Wanita Bergaun Merah

2.1K 271 6
                                    

"Dan!" panggil Didi yang kini telah menjadi teman satu jurusan.

"Oit," sahutku seraya menghentikan langkah.

"Gua lupa, lu tuh ngekos di mana?"

"Gua ngontrak, Di

"Di mana?"

"Cibadak."

"Bah! Jauh amat. Napa gak ambil kosan yang deket-deket aja. Atau ke kosan gua gitu, bareng anak-anak lorong tujuh."

"Kan penuh!" sahutku.

"Iya juga."

Kalau kosan Didi tidak penuh pasti aku memilih di sana. Soalnya pasti seru satu kosan dengan anak gamer lorong tujuh. Namun, di sisi lain aku pun sudah janji dengan Gerry untuk ngontrak bersama.

Memang jarak kontrakanku cukup jauh dari kampus, karena perlu naik angkot satu kali. Terkadang itu agak merepotkan saat ada barang yang tertinggal. Mana aku tidak diberi kunci kontrakan.

Letak kontrakannya tidak terlalu jauh dari jalan raya. Aku hanya perlu melalui gang besar, di samping toko bangunan. Lalu berjalan beberapa menit dan kontrakan pun sudah terlihat.

Sebuah rumah yang sebenarnya cukup besar. Namun, bangunannya harus dibagi dua. Setengah untuk kontrakan empat kamar. Setengah lagi adalah rumah ibu kosan.

Di samping kosan ada halaman yang cukup luas. Mungkin seluas lapangan futsal. Sementara di depan kosan merupakan kebun kosong yang dipenuhi pohon besar.

_________

Meski sudah memasuki semester tiga, kebiasaanku bermain game hingga larut malam masih belum juga hilang. Aku masih sering begadang di warnet jalan Dara.

Malam ini, aku kembali pulang menjelang tengah malam. Jalanan sudah mulai sepi. Jarang sekali terlihat angkot yang lewat. Sekali pun ada pasti sudah penuh. Aku menolak saat supir angkot
menawariku untuk naik, berdiri di pintu.

Setelah menunggu hampir 15 menit, akhirnya ada angkot agak kosong. Aku pun naik, lalu turun di sebrang gang besar.

Dari posisiku berdiri, terlihat ada seorang wanita berdiri di depan gang. Awalnya aku tidak menghiraukannya, karena fokus menyebrang jalan. Namun, tiba-tiba wanita itu sudah berdiri di hadapan. Spontan aku menghentikan langkah. Kaget.

Kulihat wajahnya yang masih muda dan cantik. Ia mengenakan gaun pendek berwarna merah. Ia melempar senyum, saat mata kami tak sengaja beradu. Kubalas dengan anggukan kecil, lalu berjalan masuk ke dalam gang.

Aku cukup heran. Wanita berpakaian agak seksi, berdiri sendirian di pinggir jalan saat tengah malam. Apa ia tidak taku kalau ada orang jahat menghampirinya? Apalagi daerah ini terkenal cukup rawan tindakan kejahatan.

__________

Keesokan malamnya, aku kembali bertemu dengannya. Masih mengenakan pakaiannya sama. Namun kali ini ia sedang berjalan ke luar dari gang besar. Sekali lagi dia hanya melemparkan senyuman, tanpa berucap satu patah kata pun. Kubalas dengan menanggukan kepala sedikit.

Malam berikutnya, aku berpapasan dengannya, tepat di depan pintu pagar kontrakan. Kondisi pencahayaan yang mimim membuat wajahnya tidak begitu tampak. Yang jelas, kali ini ia tak menyapaku. Berjalan cepat sambil menundukan kepalanya.

Wangi melati yang sangat pekat tercium saat ia lewat. Seketika itu, bulu kudukku meremang. Bergegas aku membuka pagar dan masuk ke dalam rumah.

Entah kenapa, malam hari ini ruangan kamarku terasa lebih panas. Pengap. Sudah jam satu malam, masih belum bisa tidur. Setiap kali mencoba memejamkan mata, wajah wanita itu selalu terbayang.

Cerita Horor KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang