💚23💚

17 5 0
                                    

OSTRANENIE

Kelas begitu ribut setelah Bu Fadhilla meminta kami untuk membuat kelompok yang terdiri atas dua orang guna sebuah tugas bahas Inggris yang baru saja dia lontarkan.

"Bu, pilihkan saja kelompoknya!"

"Bu, acak saja sesuai kemauan ibu, saya tidak punya kelompok kalau seperti ini!"

"Jangan diacak, Bu! Saya mau sama dia!"

Bu Fadhilla bingung di tempat ketika suasana semakin kacau. Bangku belakang yang sebagian besar diduduki oleh kaum Adam meminta sang guru untuk mengacak kelompok, sementara bangku depan meneriakkan untuk memilih kelompok sendiri.

"Diam semuanya!" Sebuah interupsi yang cukup lantang itu membuat seisi kelas mendadak tenang, satu persatu anak pergi ke tempatnya masing-masing tanpa kata. "Ibu akan mengacak kelompok saja daripada kalian ribut."

Mungkin ini adalah detik paling tegang di hari yang terhitung masih pagi. Mataku hampir tak berkedip menatap papan tulis putih yang mulai ternodai oleh tinta spidol. Satu-persatu angka tercetak, kemudian disusul oleh helaan napas lega atau teriakan kekecewaan. Ketika detik sudah berlalu banyak, nomor absenku masih belum tertulis di sana, aku masih sibuk merapalkan doa selaras dengan jantungku yang sibuk berdetak seperti hendak lompat.

"Sialan, sial, sial, sial, sial." Aku memerosotkan bahu, membanting tubuh begitu saja ketika sepasang nomor bersanding di samping nomor absenku.

Tepat sasaran. Angka 36, absen terakhir. Siapa lagi kalau bukan Azreal, laki-laki yang baru bergabung dewasa ini.

Aku menatap ke belakang, mengamati Al yang tengah bercanda dengan Alva tanpa beban. Seolah kelompok ini bukanlah hal besar untuknya. Sebenarnya, memang bukanlah bencana, karena bencana ini hanya untukku saja.

"Lo sama Al lagi? Wkwkwkwkwkwkwkwk, kasian banget temen gue." Liona tertawa mengejek, mengelus-elus rambutku seolah membujuk agar aku tak menangis.

"Sialan, lo!" Aku mendengus sebal. Menghempaskan tangan Liona kasar.

Hela napas pasrah ku keluarkan kasar ketika Bu Fadhilla mengatakan kelompoknya tidak bisa ditukar. Ingin rasanya aku membanting apapun, masih kesal dengan keputusan gila ini. Apa-apaan, kenapa aku harus sekelompok dengan manusia itu lagi? Tidak cukupkah setelah kemarin aku bergabung dalam kelompoknya?

♥️💔♥️

Lima hari berlalu setelah pemutusan kelompok yang menjengkelkan itu. Aku masih gencar mengajak Al berunding, menyuruhnya bekerja sama, tapi seperti yang sebelumnya, Al masih semena-mena. Di hari biasa dia berkata lelah karena habis sekolah full day, di hari Jum'at yang lumayan longgar dia memiliki jadwal latihan. Sialan memang.

Sebenarnya tidak masalah jika ini hanya membuat laporan, tidak masalah jika ini hanya soal kerja kelompok yang hanya minta bukti tertulis, dimana aku bisa kerja untuk kelompok. Namun masalahnya, ini adalah tugas berdialog, dimana aku dan Al harus muncul dalam satu layar membicarakan sebuah topik dalam bahasa inggris.

Aku frustasi di tempat tidur, seharusnya hari Sabtu yang indah ini adalah jadwal untuk berleha-leha setelah lima hari mencari ilmu, tapi apalah daya, Sabtu kali ini hanya aku habiskan untuk memborbardir Al dengan puluhan pesan. Meminta laki-laki itu untuk memikirkan tugas kelompok.

OSTRANENIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang