💚02💚

84 15 0
                                    

OSTRANENIE

Hari ketiga setelah ajaran semester dua dimulai, kelasku mendapat jatah pelajaran olahraga. Sepuluh menit kita menunggu di lapangan basket outdoor tapi Pak Rafa selaku guru olahraga belum saja muncul.

"Reno, panggil Pak Rafa sana! Udah mulai panas nih." Itu perintah dari salah satu temanku.

"Iya. Alva, temenin gue dong!" Reno sebagai ketua kelas harus mau disuruh untuk hal seperti ini. Dia menarik Alva yang tak kunjung merespon, menuju ruang guru yang tak jauh dari tempat kami berada.

Tak lama kedua orang itu datang, tapi aku tidak terlalu memperhatikan karena sibuk berceloteh ria dengan Liona dan Aisha. Aku mendongak saat sebuah papan dengan kertas-kertas yang terjepit di atasnya tiba-tiba terulur di depanku. "Ada apa, Va?"

"Pak Rafa nggak berangkat, ini absen hari ini lo yang isi sekaligus pimpin para cewek buat latihan gerakan dasar basket ya!" jelasnya panjang lebar.

Aku berdiri dengan malas. Selain posisiku yang sebagai sekretaris, Pak Rafa memang suka sekali menyuruhku untuk menjadi penanggung jawab tim cewek saat ia sedang absen. Dulu aku pernah bertanya alasannya dan dengan enteng dia menjawab 'kamu sama Alva kan anak basket, jadi wajarlah bapak minta tolong ke kalian.'

"Harus gue banget?"

"Ya iyalah. Kayak nggak ngerti biasanya saja." Alva memaksaku mengambil papan itu kemudian berbalik pergi untuk melaksanakan tugasnya.

"Teman-teman mohon perhatiannya ya! Hari ini Pak Rafa nggak masuk jadi tolong ikutin instruksi gue!" Aku berteriak pada teman siswi satu kelas yang tengah berleha-leha di bawah pohon cemara petir.

"Berdiri, kita pemanasan dulu habis itu mulai ke materi!" Teman-temanku beranjak berdiri kemudian berjajar membentuk tiga baris.

Dulu aku sempat terkejut dan kewalahan sebab harus memimpin teman-temanku. Namun, makin kesini aku makin terbiasa karena Pak Rafa mempercayaiku bukan sekali duakali. Saat pemanasan semuanya berjalan lancar sebab bukan hanya aku yang memimpin tapi Alva juga turut membantu, barulah setelah agenda pemanasan kelas kita dibagi menjadi dua.

Aku mengambil bola basket, meminta Liona maju sebagai pasangan untuk mencontohkan. Satu dua jenis lemparan berhasil ku contohkan dengan baik, barulah saat masuk ke jenis lemparan ketiga aku mulai kewalahan.

"Arisa, ini lemparnya dipantulin sejauh mungkin apa dipantulin seenaknya yang penting sampai ke temen?" Aku menghampiri orang yang bertanya, memperagakan sembari menjelaskan teknik bounce pass dengan baik. Dalam hati aku juga sedikit heran, konsep dasar basket yang satu ini kan sudah diajarkan sejak SMP mengapa mereka masih saja susah memahami.

"Risa! Gue belum paham nih, contohin dong!"

Aku melangkah menuju Evelyn yang mengaku belum paham. Bola jingga itu kuambil untuk contoh tapi cewek tersebut malah menariknya menjauh.

"Lo bisa ambil bola lain, ini bola gue biar bisa langsung dipraktekin pas lo kasih contoh nanti."

Mau tak mau aku berbalik, meminta satu bola dari temanku. Namun mereka semua menggeleng, mengaku belum selesai berlatih.

"Lyn, semua bola dipakai. Gue contohin pakai bola lo sebentar ya," kataku halus.

Cewek itu tak langsung memberikan melainkan semakin mengeratkan genggamannya pada bola bakset. Matanya berkeliling kemudian menunjuk bola basket yang menganggur di samping Alva. "Itu di samping Alva ada bola, pakai itu aja!"

Aku menghembuskan napas kesal kemudian berjalan mendekati Alva yang sibuk mengarahkan temannya. "Va, bola ini nganggur nggak?"

Alva menoleh sekilas lalu kembali melempar bola pada temannya. "Pakai aja, Ris."

OSTRANENIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang