"When Was It?"

1K 152 3
                                    




Kak Jinyoung

Sat, 12.42

Kak, dimana?
Boleh tolong jemput aku, gak?

13.06

Kakak masih kuliah?
Kalau kelasnya udah selesai hubungin aku ya kak.

13.25

Missed call from you
Missed call from you

14.19

Kak, masih sibuk?

14.58

Kak, tolong jemput.
Aku takut.



Rosé menatap roomchat dengan kakaknya, lama kelamaan pandangannya buram, air mata terjatuh ke ponselnya yang retak itu.

Sekarang sudah jam setengah 4, sekolah sudah agak sepi, acara akan dimulai lagi pukul setengah tujuh, ada beberapa artis yang diundang. Untuk saat ini, sebagian besar yang ada di sekolah adalah panitia acara.

Lisa sudah pulang, Eunha dijemput pacarnya, Yuju tidak kelihatan dari pagi.

Selain itu, dia tidak kenal siapa-siapa lagi.

Terkenal karena jalannya yang akuh dan muka yang sombong jelas sebuah kerugian. Tidak ada yang mau berteman dengan Rosé, semua berpikir ia menyebalkan, manja, dan membosankan. Hanya ada beberapa laki-laki yang dekat dengannya dan itu pun hanya karena wajahnya, begitu mereka mengobrol, respon terpaksa adalah yang Rosé dapat.

Hanya punya 3 teman, tidak dapat perhatian dari keluarga,

Dipertemukan dengan bajingan bernama Jeffrey Jung.

Rosé salah apa, sih?

Dia tidak pernah jahat pada orang lain, dia hanya jarang tersenyum dan semua orang menganggapnya sombong. Sedangkan Jeffrey yang melukisnya ... semua orang menyukai Jeffrey.

Duduk di bangku lobby sekolah, menatap layar ponselnya yang tidak kunjung ada notif dari sang kakak. Bahkan saat tidak ada orang di sekitarnya, ia dapat merasakan tatapan membungkus tubuhnya.

Apa Jeffrey mengintipnya? Kalau iya, dari mana? Ia tidak pernah ikut pelajaran olahraga jadi tidak pernah ganti baju di sekolah, Jeffrey tidak pernah ke rumahnya apalagi saat ia sedang ganti baju/mandi.

Apa Jeffrey menyelipkan kamera tersembunyi? Kalau iya, dimana? Di rumah tidak mungkin karena Jeffrey belum pernah kesana. Dan Jeffrey tidak pernah memberikannya barang—

Tunggu.

Kipas itu.

Rosé buru-buru merogoh tasnya, nihil, dia tidak membawa kipas itu, tapi dia yakin itulah cara Jeffrey melihatnya.

Atau saat ia tertidur selama 4 jam di kelas yang panas bersama Jeffrey setelah mendapat 8 jam tidur malam harinya.

Atau saat ia meminum minuman Jeffrey yang masih terisi penuh sebelum ia pinta.


Ah, sial.



"Hiks."

Menangis lagi, menutup kedua wajahnya dengan tangan. Ia merasa menyedihkan. Sekarang harus apa? Bukti tidak punya, keluarga jarang pulang, teman yang paling ia percaya di sini menyuruhnya tidak melapor. Dan bahkan jika benar ada kamera di kipas Jeffrey sekalipun tidak dapat menjadi bukti. Jeffrey tidak akan mengaku. Dia seorang bajingan sakit mental.

Harusnya Rosé sadar sejak awal bahwa tatapan Jeffrey selalu aneh padanya. Bahwa tidak mungkin Jeffrey mengipasinya selama ia tidur, bahwa kejadian saat kerja kelompok itu mungkin bagian dari rencana sialannya karena itu tidak pernah terjadi pada Rosé sebelumnya.

Apa Jeffrey memakai obat? Dia memberikannya obat tidur? Obat perangsang?

Membayangkannya saja Rosé jijik.

Jijik pada dirinya sendiri.

Jijik pada bajingan itu.

Dan fakta bahwa Rosé sempat menyukai Jeffrey membuatnya muak.





"Rosie?"

Fuck, kenapa harus ketemu di saat kayak begini?

Rosé buru-buru menyeka air matanya lalu tersenyum dan mendongak demi menatap pria yang berdiri menjulang di depannya, pria yang memanggilnya 'Rosie', sudah jelas itu Taehyung; mantan wakil ketua umum ekskulnya.

Ini tidak seperti Rosé peduli akan jabatannya, tapi Rosé hanya harus sopan pada yang lebih tua, jadi ia berdiri. "Kakak ... ngapain disini?" Tanyanya ragu.

"Lo nangis?"

"Ah, banyak alumni yang kesini juga deng, ya. Acaranya mulai lagi jam setengah 7, kak, masih bisa pulang dulu."


Hening. Rosé melempar pandangannya ke sembarang arah saat Taehyung mengerutkan dahi sambil menatapnya, kedua tangan pria itu dimasukkan ke saku celana.

"Lo nangis?" Ulangnya.

"Eh? Itu, saya—"

"Kelilipan? Habis pakai obat mata? Iritasi?" Taehyung terkekeh setelah memotong ucapan Rosé. "Gak usah banyak alesan. Gua antar pulang."

"Gak usah, kak—"

"Kalau lo ada tumpangan, lo gak akan duduk di lobby sampai dua jam. Kalau lo bawa kendaraan, lo pasti lagi nangis di rumah, bukan disini."

Rosé meringis. Itu benar.

"Gua antar." Taehyung tersenyum. "Harus mau." Lalu berbalik, berjalan lebih dulu ke parkiran.




Ting!

[Kak Jingyoung: gak bisa. Minta jemput pacar kamu aja.]

Tersenyum miris. Dia tidak punya pacar. Terakhir kali saat SMP kelas 8 itu pun tidak ada yang tahu, mungkin Jinyoung mengira dia adiknya yang lain, haha.

Rosé memasukkan ponsel ke tas, berlari kecil mengekori Taehyung.

𝐇𝐨𝐭 𝐚𝐬 𝐇𝐞𝐥𝐥❜🎨 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang