Chapter 8 - Precious Jewel

19 5 1
                                    

"Biarkan rasa ingin tahu memandamu,

Perasaan itu akan menjadi pelitamu di jalan tergelap,

di waktu yang sama,

Rasa ingin tahu akan membawamu ke akhir jalur."

-

Derap langkahku tambah cepat saat tempo musik yang kudengarkan tambah cepat. Aku terus berlari tanpa menoleh ke belakang, seolah aku dikejar oleh rombongan anjing yang setiap mengigit betisku. Sempat-sempatnya aku memasangkan kembali salah satu earphone yang terlepas dari telingaku saat aku berlari menyelamatkan diriku dari apa pun yang akan menyambutku nanti.

Rasa lelah telah tiba, lalu menyangkut di tengkuk leher seperti yokai*. Aku berhenti sebentar, menstabilkan deru nafas, dan jantungku yang memompa darah ke seluruh tubuh. Kakiku terasa ingin lepas dari tubuhku, karena sudah lama tidak berlari secepat ini.

Teriakan frustasi keluar dari tubuhku saat melihat gerbang tinggi yang sama berada di sampingku. Rasanya aku putar-putar saja daritadi, padahal aku sampai melompati gang sempit untuk kabur dari ilusi ini. Aku menjatuhkan tubuhku di atas trotoar, menyumpahi siapa atau apa yang telah menguras banyak keringat di tubuhku.

Aku yakin tidak akan ada percaya denganku. Seorang gadis tersesat ke prefektur lain, padahal tujuan kereta yang dia naiki merupakan stasiun di prefekur yang jauh berbeda. Ini sama saja, aku berencana pergi ke Roma, tapi tersesat di Venice, meskipun kota itu sama-sama terletak di satu Benua dan satu negara.

KOK BISA?!

Semesta, permainan apa lagi yang telah kau keluarkan?

Pandanganku dipenuhi dengan ledakan warna aura dan aroma yang mampu menyumbat hidungku. Ini pertama kalinya partikel sihir mengelilingiku seperti ini. Rasanya begitu menyesakkan, tapi membuatku ingin memiliki semuanya di waktu yang sama. Apakah ini yang dikatakan semua orang tentang "tidak semua yang berlebihan itu baik"? Bila iya, aku dapat merasakannya sekarang.

"Sialan... Siapa yang mencoba bermain-main denganku sekarang?" Aku mendongak ke atas untuk melihat apa sebenarnya gedung tinggi ini. Warna di wajahku mulai menyusut dengan cepat.

Apa aku masih berada di Jepang?

Gerbang hitam di depanku sangat tinggi dan lebar, jadi tamu yang ingin berkunjung dengan mobil dapat masuk. Kedua sisi gerbang hitam itu dibangun tembok putih yang tidak kalah tinggi dengan gerbang, menghalangi siapa pun yang coba untuk lompat keluar atau masuk, ditambah dengan pagar hitam kecil di atasnya. Aku dapat melihat halaman membentang luas dengan setapak jalur yang panjang menuju gedung yang menjadi pusat dari segalanya.

Gedung dengan struktur dari batu bata, lalu dicat dengan warna kelabu terletak cukup jauh dari gerbang masuk, yang mengingatkanku dengan Gedung Putih--istana kepresidenan Amerika Serikat. Poin perbedaannya hanya gedung di hadapanku sekarang memiliki tinggi yang mengingatkanku pada istana, dan sedikit lebih lebar. Apa aku berada di perumahan elit? Aku tersesat terlalu jauh.

Aku mundur beberapa langkah, mencoba mencari papan nama yang biasanya terletak di samping gerbang untuk mencari tahu siapa pemilik gedung tersebut. Aku ingin menampar bolak-balik kepada seseorang yang sudah mempermainkanku saat ini.

B*ngsat.

Aku tidak perlu meminta kacamata pada siapa pun untuk melihat ukiran kanji dan romaji yang terletak di papan nama tersebut. Yang baru saja kubaca bukanlah ilusi semata, membuatku menyesal karena aku ingin semua hal yang baru saja kualami hanyalah mimpi. Beberapa saat kemudian, aku akan bangun di tengah jalan, karena aku pingsan tiba-tiba. Tapi itu terlalu indah untuk menjadi nyata.

The Fraudulent: Severed MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang