Rosé rasanya akan pingsan.
Tapi nyatanya tidak. Dia tetap berdiri tegak di hadapan lukisan itu. Matanya bergulir membaca tulisan judul lukisan itu.
Aphrodisiac.
It's Jeffrey's.Rosé tidak tahu harus bagaimana. Harus bereaksi bagaimana. Ia hanya berdiri di situ, menatap lukisan lamat-lamat. It's Jeffrey's, katanya.
Jeffrey bahkan tidak menggambarkannya sebagai she.
It's Jeffrey's.
"You good?"
Suara Lisa memecah lamunan Rosé. Rosé menoleh kaku, lalu tersenyum.
Melihat itu, Lisa mengangguk lalu berbalik. "Yaudah ayo lanjut, kata Eunha ada stand eskrim—"
"Lis."
"Kenapa?"
Lisa menatap heran Rosé yang tidak bergerak dari tempat ia beridri, menunduk dalam-dalam. Matanya bergulir melihat kedua tangan Rosé yang gemetar. "Sé?"
Lisa mendekat, menempatkan kedua tangannya pada bahu sempit Rosé, sedikit membungkuk untuk melihat wajah gadis itu yang tertunduk. "What's wrong?"
"Kalau gua bilang Jeffrey beneran aneh, lo bakal percaya gak?"
Dahi Lisa berkerut mendengarnya. "Maksudnya?"
"Rosé, gua pikir lo gak akan datang ke sini."
Itu Jeffrey. Dan Jungkook di belakangnya, memasukkan tangan ke saku jaket dan melihat-lihat ke sekitar.
Melihat wajah pucat Rosé, dan mengingat apa yang Rosé bicarakan tadi, Lisa bergeser agar Rosé berada di belakangnya, lalu mendongakkan kepala demi menatap Jeffrey yang terkekeh, "ada apa ini?"
"Gak ada apa-apa. Gua sama Rosé mau beli eskrim."
Sedangkan di balik punggung Lisa, Rosé menyalakan ponselnya dan buru-buru menghubungi kakaknya. Ia tidak tahu harus memberitahu ini ke siapa, kakaknya sendiri jarang pulang ke rumah seperti kedua orangtuanya, tapi mungkin yang akan mengambil tindakan serius adalah kakaknya.
Lisa menggenggam tangan Rosé, lalu menariknya lembut melewati Jeffrey dan Jungkook. Tapi belum sepenuhnya lewat, Rosé memekik saat Jeffrey menahan pundaknya.
"AAKH!"
Prak!
Dan ponselnya jatuh.
Jeffrey memasang wajah kaget. "Lo kenapa?" Ia menunduk untuk mengambil ponsel Rosé yang sekarang pecah dan mati total, menghantam lantai aula yang dingin.
Rosé buru-buru mengambil ponselnya yang disodorkan Jeffrey, lalu melangkah lebar dari situ. 2 langkah, Jeffrey memanggilnya lagi,
"Rosé!"
Badan Rosé membeku.
"It seems like you have something to say to me." Jeffrey tersenyum. "Do you?"
Rosé berbalik, menatap sepasang mata tajam itu, dan ia membalas senyum Jeffrey. Senyum yang sekilas seperti senyum-senyum sebelumnya, tapi yang ini penuh arti. Arti yang Rosé tahu. Lukisan itu.
"Actually, I do have something to say." Rosé melebarkan senyum, berusaha menutupi tangannya yang gemetar. "I love your paintings, Jeff. Keep it up!" Ia mengepalkan tangannya isyarat memberi semangat, lalu menyambar tangan Lisa dan pergi dari aula itu.
Senyum Jeffrey luntur.
Menoleh ke Jungkook. "Dia gak nyadar?"
Jungkook menghela napas malas. "I don't fucking know, Man, just "buy" and keep her in your basement or stuff, this shit complicated."
Note:
Gw ngebayangin Jungkook ngomongnya kyk Fez di Euphoria wkwkwk
Rosé sudah tidak sanggup berlari lagi.
Kedua tangannya gemetar, kakinya lemas, kepalanya terasa berputar, matanya tidak sanggup menatap ke depan, merasa semua tatapan menembus kulitnya.
Napas Rosé tidak beraturan, ia terduduk di kursi pertama yang ia lihat, napasnya terasa pendek, sesak.
"Rosé!!!" Lisa berlari mendekati Rosé, lalu menyeka rambut Rosé yang menutupi wajah. "Lo kenapa??"
"Lisa .... hiks."
Rosé menutup wajahnya dengan kedua tangan, lanjut menangis tanpa suara. Seluruh badannya bergetar, napasnya makin terasa pendek karena menangis, jantungnya berdetak terlalu cepat. Serangan panik.
Jeffrey melukis dirinya.
Tanpa busana.
Ia tidak pernah memperlihatkan tattoo itu kepada siapa pun. Letaknya pun tidak memungkinkan untuk terlihat kecuali saat ia membuka pakaian.
Tapi Jeffrey melihatnya ...
Dengan jelas, sangat jelas sampai bisa ia lukis sedetail itu, di kanvas besar, dipajang di tengah aula seolah itu sebuah mahakarya, lukisan paling indah yang pernah ia buat.
Lisa merengkuhnya dari samping, menepuk pundaknya dengan tempo lambat, agar ia bisa tenang.
5 menit.
10 menit.
20 menit.
Sampai akhirnya napas Rosé kembali normal, tangannya sudah tidak bergetar, keringat dinginnya berkurang. Ia menoleh ke Lisa, bibir pucatnya bergerak, "pinjam handphone, Lis."
"Handphone? Ini ini." Lisa buru-buru mengeluarkan ponselnya.
Jari Rosébergerak lincah memencet aplikasi telepon, ke keypad, 0822–
Lalu berhenti.
Berapa nomor kakaknya?
Sialan. Ia lupa.
Rosé menghela napas, lalu mengembalikan ponsel Lisa.
Lisa sebenarnya masih bingung kenapa Rosé tiba tiba mengalami serangan panik seperti tadi, tiba-tiba menangis tanpa suara, tangan bergetar hebat dan kaki tidak bisa menopang badan sendiri, tapi ia lebih baik diam dan menanangkan Rosé saja, dari apa pun yang mengusiknya.
"Mau gua beliin minuman?"
"Gak usah, Lis."
Hening beberapa menit.
"Lis, kalau ngadu ke guru BK soal, misalnya, pelecehan gitu bakal ditanggapin, gak?"
Lisa berpikir sebentar, lalu mengedikkan bahu. "Tergantung. Kalau udah keterlaluan dan buktinya jelas, biasanya dia ambil tindakan." Ia memberi jeda. "Tapi saran gua jangan, Sé."
Rosé menoleh. "Kenapa?"
"Maaf, Sé, lo lagi ada masalah sama Jeffrey? Lo nanya gini ke gua ada kaitannya sama Jeffrey?"
Rosé bergeming, tapi Lisa anggap itu sebagai 'iya'.
"Saran gua jangan diperbesar, gak usah dibawa ke BK."
"Hah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐨𝐭 𝐚𝐬 𝐇𝐞𝐥𝐥❜🎨
Fanfiction𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 ❝Jeffrey Jung is a different type of creep. ❞