19

360 54 1
                                    

Handphone Rendi terjatuh dari tangannya, tubuhnya gemetar hebat, pandangannya kosong, dan keringat dingin mulai mengucur.

Rendra yang baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Rendi yang seperti itu langsung menghampirinya dan menopang tubuh Rendi yang hampir terjatuh.

“Al, kenapa?”

Rendi menatap Rendra panik, “Wina, Bi. Wina.”.

“Iya iya, Wina kenapa?”

“Wina ketabrak, dan sekarang keadaannya kritis.”

Mendengar itu, Rendra segera menenangkan Rendi, dan mengajaknya untuk pergi ke rumah sakit tempat Wina berada.

Sepanjang jalan, Rendi masih diam. Pandangannya sangat kosong, tangannya masih terus bergetar.

Rendra sendiri bingung harus melakukan apa untuk menenangkan kembarannya itu.

Dan saat sampai rumah sakit, Rendi langsung keluar begitu saja. Lari mencari ruangan tempat Wina berada tanpa memperdulikan beberapa orang yang tak sengaja dia tabrak.

“Tante,” ucap Rendi dengan suara tercekat saat melihat Bundanya Wina sedang menangis di depan ruang rawat.

“Gama,” panggil Bundanya Wina sambil tersenyum walau dengan air mata yang masih mengalir.

Rendi segera menghampiri Bundanya Wina dan duduk di depannya, “tante maafin Gama, maaf Gama gagal jaga Wina. Harusnya Gama bisa jaga Wina, harusnya Wina gak ketabrak kalau Gama bener-bener jaga Wina. Maaf tante, maaf Gama gagal jaga amanat om.”

Bundanya Wina menggeleng, menuntuk Rendi agar berdiri dan memeluk Rendi yang mulai menangis, “enggak sayang. Kamu udah jagain tante maupun Wina. Kamu gak gagal. Ini semua kehendak Tuhan, gak ada yang bisa nahan dan ngubah. Jangan salahin diri kamu sendiri ya Gama.”

Rendra terdiam di ujung lorong, menatap Bundanya Wina dan Rendi yang sedang berpelukan. Rendra mencoba mencerna percakapan mereka berdua.

Jujur, Rendra baru mengetahui kalau Rendi memiliki amanat dari almarhum Ayahnya Wina untuk menjaga perempuan itu.

Rendra menatap tajam ujung lorong lain, dimana terdapat Haris yang juga sedang menatap Bundanya Wina dan Rendi yang masih berpelukan.

“Al, kenapa lo nyerahin amanat sepenting itu ke orang yang lo gak sadar bakal ngekhianatin lo? Lo ngekhianatin amanat itu dari awal Al. Gue gak nyangka sama lo.”

---

“Ya udah, urus dulu aja semuanya Dra. Salam buat Rendi,” ucap Haekal lalu menutup teleponnya dan menghampiri Narendra juga Jeriel yang menatapnya penasaran.

“Kenapa?” tanya Narendra.

“Wina, ceweknya Rendi ketabrak. Keadaannya juga masih kritis, sampai sekarang dokter masih nanganin dia. Dan Rendi juga belum pulang, Rendra lagi nunggu Rendi,” jelas Haekal.

Jeriel mengernyit heran, “ketabrak?”

Haekal mengangguk, “iya. Rendra bilang gitu, katanya sih dari racauan gak jelas Rendi.”

“Ngeracau apa?”

“Rendi terus ngeracau kalau semuanya salah dia, gitu sih. Terus juga Rendra jelasin kalau emang Rendi dapet amanat dari almarhum bokap Wina, mungkin Rendi ngerasa bersalah karena gagal jaga Wina.”

“Berat-berat. Maennya amanat bro,” ucap Narendra yang disetujui Jeriel.

“Tapi gue ngerasa aneh sih,” ucap Jeriel.

“Maksudnya?” tanya Narendra.

“It—“

“Jer?”

REND - Renjun Lokal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang