Chapter 17 - (Not so) Majestic Day

17 3 0
                                    

Waktu sarapan harus ditunda sementara oleh pemberitahuan lewat speaker yang meminta seluruh murid yang sudah tiba di akademi untuk berkumpul di ruang aula. Banyak yang mengeluh karena sarapan mereka belum habis, tapi mereka tetap bergerak untuk mengindahkan perintah tersebut, bahkan yang ngantuk pun begitu. Kami semua berjalan sedikit cepat sedikit lambat menuju gedung akademi.

Karena ini hari pertama sekolah, pelajaran pertama akan dimulai sedikit lama, yaitu jam setengah sembilan. Bila kedua penyihir itu mengumpulkan kami jam setengah delapan, masih ada sisa dua puluh lima atau tiga puluh menit tersisa bagi mereka yang ingin menghabiskan sarapan atau mengenakan seragam. Aku sudah melakukan kedua hal itu, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Mirai langsung menarik tanganku saat menyadari keberadaanku yang sudah jauh dari gapaiannya. Dia memberikan tatapan kesal, seolah memperingati agar aku lebih hati-hati dengan sekitar.

"Jangan melamun. Nanti tersesat lagi kayak kemarin," peringatinya.

"Kau bicara seperti ibunya," komentar Eri yang berjalan di samping kami. Pada awalnya, kukira dia akan berangkat bersama murid lain, tapi dia langsung melekat kepada kami berdua.

"Karena aku emang Ibunya kalau disini." Mirai mengedikkan bahu. Aku meniru gaya ucapannya di dalam kepala, tapi dia kembali memberikan tatapan itu setelah mendengar isi pikiranku.

Untungnya, ruangan aula lebih luas dari dugaanku, jadi kami tidak perlu berdesakan. Kukira kami akan melaksanakan upacara penerimaan murid baru dengan deretan kursi, dan podium di atas panggung. Tetapi perkiraanku salah. Mirai mengatakan ada murid dari tingkat kedua dan ketiga juga. Itu lebih masuk akal, karena peringatan di speaker tidak menjeleskan dikategorikan pada siapa pemberitahuan tersebut.

Mulai banyak yang mengeluh karena kedua penyihir tersebut belum muncul di podium. Mereka semua tidak sabar untuk mempersiapkan diri untuk hari pertama sekolah. Bila berdiri disini saja terasa seperti buang-buang waktu, dan mereka menggunakan waktu yang tersisa efisien mungkin.

Suara dengungan dari mikrofon membuat banyak murid menutup telinga mereka. Kedua penyihir yang sedaritadi dibicarakan akhirnya muncul, tentu saja dengan kewibawaan untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa di tempat tersebut. Sepertinya aku saja yang memberikan tatapan lelah ke arah mereka, karena yang lain memberikan tatapan kagum kepada mereka. Apa ada yang salah denganku?

"Selamat pagi semua!" Sambut Calix, yang disapa tidak kalah ribut oleh kami. "Aku harap tidur kalian nyaman di hari pertama dalam tahun pembelajaran yang baru ini."

Mengetahui ada peri yang berkeliaran di sekitar kita dan dapat membunuh kita di setiap kesempatan yang ada? Tentu saja tidurku nyaman. Saking nyamannya, aku tidak bisa berhenti berguling untuk mencari posisi nyaman karena aku gelisah.

Bukan hanya aku saja yang dalam fase tersebut. Mirai tetap terjaga dengan ponsel di tangannya, kadang dia akan mengajakku bicara sambil menunjukkan salah satu post di media sosial. Lily pun begitu. Lampu belajarnya menyala, sementara si pengguna tengah menulis sesuatu di buku catatan, dan beberapa saat dia akan melihat sekitar dengan waspada.

Kami seperti tengah mengronda.

Bunyi kertas dibalik tertangkap mikrofon, seperti tengah melakukan ASMR. "Ya, kami akan langsung ke intinya saja, karena kami melihat wajah kalian terlihat ingin cepat-cepat pergi darisini."

Ekspresi lelah mereka langsung berubah menjadi tenang atau cerah.

Tiba-tiba, ruangan menjadi bergetar. Kepanikan mulai mengisi seluruh ruangan. Seolah radar bahayanya menyala, Mirai langsung meraih tanganku dan Eri sekaligus, pandangannya tidak lepas menyusuri lingkungan. 

The Fraudulent: Severed MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang