Keluar Asrama

2.3K 297 4
                                    

Lima orang mahasiswa, yang salah satunya adalah teman Ryo, sengaja menyusuri lantai satu Fakultas Perikanan. Sebuah tempat yang saat pagi hari saja, sukses membuatku merinding berkali-kali. Tempatnya agak lembab, kekurangan cahaya matahari. Wajar saat malam tiba, ada yang berkeliaran di sana.

"Pas temen gua dan rombongannya baru nginjekin kaki di lantai bawah FPIK. Eh mereka ngeliat ada cewek duduk di atas atap salah satu ruang kuliah. Terus, cewek itu ngelayang turun ke bawah, sambil ngeliatin temen gua," ucap Ryo.

"Pasti langsung lari semua?" sahutku.

"Bukan lagi. Udah kaya lomba naek tangga. Dulu-duluan."

"Padahal ramean. Harusnya nanya tuh cewek ngapain malem-malem nangkring di atap."

"Mending lu tanya aja sendiri, Dan!"

"Nggak ah, seyem."

"Ada lagi!"

Astaga, belum selesai juga ceritanya. Bisa-bisa aku keburu ketiduran. "Yo, gua dah ngantuk."

"Ditahan dulu bentar lagi."

"Terakhir, kan?"

"Iya."

"Oke."

"Ini masih di FPIK, Dan. Lu pernah denger gak ada cerita tukang bersih-bersih yang meninggal di sana?"

"Hmm, kagak pernah denger. Emang meninggal kenapa?"

"Rumornya sih, kaget terus jatuh gara-gara ngeliat penunggu sana."

"Itukan rumor. Dari mana orang tau kalau dia jatoh gara-gara ditakutin. Bisa aja kepeleset."

"Ya makanya cuman rumor."

"Udah?"

"Belum. Ada lagi yang pernah liat kaya orang gede banget di deket pintu masuk FPIK."

"Orang gede banget tuh gimana?"

"Kaya Genderuwo gitulah, Dan. Jadi dia gak sengaja lewat FPIK pas magrib. Nah ngeliat tuh Genderuwo lagi berdiri sambil melotot. Matanya merah!"

Jujur, seumur hidup. Aku belum pernah bertemu dengan Genderuwo. Sehingga bentuknya tak bisa aku bayangkan. Ada yang bilang seperti tokoh Sullivan di film Monster Inc. Hanya saja, bulunya berwarna hitam dan tentu matanya merah menyala. Ada juga yang bilang hanya seperti manusia raksasa berbulu lebat. Dengan cakar yang panjang.

"Serem banget kalau itu."

"Ini terakhir. Lu tau gak kalau di FPIK itu ada kolam?"

"Di mananya?"

"Ada di bagian belakang gedung. Coba sekali-kali jalan ke sana."

"Ih, males."

"Nah, menurut cerita kakak angkatan. Di sana lumayan horor juga. Apalagi setelah kejadian prank ulang tahun."

"Hah? Prank ulang tahun?"

"Iya. Ada yang pernah diceburin ke kolam itu pas lagi ultah."

"Terus?"

"Dia gak muncul lagi."

"Meninggal dong?"

"Katanya sih begitu."

"Kok katanya?"

"Soalnya mayatnya gak pernah ditemuin. Udah coba dikuras kolamnya pun, tetep gak ketemu."

"Kok bisa?"

"Itu yang masih jadi misteri sampai sekarang. Konon katanya, ada mahasiswa yang pernah liat si korban duduk sendirian di deket kolam pas menjelang magrib. Pas ditanya, dia langsung ngilang begitu aja."

"Kasian bener sih. Cuman aneh, cerita seheboh itu, gua gak pernah denger."

"Katanya emang sengaja ditutupi."

"Ya berarti wajar si korban masih gentayangan."

"Sebenernya masih banyak cerita lain. Cuman gua gak tega liat mata lu dah merah gitu."

"Ya, ntar lagi aja ceritanya, Yo. Asli gua dah ngantuk pake banget."

"Ya udah. Gua mau ke kantin dulu."

"Sip, gua tidur dulu." Aku pun kembali ke kamar. Langsung membaringkan tubuh di atas kasur.

__________

Setelah ashar, suasana asrama sudah mulai ramai. Aku pergi ke lorong tujuh, untuk mengecek apakah anak gamers sudah pada kembali. Kulihat Didi sudah ada di kamarnya. Sementara yang lain tidak terlihat batang hidungnya.

Kulanjutkan berjalan ke kantin, untuk membeli camilan sekaligus menonton televisi. Saat sedang menonton televisi, ada yang menepuk pundakku dari belakang. Spontan aku menoleh, ternyata itu Robi. Ia baru kembali dari Bandung.

"Malem ini maen gak, Rob?" tanyaku.

"Kagak dulu, Dan. Capek," sahutnya seraya naek tangga.

Ya, sepertinya malam ini aku main sendiri lagi di warnet. Begadang. Soalnya besok senin tidak ada kuliah pagi.

Seperti biasa, aku pergi ke warnet setelah magrib. Berjalan melewati Blue Corner dan tempat sampah yang diceritakan Ryo tadi pagi. Beruntung tak ada sosok yang terlihat di sana. Mungkin masih terlalu sore buat mereka.

Sesampainya di warnet, langsung mengambil tempat duduk favoritku. Tak lupa menyiapkan camilan dan minuman untuk begadang.

Waktu cepat berlalu, sekitar pukul satu malam, aku kebelet kencing. Buru-buru berlari ke toilet di lantai tiga. Suasananya begitu gelap. Deretan manekin di toko busana sempat mengagetkanku. Bergegas aku berlari ke toilet.

Saat akan kembali ke lantai bawah, aku melihat ada sekelebat bayangan putih di antara deretan manekin. Seketika itu, bulu kudukku meremang. Aku pun mempercepat langkah melewati toko itu dan turun ke bawah.

Hari ini, sengaja aku pulang lebih awal, sebelum adzan subuh berkumandang. Sepertinya aku menyesal mengambil keputusan ini. Daritadi jalan terlihat begitu sepi. Langit pun tampak masih gelap. Bahkan bulan pun tak terlihat.

Aku berjalan sendirian melewati jalan menanjak di Fakultas MIPA. Anehnya, berkali-kali bulu kudukku meremang. Perasaan tak nyaman pun mulai kurasakan saat melewati Gymnasium dan Menara Air.

Kutatap jalan lurus di depan asrama putih. Sama sekali tak ada orang lain atau kendaraan lewat. Aku berjalan sembari menundukan pandangan.

Jelas sekali dari ekor mata terlihat ada bayangan putih seperti melompat-lompat dari satu pohon ke pohon lain. Sontak aku berlari agak kencang. Namun bayangan putih itu terus mengejarku.

Aku berbelok ke arah Blu Corner. Melewati rumpun pohon bambu yang tiba-tiba merunduk dengan sendirinya.

Srek! Srek!

Pohon bambu itu bergoyang-goyang. Aku langsung tancap gas, berlari menuju asrama. Saat melihat pintu gerbang, rasanya hati ini langsung tenang. Kemudian berjalan santai masuk ke dalam asrama.

"Satu bulan lagi, Dan. Satu bulan lagi!" batinku.

Hanya tinggal satu bulan lagi, aku akan keluar asrama. Tak perlu lagi melewati jalan gelap menakutkan di Fahutan. Tak perlu lagi senam jantung saat melewati belokan dan rumpun pohon bambu di dekat Blue Corner.

Namun, saat waktunya tiba. Ternyata semuanya terasa begitu berat. Hal yang paling berat adalah berpisah dengan teman-teman. Baik itu teman satu kamar atau satu asrama.

Aku menuruni tangga sambil membawa koper. Saat kaki ini melangkah ke luar dari pintu depan Asrama C, tak terasa ada genangan air mata di sudut mata. Buru-buru kuseka dengan punggung tangan.

Aku berdiri sebentar menatap gedung asrama. Pasti akan merindukan suasana riuh di pagi hari. Merindukan obrolan hingga tengah malam. Bermain bersama dan makan bersama. Semua kenangan ini takan pernah kulupakan seumur hidup.

"Ayo, Dan," tegur Gerry yang sudah menungguku di atas motornya.

Aku memutuskan untuk mengontrak bersama Gerry — teman sekelas. Di sebuah daerah yang agak jauh dari kampus. Daerah yang kukira aman, tapi nyatanya sangat menakutkan.

BERSAMBUNG

Cerita Horor KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang