Dua Belas: Sekat tak Kasat Mata

43 7 5
                                    

"Minju, Sayang, kau yakin tak ingin makan malam dengan sepupumu yang paling cantik sedunia?"

Minju memutar bola matanya malas. Tangan kirinya menggenggam tas laptop miliknya. Blazer miliknya tersampir di lengan kanan. Sekali lagi, ia melirik jam di dinding. Sudah pukul lima. Aku harus bergegas, "Kau memang sepupu paling cantik di dunia, tapi ada hal yang lebih penting dari menghabiskan malam bersama sepupu lajangku."

"Hei!" di meja seberang, Chaewon merengut, "Sebagai pembelaan, hubunganku dan Yunjin-tunggu, atau Yujin? Sebentar, mantan pacarku yang terakhir-"

Minju mendengus, "Lihat 'kan? Mereka yang pernah hadir cuma kau anggap angin lalu," sekali lagi ia memastikan bahwa kunci mobilnya sudah ada di saku, "Ayolah, Chaewon. Kau tak bisa terus begitu."

"Minju, aku tahu benar kau tak punya janji malam ini. Temani aku?"

Minju mengedikkan bahu, "Makan malam sendirian lebih baik dariapda menemanimu mengeluhkan kehidupan lajangnmu dan mempertanyakan soal gadis mana lagi yang bisa kau kencani," ia melangkah menuju pintu, bersiap meninggalkan sepupunya yang menatapnya tak percaya, "Aku duluan. Kau bisa makan malam dengan Yuri 'kan? Dah, Sepupu!"

Minju mempercepat langkahnya. Ia tak ingin membuat Hitomi menunggu. Mereka hanya punya beberapa hari lagi-sebisa mungkin, ia tak ingin membuang waktu. Satu detik tanpa Hitomi di sisinya adalah siksaan paling panjang dan berat; satu detik bersama gadis itu berarti senyum yang takkan luntur dari wajahnya untuk entah berapa lama.

Begitu pintu lift terbuka, ia bergegas melangkah masuk, tak menyadari berat pandangan Chaewon yang terarah padanya dari balik punggung. Ia melambai pada gadis itu, tepat sebelum pintu lift tertutup, melewatkan tatap mata sayu dan senyum getir yang terukir di wajah Chaewon.

Bahagialah meski untuk sementara, Minju.

**********************

"Maaf membuatmu menunggu," tangannya sibuk menarik kursi dan meletakkan barang-barangnya di atas kursi kosong di sebelahnya. Hitomi yang tengah menekuri ponselnya kemudian mendongak, dengan seulas senyum tipis terlukis di wajah.

"Hei," sapa gadis itu pelan, menyurukkan ponsel ke dalam tas. Minju berusaha mengatur napas-tak perlu berlari mengelilingi kota untuk membuat paru-parunya kembang-kempis dengan cepat; satu senyum dari Hitomi, dan barangkali detak jantungnya baru saja dicuri, juga hatinya-seluruh hidupnya.

"Kau sudah pesan sesuatu?" tanya Minju sambil menyampirkan blazer di sandaran kursi. Gadis di depannya mengangguk. Sejenak, Minju terdiam.

Hitomi terlihat manis sekali. Sweter berwarna putih gading itu melekat sempurna di tubuhnya. Gadis itu juga baru saja mengganti warna rambutnya. Rambut oranye terlihat cocok untuknya.

Tapi, apa pun itu, asal Hitomi, semua akan terlihat manis. Dan cantik-gadis itu adalah keindahan yang Minju harap bertahan selamanya dalam hidupnya.

"Minju? Ada sesuatu di wajahku?"

Minju mengerjap. Buru-buru ia menggeleng, "Tidak," ujarnya cepat, "Hanya saja-"

"Hanya saja?" Hitomi menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Minju berdehem. Pandangannya tak lagi terarah pada Hitomi. Dalam satu tarikan napas, ia berkata

"Hanya saja kau terlihat cantik."

Hening. Saat diam-diam Minju melirik ke arah gadis itu, dilihatnya semburat merah mewarnai pipi gadis itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibir. Hitomi yang sedang tersipu terlihat sangat, sangat, menggemaskan.

Bolehkah Minju membawa gadis itu ke mana pun ia pergi?

"Tolong beri aba-aba jika kau ingin mengatakan hal-hal yang manis. Aku tidak siap adu rayu denganmu," ujar Hitomi dengan wajah yang-kentara sekali dipaksakan-terlihat kesal. Minju terkekeh.

SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang