku butuh kebisingan di rumah ini. Hanya aku dan Hitomi—bayangkan betapa sepinya!"
"Mama, aku selalu ada di rumah, kalau Mama lupa," Hitomi memutar kedua bola matanya malas. Sang ibu mengangkat bahu.
"Lihat 'kan?" telunjuknya mengarah pada Hitomi yang menatapnya dengan wajah datar dan bibir mengatup, membentuk garis tipis, "Anak ini kadang-kadang memang tidak tahu terima kasih. Apa ia lupa kalau aku yang selalu menyiapkan makan malamnya?"
"Oh, Mama tersayang," Hitomi melepaskan diri dari pelukan Sakura, "Maafkan putrimu yang telah berdosa ini. Sebagai balasannya, putri kecilmu akan berusaha membahagiakanmu selamanya."
Sang ibu mendengus geli kala menyaksikan monolog kecil yang dimainkan Hitomi dengan dramatis, "Terserah kau saja. Omong-omong," Keiko kemudian melempar pandangan pada Nako dan Sakura yang sibuk membenahi barang-barang mereka yang mencuat dari tas belacu, "Kalian tak keberatan jika seseorang—tidak, dua orang bergabung bersama kita untuk makan siang?"
Sakura yang tengah menjejalkan konsol gim miliknya ke dalam tas menoleh, "Ah, Bibi mengundang teman Bibi untuk makan siang?" di sebelahnya, Nako menguap, "Aku tidak keberatan—teman Bibi adalah temanku juga. Nako?"
"Hoah—mm tentu saja tidak," Nako menggeliat, meregangkan tubuhnya, "Tapi jika Bibi tidak keberatan, aku ingin tidur—"
"Oh, tentu, tentu," Keiko mengibaskan tangan, lalu mengarahkan telunjuknya ke atas, "Salah satu dari kalian akan menempati kamar di lantai atas, satu lagi—"
"Aku tidak keberatan menempati kamar di dekat balkon, Bibi," tukas Nako cepat, "Memang tak seberapa luas, tapi aku khawatir selera musikku merusak telinga Bibi, jadi lebih baik aku menempati kamar itu. Sakura bisa mengambil kamar di seberang kamar Hitomi—barang-barangnya banyak."
"Nako, aku mencintaimu."
"Aku tidak butuh cintamu, Sakura, tapi kalau kau ingin membuktikan seberapa cinta kau padaku, berikan aku uang."
"....apakah Nako telah berubah menjadi seorang kapitalis?"
*****************
"Hitomi?"
Hitomi yang tengah melamun di depan meja belajarnya menoleh, "Nako?"
Kepala gadis itu menyembul dari balik pintu. Cengiran lebar menghiasi wajahnya, "Aku boleh masuk 'kan?"
Hitomi terkekeh pelan, lantas mengisyaratkan gadis itu untuk duduk di tempat tidur. Dengan hati-hati, Nako menutup pintu di belakangnya, lalu mendaratkan pantat di tepian tempat tidur, "Uh, kau masih suka karakter buah persik ini?" Nako meraih boneka besar berbentuk karakter buah persik berwarna merah muda—benar-benar mengingatkannya pada Hitomi, "Oh, kamarmu juga masih tetap rapi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya
FanfictionBagi Hitomi, Minju adalah belahan jiwa. Soulmate. Seseorang yang mengerti tanpa perlu ia bicara. Seseorang yang memahami tanpa perlu ia berkata. Dan Hitomi tak ingin melepas. Seandainya bisa, Hitomi tak ingin melepas. Bagi Minju, Hitomi adalah semua...