Houseki Gakuen adalah sekolah terluas di prefektur, bahkan satu pulau ini. Dengan halaman yang luas dan privat. Bahkan ada gelar tersendiri diberikan oleh pemerintah sejak akademi ini menangkap perhatian netizen di seluruh dunia. Dengan wilayah seluas itu, pihak sekolah pasti memberikan fasilitas yang lengkap untuk setiap murid; ruang makan, gedung olahraga, ruang tersendiri untuk setiap ekskul, dan fasilitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan sekolah. Perpustakaan saja berdiri sendiri, memisahkan diri dari gedung utama.
Tetapi dari sekian tempat istirahat yang bisa digunakan untuk berkumpul, ruang OSIS harus mengorbankan diri sebagai tempat berkumpul beberapa murid.
Sebenarnya ada alasan khusus mengapa ruang tersebut menjadi multifungsi di tangan oleh beberapa murid. Bukan karena mereka menjadi keren dan berkuasa bila hinggap di situ, seperti hantu penghuni. Tetapi karena fasilitas di ruang OSIS cukup nyaman, tempat mengisi daya baterai, kulkas mini, dan fasilitas yang sangat menyenangkan hati si pemalas.
Damien--si Ketua OSIS, sekaligus pemegang kunci ruangan tersebut--harus menahan fakta itu bulat-bulat, meskipun ini baru hari pertama sekolah. Keadaan ruangan tidak berisik atau terjadi sebuah kekacauan disana. Tapi pemandangan ada beberapa orang yang bukan anggota OSIS tengah bersantai di ruangan tersebut cukup mengganggu matanya. Teguran atau sindiran yang diberikan jatuh begitu saja di telinga mereka, seolah teman-temannya tuli dadakan.
Dia menghembuskan nafas gusar, memandang Solon yang tengah memainkan sebuah game online dengan ekspresi wajah tidak tebaca. "Jun dimana?"
"Pertanyaan retoris." Damien mencibir pelan mendengar ucapan Veron yang tengah selonjoran tanpa malu di atas sofa. Pemuda dengan aura menyegarkan mengadahkan lehernya. "Sudah tahu jawabannya, ngapain tanya? Kau kangen?"
"Aku sedang mencari alasan yang akurat untuk mengusir kalian."
Salah satu siswa yang duduk tenang di samping Solon tertawa pelan. "Maaf menganggumu, Damien. Tapi sejak kejadian upacara kelulusan akademi, kita jadi agak terobsesi dengan ruangan."
"Itu enggak baik. Kalian harus menghilangkan obsesi itu, segera!" Si Ketua OSIS memberikan tatapan datar.
Perintah itu terabaikan begitu saja oleh ketiga kouhai-nya.
Zenith melafalkan mantra sihir, dan Damien berharap agar pemuda itu tidak melakukan hal gila saat mengeluarkan sesuatu dari Inventaria. Hembusan nafas yang mengundang kebingungan terdengar saat Zenith mengeluarkan sebuah objek yang tidak berbahaya sama sekali, yaitu surat tanda penerimaan di Houseki Gakuen.
"Kau mau apakan surat itu?" Tanya Veron dengan rasa ingin tahu. Dia bahkan rela beranjak dari posisi telentang hanya untuk melihat teliti perbuatan Zenith.
"Hm, aku hanya merasa ada yang janggal saat menerima ini. Apa suratmu seperti ini juga tahun lalu?" Tanya Zenith pada Damien yang sibuk menyusun formulir.
"Aku bahkan enggak tahu perbedaan apa yang tengah kau bandingkan," ujar Damien.
Surat yang berbentuk sertifikat berada di tangan Zenith langsung pindah tempat ke genggaman Solon. Dalam kedipan mata, lidah-lidah api mulai muncul di sudut surat tersebut, membuat jeritan tertahan keluar dari orang-orang di ruangan tersebut atas perbuatannya.
"Apa yang kau lakukan, bodoh?!" Sahut Veron yang siap untuk memadamkan api itu. Kepalan tangannya menciptakan bola air, dan dia tidak akan segan melempar benda cair itu ke wajah Solon.
Perlahan, api itu memadam tanpa meninggalkan bekas bakaran, tapi itu tetap saja tidak meringankan kepanikan. Bel darurat hampir saja berbunyi, dan mereka akan mendapatkan hukuman yang lebih fatal dari Calix. Damien sudah siap menutup mata dari kasus tersebut, lalu siap pura-pura tidak kenal dengan ketiga temannya. Bisa-bisa reputasinya di akademi tersebut retak dan hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fraudulent: Severed Memories
Fantasy[FANTASY + (Minor)ROMANCE] Yuuna pikir dia akan menyimpan rahasia terbesarnya seumur hidupnya, tapi pemikirannya salah. Kedatangan surat itu mengubah hidupnya 180 derajat. Karena itu, bukan dia saja menjadi target dari Kegelapan, melainkan teman-tem...