Atas ajakan Vanessa, dia menarikku keluar dari kamar, mengajakku berjalan-jalan di bawah terik matahari yang membuatku ingin menyerah di tempat. Genggamannya di pergelangan tangan terlihat tidak mudah untuk dicekal. Apa karena dia seorang idol? Kudengar dari Nee-san bahwa beberapa idol melakukan olahraga untuk meningkatkan ketahanan fisik mereka.
Kami berjalan tanpa tujuan. Vanessa terlihat begitu keberatan, dan tetap mengarahkanku ke beberapa lokasi yang cukup jauh dari gedung asrama. Aku sampai ketakutan memikirkan bila kami akan tersesat saat ingin mencoba kembali, tapi Vanessa mengatakan bahwa kita akan baik-baik saja, karena dia pernah berada di akademi ini sebelumnya.
Tentu saja, itu benar. Karena seperti yang dikatakan Mirai, aku satu-satunya anak baru disini.
"Memang ada bedanya anak baru seperti aku dengan kalian?" Tanyaku dengan datar, berharap itu dapat meyakinkan Vanessa bahwa pertanyaaku dipenuhi kedengkian. Memang kenapa aku harus iri? Apa aku masih merasa kesal karena Mirai menyimpan sesuatu dariku?
Vanessa bergumam pelan dengan suara tingginya. "Tidak ada perbedaan yang begitu menonjol, sih..." Sama saja ada perbedaan yang menjadi jurang besar di antara kita. "Hanya saja, murid sepertiku sudah pernah mengikuti pelatihan yang membuat sihir kami menjadi stabil."
Apakah Mirai mengikuti pelatihan tersebut?
Tentu saja. Dia meninggalkanmu sendirian, di dalam kegelapan.
Aku memukul belakang kepala, membuat Vanessa kembali memandang bingung. Aku menjawab asal dengan mengatakan ada serangga di belakang kepalaku. Dengan jawaban itu, Vanessa menarikku mendekat, seolah berpikir bila aku berjalan terlalu jauh darinya maka serangga akan terbang mendekat. Tapi serangga-serangga di sekitar benar-benar tidak menempel kepadaku.
"Karena kau tidak mengikuti pelatihan, kau harus tahu beberapa rumor selama disini. Bukankah tidak menyenangkan kalau kau satu-satunya yang ketinggalan berita?" Vanessa menunjukkan senyuman manis. Saat aku membuka mulut, dia mendekatkan jari telunjuknya ke arah bibirku. "Aku tahu, kau akan mengatakan tidak butuh, tapi kau memerlukan ini."
Aku mengerutkan kening. "Belum tentu rumor itu benar."
"Memang rumor apa yang akan kuceritakan?"
Jujur saja, aku juga tidak tahu apa yang ingin dia ceritakan. Tetapi sata mendengar 'rumor', pikiranku mulai menduga-duga tentang berita kacangan yang biasanya kudengar dari drama kacangan, seperti hubungan terlarang, kaum primadona, atau apalah. Aku tidak begitu peduli tentang rumor yang belum dilapisi fakta.
"Kau akan mengedarkan rumor apa? Tiga orang paling berkuasa di akademi?"
"Sejenis itu."
Tuh, kan!
Gadis itu tertawa pelan saat melihat wajahku--entah bagaimana, karena aku tidak bisa melihatnya. Dia mengusap wajahnya, mencoba menahan mulut itu agar tidak terbahak liar. "Oke, kita ganti topik. Aku juga tidak begitu suka membicarakan orang lain."
Jadi kenapa kau ingin memulai percakapan dengan rumor? Aku menahan pertanyaan itu di ujung lidah, lalu menelannya kembali.
Tujuanku pasrah saja saat ditarik Vanessa keluar dari kamar untuk mendinginkan kepala, melupakan segala kepahitan yang kurasakan dari Mirai hanya karena alasan kekanak-kanakan, bukan untuk mencari ribut dari individu di sekitar. Aku bukan karakter yang suka kekacauan.
Kesunyian melanda. Vanessa terlihat bingung dan gelisah di setiap langkahnya saat aku melirik. Apa dia begitu putus asa?
Ternyata mencari topik susah juga, karena aku tidak pernah merasa secanggung ini sebelumnya. Kami bertiga—aku, Cera, dan Mirai—pernah mengalami kesunyian ini sebelumnya, tapi bukan kesunyian canggung seperti aku dan Vanessa sekarang, kami nyaman-nyaman saja saat itu. Mungkin karena kami bertiga sudah dekat, sementara ini kedua kalinya aku bertemu dengan Vanessa. Itu pun pertemuan yang tidak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fraudulent: Severed Memories
Fantasy[FANTASY + (Minor)ROMANCE] Yuuna pikir dia akan menyimpan rahasia terbesarnya seumur hidupnya, tapi pemikirannya salah. Kedatangan surat itu mengubah hidupnya 180 derajat. Karena itu, bukan dia saja menjadi target dari Kegelapan, melainkan teman-tem...