13

344 61 4
                                    

Rendra menatap sang Ayah dengan tatapan tajam, tangannya sudah mengepal kuat bahkan sampai kuku-kuku jarinya memutih.

Tidak memperdulikan ucapan kakak kembarnya yang terus menenangkannya, Rendra langsung menghampiri sang Ayah dan langsung memukulnya begitu saja.

Kejadian itu tentu sukses membuat orang-orang yang berada di sana langsung melihat itu semua.

Rendi segera berlari ke arah Rendra dan menahan adiknya itu yang mungkin akan segera memukul lagi sang Ayah yang sudah tersungkur.

“BRENGSEK!! LO AYAH PALING BRENGSEK!!” teriak Rendra.

Cahya berdiri dibantu dengan perempuan yang sejak tadi bersamanya, dia menatap kedua  anak kembarnya dengan tajam. Napasnya memburu karena tidak menyangka akan mendapat pukulan dari sang anak dan dilihat banyak orang.

“Mas, dia siapa?” ucap perempuan yang berada di sebelah Cahya.

“Ini yang namanya sibuk kerja Yah? Sibuk kerja diluar kota itu kayak ini? Ayah ninggalin Bunda demi cewek murahan kayak dia? Wow, this so amazing,” ucap Rendra dengan senyuman menyeringai.

“Pulang,” ucap Cahya tegas.

For what? Ayah malu? Haha, lucu. Dipermaluin gini gak akan seberapa sama sakit hatinya Bunda kalo tau Ayah kayak gini dibelakang Bunda.”

Rendi menghela napas, menatap sang Ayah dengan tatapan tajam, “Bian bener, Al gak akan diem lagi tentang ini. Ayah udah keterlaluan, dan di sini Ayah salah.”

“Kalian masih kecil gak tau apa-apa, gak usah ngajarin Ayah! Sekarang pulang!” ucap Cahya tegas.

Rendra menggeleng, “gue gak akan pulang sebelum gue gebukin lo sampe ancur ya bangsat!”

“Bian,” tegur Rendi.

“Kenapa? Gue gak akan bersikap biasa lagi masalah ini Al. Gue gak akan biarin siapapun nyakitin Bunda, dan kalau ada, gue abisin orang itu. Meskipun itu lo,” ucap Rendra sambil menatap sang Ayah dengan tajam, “Ayah kandung gue sendiri.”

“Mah?”

Mereka semua seketika langsung menatap ke arah sumber suara, dimana terdapat Jeriel yang tengah terpaku melihat kejadian tersebut.

Orangtuanya, tepatnya Ibunya, yang berselingkuh dengan Ayah dari sahabatnya sendiri.

“Jer,” ucapan Rendi seperti tertahan, dia sama terkejutnya dengan Jeriel, begitupun Rendra. Bahkan tangannya semakin terkepal melihat itu.

“Jeriel, kamu kenapa di sini sayang?” tanya Bunda Jeriel lembut.

“Dia nyokap lo Jer? Bangsat! Kelakuan anak sama orang tuanya emang gak beda jauh, sama sama brengsek,” setelah mengucapkan itu, Rendra pergi begitu saja tanpa memperdulikan panggilan dari Rendi.

Rendi mendengus kesal melihat kelakuan kembarannya itu, “Jer, sorry sama ucapan Rendra. Gue—“

“Dia gak salah Di. Gue brengsek, dan iya, nyokap gue juga brengsek. Dan ternyata gue baru tau, dia lebih brengsek dari gue,” ucap Jeriel sambil menatap Bundanya kecewa.

Tanpa mengucap sepatah katapun lagi, dan tanpa memperdulikan Bundanya, Jeriel langsung meninggalkan tempat itu begitu saja.

Rendi yang masih berada disitu langsung menatap Ayahnya dengan tatapan dingin. Tak ada lagi tatapan memuja yang dipancarkan untuk sang Ayah. Semuanya sudah lenyap, karena sekarang Rendi sudah sangat kecewa dengan Ayahnya sendiri.

“Selamat, anda berhasil mengecewakan bahkan menghancurkan hati 3 orang sekaligus. Dan semua tidak akan sama lagi. Permisi, maaf atas kelakuan kembaran saya yang membuat pipi anda membiru.”

REND - Renjun Lokal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang