"Dani!" teriak Robi dari dekat kamar mandi, di perbatasan antara lorong tujuh dan depan. Spontan aku menoleh padanya."Ayo!" ajaknya.
Aku langsung tau maksudnya, "Bentar," sahutku seraya berlari kecil masuk ke kamar. Kemudian mengganti baju dan celana.
Hari ini memang kami sudah janjian untuk pergi main ke warnet yang baru buka. Letaknya dekat dengan GOR dan Masjid Kampus. Katanya sih, di sana ada paket malam. Khusus untuk yang hobi begadang seperti kami.
Dari asrama kami berangkat bertujuh. Melewati jalan pintas di belakang Guest House. Baru pukul sembilan malam, tapi suasana sudah terasa sepi. Penerangan yang kurang menambah suasana semakin horor.
Posisi jalanku agak belakang, bersama salah satu temanku, Didi. Saat sedang asik mengobrol tentang mata kuliah. Ryo malah melontarkan pertanyaan pancingan. "Eh lu tau gak pohon beringin di belokan depan?" tanyanya
"Tau lah," sahut Robi.
"Kata temen sekelas gua yang bisa liat begituan, di sana banyak setannya."
"Ya elah, Yo! Itu pohon udah tinggal beberapa jengkal lagi. Lu ngapain cerita begituan," timpal Handi. Ia memang terkenal penakut.
"Nggak ada apa-apa kok," ucap Fawaz yang berjalan paling depan, sambil menoleh ke arah pohon beringin itu.
"Iya, gak ada apa-apa. Si Handi penakut amat sih," timpal Robi.
Aku dan Didi hanya mendengarkan celotehan mereka saja. Tetap berjalan santai di belakang.
"Merinding ih," bisik Didi ketika berbelok di tikungan.
"Lah, pohonnya udah lewat, lu baru merinding. Telat!" balasku. Sebenarnya Didi pun sama penakutnya dengan Handi.
"Asli dah, Dan. Merinding leher gua."
"Cuekin aja sih."
Tidak berapa lama, kami pun sampai di warnet. Sebelum memulai bermain, kami makan dulu di warung nasi yang tak jauh dari warnet. Hanya terhalang kamar mandi GOR. Warung nasi yang merupakan tempat favorit saya kalau ada kelas di sekitar gedung Fakultas Perikanan.
Kali ini saya agak menahan diri untuk tidak banyak makan atau minum. Bahaya kalau pas begadang tiba-tiba ingin buang air kecil atau besar. Toilet GOR sangat horor, tidak ada penerangan sama sekali. Jika benar-benar terpaksa, aku harus pergi ke toilet masjid. Melewati lapangan basket dan dua pohon beringin yang tidak kalah horornya.
Beruntung malam ini aku bisa menahannya hingga adzan subuh berkumandang. Kami sudahi permainan, lalu bergegas menuju masjid. Setelah sholat berjamaah, kami pun pulang ke asrama.
Bermain di warnet hingga pagi, akhirnya menjadi rutinitas kami. Kadang dilakukan di akhir pekan. Kadang saat hari biasa, bila tidak ada kuliah pagi.
__________
Malam hari ini, kami hanya berangkat berlima. Didi dan Fawaz sedang tidak ikut. Lagian, Fawaz ini agak aneh, ketika yang lain bermain game di komputer. Eh, ia malah tidur sampai subuh. Jadi rasanya seperti pindah tidur ke warnet.
Kami jalan beriringan melewati jalan pintas. Seperti biasa posisiku selalu di belakang. Tidak ada teman mengobrol, aku hanya mendengar suara tawa Ryo dan Robi. Entah apa yang mereka bicarakan.
"Aduh!" Tiba-tiba Handi menghentikan langkah, tepat di dekat pohon beringin.
"Napa lu?" tanya Ryo.
"Kaya ada yang lempar kepala gua pake kerikil."
"Ah masa sih?" Robi meragukan ucapan Handi.
"Aw!" teriak Ryo sambil memegang kepalanya. "Ada yang lempar kepala gua juga," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Horor Kampus
HorrorSebuah cerita yang diambil berdasarkan kisah nyata penulis. Menceritakan tentang pengalaman-pengalaman horor yang dialami penulis dan temannya. Selama menjalani masa perkuliahan di Kampus. Mulai dari pengalaman pertama timggal di Asrama Kampus, hing...